Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Marga-marga Suku Bugis

Orang Suku Bugis dikenal memiliki beraneka ragam budaya, mulai dari bahasa, adat istiadat, rumah adat, dan gelar atau marga nama.

Umumnya, orang Suku Bugis akan memberi nama, gelar, atau marga kepada seseorang atau kepada anaknya melalui bebreapa tingkat dan masa.

Berikut ini marga-marga Suku Bugis.

Sebutan 'La' dan 'We'

Gelar atau marga Suku Bugis yang pertama adalah areng dondo-dondo, yang artinya adalah nama topeng.

Ketika seorang anak masih kecil dan belum diberi nama, mereka akan disebut sebagai Areng Dondo-Dondo.

Nama ini diberikan sebagai nama topeng atau lucu-lucuan saja demi melindungi sang anak dari orang lain yang hendak mencelakakan anak kecil tersebut sehingga nama tersebut tidak akan digunakan seterusnya.

Setelah diberi nama diri, lazimnya orang Bugis akan menambahkan kata La di depan nama anak laki-laki dan I atau We di depan nama anak perempuan.

Contohnya, La Baco, La Mappa, La Tinulu, I Becce, I Halimah, dan sebagainya.

Daeng

Selanjutnya adalah Areng Paddaengang, yang artinya nama gelar menggunakan daeng.

Seorang anak yang sudah dianggap dewasa biasanya akan diberi "nama tua atau marga yang di dalam bahasa Makassar disebut dengan Areng Paddaengang, terutama bagi orang Suku Bugis yang berasal dari golongan bangsawan.

Setelah seorang anak mendapat nama tua atau Areng Paddaengang, dia tidak boleh lagi disebut sebagai Areng ri Kale atau nama diri sendiri.

Pemberian marga daeng ini merupakan sebuah keharusan adat bagi orang Suku Bugis yang sudah dewasa.

Karaeng

Selanjutnya adalah marga atau gelar Karaeng, yang artinya raja di suatu daerah atau kerajaan kecil di dalam wilayah Kerajaan Gowa.

Gelar atau marga Karaeng ini hanya akan diberikan kepada para raja saja.

Khusus bagi anak-anak raja Gowa atau calon raja Gowa, menurut adat istiadatnya sebelum naik takhta mereka akan lebih dulu menjadi karaeng atau raja di salah satu negeri yang termasuk dalam wilayah Kerajaan Gowa.

Menurut tata cara atau adat sopan santun Suku Bugis, orang-orang harus menyebut mereka dengan nama Areng Pakkaraengang-nya.

Apabila hal itu tidak dilakukan, maka mereka akan dianggap tidak menuruti adat sopan santun atau dipandang tidak tahu adat.

Andi

Selanjutnya adalah marga atau gelar Andi, yang dalam Suku Bugis menandakan gelar keturunan bangsawan.

Gelar Andi ini akan diletakkan di depan nama orang suku Bugis yang diturunkan dari garis keturunan sang Ayah.

Dikisahkan bahwa pemberian marga Andi ini sudah dilakukan sejak tahun 1930-an oleh keluarga bangsawan dengan tujuan untuk mengidentifikasi keluarga kerajaan.

Gelar Andi pun juga dipandang sebagai gelar tertinggi bagi kaum bangsawan keturunan Suku Bugis.

Kendati begitu, ada juga beberapa pihak yang menyangkal keberadaan marga Andi ini.

Apabila membaca seluruh naskah tua pada abad ke-19 dan sebelum-sebelumnya, maka tidak ada satu pun raja, bangsawan, atau penghulu adat yang bergelar Andi.

Justru, marga Andi disebut-sebut merupakan buatan orang saja.

Referensi:

  • Sularto, St dan Dorothea Rini Yunarti. (2010). Konflik di Balik Promosi BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  • Dumadi, Sagimun Mulus. (1985). Sultan Hasanudin. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Buku Terpadu.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/14/110000779/marga-marga-suku-bugis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke