Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa G30S: Siapakah Sosok Letnan Untung?

Kompas.com - 29/09/2020, 17:39 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Nama Letnan Kolonel Untung sering disebut dalam peristiwa Gerakan 30 September/PKI atau G30S/PKI. Sebelumnya, Letnan Kolonel Untung adalah penerima Bintang Sakti dalam Operasi Trikora di Irian.

Banyak orang yang beranggapan bahwa Untung adalah salah satu pengkhianat dalam peristiwa G30S/PKI. Namun, tidak sedikit orang yang menganggap bahwa dirinya hanyalah boneka bagi oknum-oknum tertentu yang ingin menggulingkan pemerintahan Sukarno.

Untung yang terkenal cerdas dan pendiam ini memiliki nasib baik dalam karier militernya. Namun, nasib baik itu menjadi sial di G30S/PKI dan harus wafat di depan regu tembak.

Masa lalu Untung

Dalam buku Untung, Cakrabirawa, dan G30S (2011) karya Petrik Matanasi, Untung memiliki nama asli Kusman. Lahir di Desa Seruni, Kedungbajul, Kebumen pada 3 Juli 1926.

Baca juga: Mengenal Pasukan Cakrabirawa, Pengawal Presiden Soekarno

Ayahnya, Abdullah adalah seorang penjaga toko bahan batik di Pasar Kliwon, Solo. Toko tempat Abdullah bekerja adalah milik orang keturunan Arab.

Sejak kecil, Kusman menjadi anak angkat pamannya yaitu Sjamsuri. Kusman tergolong anak pendiam.

Beranjak dewasa, Kusman tidak mau menonjolkan diri dan selalu merasa rendah hati. Kusman beruntung bisa merasakan sekolah dasar di Ketelan, meski tidak se-elit HIS atau ELS.

Setelah lulus sekolah dasar, Kusman melanjutkan sekolah dagang. Belum sempat lulus, tentara Jepang mendarat dan menguasai Indonesia. Hal ini menyebabkan Kusman terpaksa putus sekolah.

Semasa remaja, dirinya senang main bola. Bahkan menjadi anggota Keparen Voetball Club (Perkumpulan Sepak bola Keparen) di Kampung Keparen, Jayengan, Solo.

Bergabung dengan Heiho

Masa Kolonialisasi Hindia Belanda berlalu sejak kedatangan Jepang. Pemerintahan Jepang memfokuskan diri untuk mempertahankan Indonesia dari serbuan Sekutu dan membentuk kekuatan militer.

Baca juga: Ade Irma Suryani, Putri Jenderal AH Nasution yang Jadi Korban G30S/PKI

Kusman akhirnya mendaftar untuk menjadi anggota Heiho. Saat itu kebanyakan teman sebaya Kusman umumnya jadi PETA. Dirinya sengaja masuk ke Heiho agar bisa dikirm ke front.

Seperti lainnya, Kusman mendapat perlatihan dan pengenalan dunia militer serta bahasa Jepang. Setelah mendapat pelatihan, mereka disebar ke berbagai instalasi perang miliki tentara Jepang. Untuk Kusman sendiri, tidak banyak yang tahu dirinya ditugaskan di mana.

Kemungkinan besar dia masih ditempatkan di Pulau Jawa. Pasalnya setelah Jepang kalah dia berada di Jawa Tengah. Heiho menjadi awal karir Kusman sebagai militer profesional yang dibayar.

Setelah Heiho dibubarkan, Kusman menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang menjadi cikal bakal TNI.

Letnan Kolonel Untung (kiri) mendampingi Presiden Sukarnotribunnews.com Letnan Kolonel Untung (kiri) mendampingi Presiden Sukarno
Berganti nama "Untung"

Dilansir dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualan (2010) karya Julius Pour, semasa perang kemerdekaan Kusman bertugas di daerah Wonogiri sebagai anggota batalyon Soedigdo.

Baca juga: TNI, Sejarah dan Fungsinya

Batalyon Sudigdo merupakan bagian dari Divisi Panembahan Senopati yang berbasis di Jawa Tengah bagian selatan. Banyak dipengaruhi paham-paham komunis./marxisme.

Batalyon tersebut diyakini terlibat dalam Peeristiwa Madiun 1948. Ketika Batalyon Sudigdo dibersihkan oleh pasukan Siliwangi, Kusman yang pangkatnya sudah sersan mayor meloloskan diri ke Madiun dan menjadi bagian kecil dari pemberontakan Madiun Affair 1948.

Setelah peristiwa Madiun dan Agresi Militer Belanda II, Kusman kembali ke Jawa Tengah dan mengganti nama menjadi Untung. Dirinya bergabung kembali dengan TNI dan pernah menjabat Komandan Batalyon Banteng Raider.

Pada 1949, dia bergabung di Batalyon 444 di Kleco, Solo sebagai komandan Kompi. Pada 10 Oktober 1950 berubah menjadi Brigade Panembahan Senopati.

Wilayahnya meliputi Surakarta dan berkedudukan di Surakarta. Pada Januari 1952 Brigade Panembahan Senopati berubah nama menjadi Resimen Infanteri 15.

Baca juga: Heiho dan PETA, Organisasi Militer Bentukan Jepang

Karier militer

Untung sempat ikut dalam Operasi 17 Agustus pada 1958 yang dipimpin Ahmad Yani. Saat itu Untung masih menjadi Komandan Kompi dengan pangkat Letnan Satu. Pada 1959, Untung kembali ke Jawa Tengah.

Setelah operasi selesai, Untung menjadi Komandan Batalyon 454/para Banteng Raiders Dipenogero, Srondol, selatan Semarang. Saat itu pangkatnya Mayor.

Sekitar 14 Agustus 1962, Untung diterjunkan ke daerah Sorong, Papua Barat. Untung merupakan bagian dari Operasi Mandala yang dipimpin Soeharto.

Setelah operasi militer sukses, Untung mendapat kenaikan pangkat secara istimewa dari mayor ke Letnan Kolonel serta mendapatkan bintang jasa setelah memimpin pasukan gerilya menyerang tentara Belanda di Papua Barat.

Selain itu, dirinya juga dipercaya untuk menjabat Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa.

Baca juga: Urutan Kronologi Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan

Seperti yang diketahui, Untung kemudian mengangkat diri sebagai Ketua Dewa Revolusi sekaligus memimpin Gerakan 30 September hanya untuk melindungi bapak nasionalis Indonesia, Sukarno yang sekaligus menjadi atasan Untung.

Saat menjadi Ketua Dewan Revolusi, dirinya dikenal dengan nama baru yaitu Untung Syamsuri. Tidak banyak yang ingat bahwa nama tersebut dulunya adalah Kusman.

Akhir dari riwayatnya, Untung dijatuhi hukuman mati di Cimahi. Grasinya ditolak dan harus berhadapan oleh para regu tembak. Dirinya meninggal tahun 1966.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com