KOMPAS.com - Peraih medali emas olimpiade 2004 cabang bulu tangkis, Taufik Hidayat, mengaku punya pilihan yang berat sebelum memutuskan menjadi atlet saat masih usia muda.
Taufik Hidayat sempat di ambang rasa bimbang antara memilih menjadi layaknya seperti teman-temannya atau menjadi olahragawan.
Jika memilih hidup sebagai atlet, maka dia harus melepas segala kegiatan seperti teman-temannya yang bisa bersekolah mengikuti jenjang formal.
Selain itu, melupakan masa anak-anak dan remajanya kemudian hanya berkutat dengan raket maupun shuttlecock.
Baca juga: Cerita Taufik Hidayat yang Ingin Berkhianat pada Negara Indonesia
"Menjadi atlet itu harus mengesampingkan yang namanya kehidupan," kata Taufik dalam acara peresmian penerimaan mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung (ITB), Agustus 2018.
"Satu, main. Dua, saya ini bukan milik keluarga, bukan milik temen, pacar, istri. Tapi milik masyarakat Indonesia," ujarnya.
Keputusan menjadi seorang atlet Taufik ambil ketika usianya masih 13 tahun.
"Jadi ketika 13 tahun, orang tua saya memberi kesempatan untuk memutuskan apa saya tetep di olahraga atau sekolah."
"Kemudian saya memutuskan untuk bulu tangkis dan itu perjuangannya tidak mudah," jelas dia di akun resmi YouTube ITB.
Baca juga: Berawal dari Taufik Hidayat, Atlet Lain Mulai Bersuara soal Borok PBSI
Keputusan itu berbuah manis untuk Taufik Hidayat yang berkomitmen bertanggung jawab dengan pilihannya.
Taufik pernah merasakan puncak kariernya sebagai pebulu tangkis nomor satu dunia dan medali emas dari berbagai turnamen maupun kompetisi.
Akan tetapi, prestasi-prestasi yang dia raih tak membuatnya mencapai kepuasan dalam hidupnya.
Sebaliknya, pria 38 tahun itu ingin kembali ke masa saat dia kecil dan memilih untuk menjadi orang biasa sehingga bisa menikmati jenjang pendidikan pada umumnya.
"Kalaupun saya bisa dilahirkan kembali, saya ingin (pilih) sekolah, ingin kuliah, ingin makan pendidikan lebih tinggi lagi," ungkapnya.
Baca juga: Tontowi Mundur, Taufik Hidayat Kembali Beri Komentar Pedas
Karena, ucapnya, menjadi seorang atlet bukan hal mudah. Penuh tantangan sekaligus taruhan untuk masa depannya.
"Di Indonesia ini banyak orang tua meraguan anaknya jadi atlet. Karena berpikir masa depannya seperti apa."
"Kita nggak tahu, sampai kapan kita jadi atlet, kita nggak tahu," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.