Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mayjen Sungkono: Biografi dan Perannya dalam Pertempuran Surabaya

Ketika pecah Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, Mayjen Sungkono menjabat sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kota Surabaya yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan seluruh kota.

Salah satu peran Mayjen Sungkono dalam Pertempuran Surabaya adalah memimpin pasukan melawan Sekutu.

Berikut ini biografi singkat Mayjen Sungkono.

Bercita-cita menjadi marinir

Soengkono atau Sungkono lahir di Purbalingga, Jawa Tengah, pada 1 Januari 1911, dari keluarga yang sangat sederhana.

Ayahnya, Tawireja, adalah seorang penjahit, sementara sang ibu yang bernama Rinten, meninggal tidak lama setelah melahirkannya.

Sungkono kecil mendapat pendidikan di Sekolah Ongko Loro Muhammadiyah, Purbalingga.

Ia kemudian melanjutkan ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS), dan menempuh pendidikan di MULO Surabaya mulai 1926.

Pendidikan yang didapatkan Sungkono tidak lepas dari bantuan tetangganya yang merupakan seorang priayi bernama RM Soekisno.

Pada 1933, Sungkono mengejar cita-cita masa kecilnya yang ingin menjadi marinir, dengan masuk ke Kweekschool voor Inlandsche Schepelingen (KIS), institusi kejuruan teknik perkapalan.

Lulus dari KIS, Sungkono ditempatkan di Vliegtuigmaker, bagian dari instansi angkatan laut Belanda, sebagai mekanik kapal.

Tidak lama kemudian, Sungkono bersama rekan-rekannya melakukan mogok kerja massal, menyusul putusan Gubernur Jenderal BC de Jonge yang melakukan pemotongan upah terhadap awak kapal pribumi.

Akibat aksi tersebut, Sungkono sempat ditahan, dan akhirnya diberhentikan secara paksa.

Pada masa pendudukan Jepang, Sungkono bergabung ke dalam Pembela Tanah Air (PETA).

Apa peran Mayjen Sungkono?

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai rintisan angkatan bersenjata Republik Indonesia (RI).

Bekas prajurit PETA dan Heiho pun berbondong-bondong masuk ke dalam BKR sesuai anjuran Presiden Soekarno, termasuk Sungkono.

Pada saat itu, dibentuk BKR Provinsi Jawa Timur dengan tiga eselon pimpinan BKR.

BKR Provinsi Jawa Timur di bawah pimpinan Moestopo, BKR Keresidenan Surabaya di bawah pimpinan RM Jonosewojo, dan BKR Kota Surabaya di bawah pimpinan Sungkono yang berpangkat kolonel.

Kolonel Sungkono dikenal sebagai pribadi yang tenang dan berjiwa besar.

Pada sekitar peristiwa Pertempuran Surabaya, ia terlibat dalam perundingan dengan petinggi pasukan Sekutu yang diwakili Inggris.

Kolonel Sungkono mewakili BKR menjadi anggota Kontak Biro, yakni badan yang dibentuk Indonesia bersama Inggris guna melaksanakan gencatan senjata.

Namun, gencatan senjata yang diupayakan gagal terlaksana karena pemimpin pasukan Sekutu, AWS Mallaby, tewas ditembak oleh salah seorang pejuang Surabaya.

Tewasnya AWS Mallaby memicu puncak pertempuran di Surabaya yang berlangsung pada 10 November 1945.

Dalam Pertempuran 10 November, Kolonel Sungkono selaku komandan BKR menjadi pemimpin pasukan di Kota Surabaya.

Kolonel Sungkono memimpin dengan tenang dan percaya diri, meski berhadapan dengan pasukan Sekutu yang memiliki pengalaman militer lebih mumpuni dan unggul dalam persenjataan.

Ketika pasukan Sekutu yang diwakili Inggris mulai mundur dari pertempuran, popularitas Kolonel Sungkono melejit.

Perjuangannya berlanjut ketika Belanda melancarkan Agresi Militer sebanyak dua kali pada 1947 dan 1948.

Pada masa Agresi Militer Belanda, Kolonel Sungkono menjabat sebagai Ketua Gabungan Komando Pertahanan divisi-divisi TRI Jawa Timur, kemudian menjadi Gubernur Militer Jawa Timur.

Ketika diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, Kolonel Sungkono mendapat mandat untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun.

Setelah tugas tersebut berhasil diselesaikannya, Kolonel Sungkono dilantik menjadi Panglima Divisi I Jawa Timur.

Menjelang pengauan kedaulatan Indonesia dari Belanda, ia mempelopori pembubaran Negara Jawa Timur dan Madura bentukan Belanda, untuk masuk ke NKRI.

Pada 1950, Kolonel Sungkono dipindahtugaskan ke Jakarta untuk menjadi Penasihat Umum Menteri Pertahanan dengan pangkat Brigadir Jenderal.

Delapan tahun kemudian, Brigjen Sungkono diangkat menjadi Inspektur Jenderal Pengawasan Umum Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal TNI AD.

Setelah itu, Mayjen Sungkono sempat menjabat sebagai penasihat Menteri/Pangad.

Wafat di Jakarta

Mayjen Sungkono meninggal di Jakarta pada 12 September 1977 dalam usia 66 tahun.

Mayjen Sungkono dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan.

Untuk mengenang jasa-jasanya bagi Indonesia, namanya kini disematkan sebagai ama jalan-jalan protokol di berbagai kota.

Referensi:

  • Moehkardi. (2021). Peran Surabaya dalam Revolusi Nasional 1945. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/13/130000379/mayjen-sungkono--biografi-dan-perannya-dalam-pertempuran-surabaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke