Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Nusantara: Sejarah Kerajaan Sekala Brak

Sebelum menjadi bagian dari kerajaan Nusantara yang ada di Indonesia, Sekala Brak merupakan sebuah suku yang mendiami Gunung Pesagi.

Seiring berjalannya waktu, suku tersebut berkembang dan menjadi sebuah pemerintahan Kerajaan Sekala Brak.

Sekala Brak runtuh pada abad ke-16 karena serangan kerajaan lain Nusantara, yakni Kerajaan Pagaruyung dari Minagkabau.

Sejarah berdirinya Kerajaan Sekala Brak

Kerajaan Sekala Brak dijelaskan telah didirikan oleh Suku Tumi sekitar abad ke-3.

Adapun pusat pemerintahannya berada di lereng Gunung Pesagi yang berada di dekat Danau Ranau, Lampung Barat.

Sementara itu, nama dan penyebutan Sekala Brak memiliki banyak versi, seperti Sakala Bhra, Sekala Beghak, Segara Brak, hingga Skala Brak.

Pendiri Kerajaan Sekala Brak adalah seorang raja bernama Buay Tumi. Sebelum menjadi raja, ia adalah pemimpin dari Suku Tumi.

Masyarakat Suku Tumi menganut ajaran nenek moyang sebelum akhirnya terpengaruh oleh agama Hindu.

Agama Hindu ini diperkirakan masuk ke wilayah Lampung sejak abad ke-1 M.

Diperkirakan, kedatangan agama Hindu ini mengakhiri masa prasejarah di Lampung.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sejak awal berdirinya, Kerajaan Sekala Brak menganut agama Hindu.

Meski demikian, ada sebagian masyarakat yang memeluk agam Buddha dan kepercayaan lokal, seperti animisme dan dinamisme.

Kearifan lokal

Di wilayah Kerajaan Sekala Brak terdapat pohon yang dinamakan belasa kepampang. Pohon ini disucikan oleh orang Tumi.

Pohon tersebut memiliki dua cabang, yakni cabang nangka dan sebukau yang memiliki getah.

Jika seseorang mengenai getah sebukau, ia bisa terkena penyakit kulit yang berbahaya jika tidak ditangani dengan benar.

Namun, penyakit kulit itu bisa diobati cukup dengan getah dari cabang nangka di pohon belasa kepampang.

Lantaran memiliki dua getah dengan sifat bertolak belakang, pohon belasa kepampang pun dikeramatkan oleh masyarakat setempat.

Kepercayaan terhadap pohon belasa kepampang tidak hanya diyakini masyarakat Sekala Brak, tetapi juga oleh sebagian masyarakat di wilayah lain.

Akhir Kerajaan Sekala Brak

Pemimpin terakhir dari Kerajaan Sekala Brak adalah Umpu Sekekhummong atau dikenal dengan Ratu Sekerumong yang berkuasa pada abad ke-16.

Kerajaan Sekala Brak ini menjadi salah satu wilayah yang menjadi target invasi Kerajaan Pagaruyung.

Kerajaan Pagaruyung ini dipimpin oleh empat pangeran yang pusat pemerintahannya ada di Batusangkar, Sumatera Barat.

Adapun Kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang sudah terpengaruh oleh agama Islam.

Ratu Sekekhummong berjuang dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan Kerajaan Sekala Brak dari invasi Kerajaan Pagaruyung.

Namun, pada akhirnya, Kerajaan Sekala Brak jatuh dan dikuasai oleh Kerajaan Pagaruyung.

Sementara itu, orang-orang Suku Tumi kabur ke segala arah untuk menyelamatkan diri.

Setelah itu, Kerajaan Sekala Brak wilayahnya dipecah menjadi empat bagian yang dikuasai oleh setiap pangeran dari Pagaruyung, yakni Inder Gajah, Belunguh, Sikin, dan Pak Lang.

Kedatangan Kerajaan Pagaruyung untuk menguasai Sekala Brak ini karena ingin menyebarkan agama Islam.

Setelah itu, pohon belasa kepampang yang sebelumnya dikeramatkan oleh Suku Tumi ditebang.

Kemudian, dibangunlah singgasana Kerajaan Pangaruyung di bekas lahan yang ditumbusi pohon belasa kepampang.

Referensi:

  • Marsden, William. (2008). Sejarah Sumatra. Yogyakarta: Victory Pustaka Media.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/15/122008779/kerajaan-nusantara-sejarah-kerajaan-sekala-brak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke