KOMPAS.com - Setelah Sukarno dan Mohammad Hatta menyampaikan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, kehidupan berjalan seperti biasa saja.
Dalam buku Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi (1977) karya H Rosihan Anwar, dalam pekan-pekan pertama September 1945 tak terjadi perubahan yang ekstrim.
Seolah-olah tidak ada peristiwa proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara. Saat itu terdapat dua macam pemerintahan, yaitu Pemerintahan Balatentara Dai Nippon dan Pemerintah Republik Indonesia.
Saat itu Pemerintah Balatentara Dai Nippon sudah kehilangan semangat. Bersamaan dengan itu, Pemerintah Republik Indonesia belum berhasil mengokohkan kekuasaannya di semua bidang.
Baca juga: Arti dan Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 6 September keluar Pengumuman Badan Penerangan perihal sebutan P.Y.M yang ditandatangani Sukarno. Saat itu, dirinya sudah tiga minggu menjadi Presiden.
Pengumuman tersebut berisi sebagai berikut:
Kecuali dalam urusan yang resmi-resmi benar mengenai Negara Republik Indonesia, maka saya minta di dalam sebutan sehari-hari disebut BUNG KARNO saja, jangan Paduka Yang Mulia.
Kehidupan masyarakat setelah Proklamasi juga tidak ada yangistimewa. Bioskop masih terus buka, bahkan masih menangyangkan film-film buatan Jepang atau yang berbau tentara Jepang.
Pertunjukan tinju juga masih terus diadakan. Pada 9 September, petinju-petinju besar yang bermain. Selain itu kegiatan loterai saat itu juga masih berjalan.
Baca juga: Detik-detik Proklamasi Berkumandang
Bahkan uang dalam loterai tersebut masih dinyatakan dalam f atau florin, Gulden Hindia Belanda. Masyarakat pada waktu itu juga masih menggunakan penanggalan tahun Jepang. Karena tertulis 2605 dan bukan 1945 dalam kalender Indonesia.
Selain kehidupan berjalan biasa saja, suasana dalam masyarakat melempem. Hal ini karena kurang tegasnya pimpinan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pemuda merasa Sukarno-Hatta masih ragu dala memimpin.
Sukarno dan Hatta masih memperhitungkan sikap pembesar-pembesar Jepang yang sudah kalah perang. Sukarno memilih untuk menunggu kedatangan Sekutu, sehingga tidak ada pergerakan dari dirinya.
Karena merasa resah, para pemuda mulai melancarkan berbagai kegiatan untuk mengubah keadaan. Munculah beberapa kelompok dan pusat gerakan pemuda yang kemudian melahirkan Angkatan Pemuda Indoensia (API).
Selain melancarkan aksi coret-coret menuliskan semboyan perjuangan di tembok, kereta api, trem, seperti "Merdeka atau Mati", "Sekali merdeka tetap merdeka", para pemuda merebut senjara dan kendaraan dari Jepang.
Baca juga: Era Pemerintahan di Indonesia Sejak Kemerdekaan
Inggris kemudian datang bersama beberapa orang Belanda. Merasa sangat geram, pemuda mencetuskan gagasan mengenai rapat raksasa di Ikada.