Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, Mahaguru Ilmu Falak Indonesia

Ilmu falak hampir sama dengan ilmu astronomi, tetapi hanya mempelajari tiga benda langit, yaitu matahari, bulan, dan bumi dalam konteks kepentingan fikih.

KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, atau akrab disapa Mbah Tur, dikenal sebagai guru para ahli falak yang termasyur di Indonesia.

Semasa hidupnya, ia pernah dipercayai menjadi Ketua Markas Penanggalan Jawa Tengah.

Pendidikan

KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi adalah ahli falak dari Kudus, Jawa Tengah, yang lahir pada 10 Maret 1915.

Ia adalah putra dari Kiai Adjhuri dan Nyai Sukainah. Meski lahir dari lingkungan agamis dan tumbuh menjadi ulama besar, Kiai Turaichan tidak pernah mondok di pesantren.

Kiai Turaichan juga hanya menempuh pendidikan formal selama dua tahun, yakni ketika usainya 13 tahun hingga 15 tahun.

Sekolahnya adalah Madrasah Tasywiquth Thulab As Salafiyah atau TBS Kudus, di mana ia berguru kepada KH Abdullah Aljufri, ahli fikih KH Muhit, dan KH Abdul Jalil Hamid, yang merupakan ahli falak.

Namun, pada 1930, di usianya yang masih 15 tahun, Turaichan justru diminta untuk membantu mengajar ilmu falak di sekolah itu.

Sejak itu, ia aktif dalam kegiatan dakwah kemasyarakatan dan diskusi ilmiah keagamaan, baik di tingkat kampung hingga nasional.

Kiai Turaichan juga tidak pernah melewatkan pertemuan-pertemuan besar (muktamar) Nahdlatul Ulama (NU).

Mahaguru ilmu falak

KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, yang tergabung dalam tim Lajnah Falakiyyah PBNU, berjasa dalam menerbitkan Almanak Menara Kudus atau Penanggalan Menara Kudus.

Beberapa informasi yang terkandung dalam almanak tersebut adalah sebagai berikut.

  • Penanggalan Masehi dan Hijriah
  • Perhitungan kalender Hijriah
  • Data-data perhitungan awal bulan Kamariah
  • Data terjadinya peristiwa gerhana
  • Jadwal salat untuk Kota Yogyakarta, Semarang, dan sekitarnya

Sampai saat ini, Almanak Menara Kudus masih ada. Keahlian Kiai Turaichan dalam ilmu falak dibuktikan dengan ketepatan prediksinya atas gerhana yang terjadi sesuai kenyataan.

Bahkan Kiai Turaichan juga membuat almanak untuk 200 tahun ke depan.

Sejak aktif dalam muktamar NU, Kiai Turaichan diketahui sangat memegang teguh argumennya dan berani mengungkapkannya, sekalipun itu bertentangan dengan pihak lain.

Hal itu pula yang menyebabkan dirinya silang pendapat dengan NU, dan akhirnya aktif dalam cabang NU Kudus saja.

Kiai Turaichan juga sempat bersitegang dengan pemerintah mengenai peristiwa gerhana matahari total pada 11 Juni 1983.

Peristiwa gerhana matahari total mengundang para masyarakat untuk berbondong-bondong menyaksikan langsung kejadian ini.

Akan tetapi, pemerintah menyatakan bahwa sebaiknya masyarakat melihat gerhana matahari tersebut melalui televisi saja, karena berbahaya jika menatapnya secara langsung.

Kalangan ulama, khususnya Kiai Turaichan tidak sependapat dengan pernyataan pemerintah tersebut.

Kiai Turaichan justru menyerukan kepada jemaah yang sedang salat gerhana di Masjid al-Aqsha Kudus untuk keluar dan menyaksikan gerhana matahari bersama-sama.

Selain itu, dengan pemerintah pernah mencekal Kiai Turaichan perihal perbedaan penentuan awal bulan Syawal.

Kendati demikian, Kiai Turaichan tidak selamanya berselisih dengan pemerintah. Ia bahkan dikenal sebagai ulama yang sangat bersemangat dalam mendukung undang-undang pencatatan nikah oleh negara yang berlaku sejak 1946.

Kiai Turaichan sangat menentang adanya pernikahan siri di bawah tangan, yang dalam praktiknya memang cenderung merugikan perempuan.

Baginya, wajib bagi seluruh umat Muslim Indonesia untuk menaati peraturan, selama aturan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Wafat

KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi tutup usia pada 20 Agustus 1999 dan dimakamkan di Kudus.

Sebelum wafat, Kiai Turaichan sempat meninggalkan beberapa pesan, yaitu:

  • Segala perbuatan harus berdasarkan syariat
  • Jangan mudah akjub pada hal-hal baru
  • Berjalanlah di jalan yang benar walaupun sendirian dan jangan lewat jalur yang salah meski banyak yang melakukannya.

Referensi: 

  • Jamil, A. (2009). Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Amzah.
  • Murtadho, Moh. (2008). Ilmu Falak Praktis. Malang: UIN Malang Press

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/08/140000879/kh-turaichan-adjhuri-asy-syarofi-mahaguru-ilmu-falak-indonesia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke