Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biografi J Leimena, Menteri Kesehatan Penggagas Puskesmas

Ia menjabat sebagai Menteri Kesehatan di era kepemimpinan Presiden Soekarno dari 1946 hingga 1966.

Leimena juga dikenal sebagai seorang dokter yang menggagas Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas.

Puskesmas diadaptasi dari sistem Bandung Plan, ketika Leimena bekerja sebagai dokter di RS Zending, Bandung.

Selain itu, Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ditunjuk menjadi anggota KOTI (Komando Operasi Tertinggi), yang dibentuk dalam rangka pembebasan Irian Barat pada 1962.

Masa muda Leimena

Johannes Leimena lahir di Ambon, Maluku, pada 6 Maret 1905. Ia merupakan anak dari pasangan Dominggus Leimena dan Elizabeth Sulilatu.

Leimena menghabiskan masa kecilnya di Ambon dan di kampung asal orang tuanya, yakni di Ema dan Lateri.

Pada 1910, setelah ayahnya meninggal, Leimena pindah bersama paman dan bibinya karena ibunya menikah lagi.

Empat tahun kemudian, Leimena pindah ke Cimahi, Jawa Barat, karena pamannya diangkat menjadi kepala sekolah di sana.

Di Cimahi, ia dan pamannya hanya menetap sembilan bulan. Setelah itu, pamannya dipindahkan ke Batavia, sehingga Leimena ikut ke sana.

Pendidikan Leimena

Di Ambon, Leimena yang masih kecil sekolah di Ambonsche Burgerschool, sebuah sekolah yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantarnya.

Ketika di Batavia, ia meneruskan pendidikan di Europeesch Lagere School (ELS), tetapi hanya beberapa bulan, sebelum akhirnya pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool hingga tamat.

Selanjutnya, Leimena masuk ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Kristen, Batavia.

Setelah selesai dari MULO, Leimena mengenyam pendidikan di sekolah kedokteran School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) hingga tamat pada 1930.

Berjuang demi kemerdekaan Indonesia

Pada 1920-an, ketika masih menjadi mahasiswa, Leimena aktif dalam organisasi pemuda, seperti Jong Ambon dan Christen Studenten Vereniging atau Perkumpulan Pelajar Kristen.

Saat itu, ia menjadi tokoh penting dalam Jong Ambon, terlebih setelah organisasi ini terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu kebangkitan nasional Indonesia dan pendukung pemerintah kolonial Belanda.

Bersama Jong Ambon, Leimena masih memiliki sikap netral terhadap dua kubu yang berbeda pandangan tersebut.

Namun, ketika ia kenal dengan Amir Sjarifuddin dan Mohammad Yamin, pandangannya tidak netral lagi, tetapi bergeser ke arah mendukung kemerdekaan Indonesia.

Perubahan pandangan Leimena dipengaruhi oleh munculnya Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh Soekarno.

Selain itu, berkembangnya Perhimpoenan Indonesia di Belanda juga memengaruhi pandangannya.

Leimena sebagai tokoh pemuda dari Ambon sempat menjadi panitia dalam Kongres Pemuda I tahun 1926 dan Kongres Pemuda II tahun 1928.

Menjadi dokter

Pada 1930, Leimena mulai bekerja di Centraal Burgerlijke Ziekenhuis (sekarang RS Cipto Mangunkusumo).

Saat itu, ia ditugaskan di Kedu, setelah Gunung Merapi meletus pada 1930, dan bertahan selama satu tahun.

Setelah itu, Leimena dipindahkan ke RS Zending Imanuel, Bandung. Pada 1936, ia mulai diberi tanggung jawab untuk melatih perawat-perawat baru.

Leimena juga bekerja sama dengan sejumlah bidan dan klinik yang beroperasi di sekitar rumah sakit.

Sembari bekerja di RS Zending, ia masih memperhatikan pendidikannya dengan sekolah di Geneeskundige Hoogeschool di Batavia, hingga lulus pada 1939 sebagai dokter spesialis penyakit hati.

Pada 1941, Leimena ditugaskan di Purwakarta, sebagai kepala Rumah Sakit Banyu Asin.

Saat itu, Jepang mulai masuk ke Indonesia, tetapi Leimena masih diperbolehkan bekerja.

Namun, pada 1943, Leimena ditahan oleh tentara Jepang karena pertemanannya dengan Amir Sjarifuddin, yang dikenal sebagai tokoh yang mengkritik pendudukan Jepang di Indonesia.

Selain itu, penyebab lain Leimena ditahan oleh tentara Jepang karena merawat tentara Belanda.

Leimena ditahan selama enam bulan dan baru dibebaskan setelah merawat perwira Jepang yang terjangkit malaria.

Begitu dibebaskan, Leimena dipindahkan dari Purwakarta ke Tangerang dari 1943 hingga 1946.

Era kemerdekaan

Ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, Leimena masih bekerja di Tangerang.

Di Tangerang, terjadi peristiwa Lengkong, yakni sebuah perang antara pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan sisa-sisa tentara Jepang pada 25 Januari 1946.

Dalam peristiwa tersebut, Leimena merawat korban yang berjatuhan, yang membuatnya bertemu dengan Presiden Soekarno, yang sedang menjenguk korban.

Pada Maret 1946, Leimena diundang ke Jakarta oleh Presiden Soekarno dan diangkat menjadi Menteri Muda Kesehatan dalam Kabinet Sjahrir II.

Selain menjabat sebagai menteri, Leimena juga berperan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui jalur diplomasi.

Leimena ditugaskan dalam berbagai perundingan, seperti Perundingan Linggarjati (1946), Perundingan Renville (1948), Perundingan Roem-Royen (1948), dan Konferensi Meja Bundar pada 1949.

Menggagas Puskesmas

Ketika menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Leimena menggagas apa yang disebut dengan Bandung Plan pada 1950.

Bandung Plan merupakan suatu sistem di mana pada setiap kecamatan hingga pedesaan akan memiliki sebuah rumah sakit atau klinik kesehatan.

Sebelumnya, sistem tersebut sudah dilakukan oleh Leimena ketika bekerja di RS Zending Imanuel, Bandung.

Namun, di era Leimena menjadi Menteri Kesehatan, sistem Bandung Plan gagal diterapkan pada seluruh wilayah Indonesia karena kurangnya anggaran dan minimnya dokter.

Kemudian, pada 1960-an, secara perlahan sistem Bandung Plan mulai diterapkan di seluruh Indonesia.

Sistem ini kemudian berkembang hingga sekarang dikenal dengan Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas.

Sekitar G30S

Pada 1965, pecah peristiwa G30S yang menyebabkan enam jenderal TNI AD dan satu perwira gugur.

Pada 1 Oktober, Leimena dipanggil oleh Presiden Soekarno ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Sebelum berangkat, Leimena bertemu dengan Soeharto, yang memintanya untuk menyuruh Presiden Soekarno meninggalkan Halim sebelum pukul 16.30.

Hal itu dikarenakan, Soeharto yang mengambil alih pimpinan TNI AD akan menyerbu Pangkalan Halim yang diduga sebagai sarang kelompok G30S.

Begitu sampai di Halim, Leimena terus berada di dekat Presiden Soekarno dan memintanya untuk kembali ke istana.

Namun, Omar Dhani, Kepala TNI AU, meminta Presiden Soekarno untuk pergi ke Madiun, Jawa Timur, atau Bali.

Akan tetapi, Leimena berhasil menahan Presiden Soekarno dan membuatnya kembali ke Istana Bogor.

Era Orde Baru

Setelah Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar di tangan Soeharto, Leimena menjadi salah satu menteri yang tidak ditangkap.

Pada Maret 1966, Leimena bersama Hamengkubuwono IX, Idham Chalid, Adam Malik, dan Ruslan Abdulgani, ditunjuk sebagai anggota kabinet.

Ketika Soeharto menggeser Soekarno dari kursi presiden, Leimena kembali dipercaya menjadi menteri, tetapi menolak.

Leimena kemudian ditunjuk sebagai pejabat sementara Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada 1966 hingga 1973.

Di dalam DPA, Leimena bertugas meluruskan isu-isu internal DPA di bidang pajak, pendidikan, dan politik.

Selain di DPA, Leimena juga ditunjuk oleh Soeharto sebagai direktur di Rumah Sakit Cikini pada 1968.

Setelahnya, Leimena terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pemilihan umum 1971. Akan tetapi, ia tidak dilantik.

Wafat

Pada 1973, Leimena terjun ke dunia politik dan ditunjuk menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Jabatan itu dipegang hingga Johannes Leimena meninggal pada 29 Maret 1977.

Sebelum meninggal, ia sempat mengeluh sakit ketika sedang berkunjung ke Eropa. Leimena kemudian dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Referensi:

  • Silaen, Victor. (2007). Dr. Johannes Leimena: Negarawan Sejati dan Politisi Berhati Nurani. Jakarta: Gunung Mulia.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/06/15/100000879/biografi-j-leimena-menteri-kesehatan-penggagas-puskesmas

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke