Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siasat Seni dan Industri Kreatif Menghadapi Pandemi Episode 2

Kompas.com - 26/04/2020, 10:24 WIB
Arum Sutrisni Putri

Penulis

KOMPAS.com - Gelar Wicara Asli Indonesia: Siasat Seni dan Industri Kreatif Menghadapi Pandemi (episode 2) ditayangkan TVRI pada Sabtu, 26 April 2020 jam 09.00. Berikut ini ringkasan materinya:

Narasumber Gelar Wicara Asli Indonesia adalah Dirjen Kebudayaan di Kemdikbud RI Hilmar Farid, Chatib Basri (ekonom, mantan Menteri Keuangan RI 2013-2014), Triawan Munaf (Mantan Kepala Bekraf, Komisaris Utama PT Garuda Indonesia), Leonard Thesabrata (Direktur LLP-KUKM), Enin Supriyanto (kurator independen), Farah Wardani (kurator, seniman, Direktur IVAA), Linda Hoemar Abidin (Yayasan Kelola dan Koalisi Seni Indonesia), dan Edwin Nazir (Ketua Umum Aprofi).

Hilmar mengatakan dampak COVID-19 ada jangka pendek dan jangka panjang yang masing-masing perlu strategi pertahanan berbeda. Dirjen Kebudayaan telah membantu membiayai kegiatan-kegiatan seni dan industri kreatif. Seni dan industri kreatif terkait kesehatan mental masyarakat. Kontribusi seni sangat penting untuk menumbuhkan gotong royong.

Triawan Munaf mengatakan perhatian pemerintah akan menimbulkan empati pada para seniman. Harus ada stimulus pada 16 sub sektor ekonomi kreatif terutama pada pekerja lepas (freelancer), dengan mempertimbangkan perbedaan dampak di daerah dan kota, ketersediaan cadangan dan permintaan pasar yang masih diharapkan tiap sektor.

Pemberian bantuan pemerintah kepada para subsektor dimulai dari melakukan pendataan karena beda-beda di tiap daerah. Seniman dan pelaku industri kreatif termasuk UMKM harus bisa kreatif melakukan kegiatan di rumah.

Pemerintah harus membantu sebagai jaring pengaman sosial. Memberikan bantuan pada perusahaan yang mempekerjakan banyak orang agar jangan sampai ada pengangguran. Dampaknya berbahaya bila ada pengangguran karena pekerja kreatif sekitar 18 juta. 

Industri-industri besar yang tergantung pada ekosistem, bisa menggunakan kesempatan ini dengan tabungannya, membantu pelaku industri terkait agar ekosistem tidak mati.

Di setiap kondisi apa pun selalu ada oportunis yang memanfaatkan situasi, semua pihak harus sepakat menghindari itu. Dan harus menjalankan pancasila sila kelima, pengejawantahan gotong royong. Pengawasan dari pemerintah dan gotong royong masyarakat akan menjadi solusi jangka pendek.

Linda Hoemar Abidin mengatakan diperlukan mekanisme pendataan dengan satu pintu dari akses dan verifikasi akses mengingat pendataan data pelaku seni dan industri kreatif dilakukan beberapa kementerian.

Dari sisi pekerja seni, bisa mempermudah masyarakat mengakses karya seni dengan memanfaatkan teknologi digital, mengurangi pajak pajak hiburan dan pertambahan nilai agar daya beli terjaga, dan memberikan stimulan akibat pembatalan atau penundaan acara seni.

Chatib menjelaskan pengurangan (relaksasi) pajak itu efektif bila perusahaan untung tetapi perusahaan yang rugi dan hampir tutup tidak bisa bayar pajak.

Dalam situasi seperti ini pemerintah harus membantu total, tidak sekadar relaksasi tetapi juga memberi stimulus. Kalau perlu pemberian bantuan tunai agar seniman dan pelaku industri tetap kreatif. Meski tidak mungkin semua dibantu pemerintah, harus ada prioritas.

Selain itu, social distancing tidak bisa dikompensasi dengan uang saja, tetapi juga rasa kenyamanan orang tinggal di rumah. Orang tetap harus hidup sebagai manusia ketika tinggal di rumah, bisa beraktivitas seperti olahraga dan hiburan.

Sektor seni berperan penting, meski keuangan pemerintah terbatas, tetapi faktor psikologis harus mendapat perhatian. Pemerintah fokus pada soal bantuan atau penanganan ekonomi, dan tidak kalah penting adalah modal sosial.

Leonard menyatakan pemikirannya mungkinkah ada revolusi mental di bidang perekonomian. Pelaku industri kreatif harus tetap membicarakan masa depan, perubahan gaya hidup dan kebutuhan masyarakat setelah corona harus diperkirakan dari sekarang.

Ia melihat perubahan besar pasti akan segera terjadi di level mikro dan ultra mikro, maka pemerintah harus membantu karena ketahanan mereka rentan. Sebelum corona, gotong royong sudah hampir punah, ini saatnya semua berkolaborasi. Perlu agregasi dan kooperasi sesama pelaku industri. Bila biasanya bersaing sekarang bersatu.

Edwin menungkapkan industri film diperkirakan akan cepat pulih. Sebab konten yang bagus sudah siap semua dan tinggal tayang, sebelumnya banyak yang dibatalkan atau ditunda. Saat kehidupan kembali normal mereka akan segera dipasarkan dan dinikmati masyarakat.

Di masa pandemi sekarang persiapan, saat kondisi normal produksi bisa berjalan lagi meski ada tantangan. Hiburan orang salah satunya film, semoga melahirkan penonton-penonton baru setelah normal dari yang sudah terbiasa menonton film saat pandemi.

Adapun kendala 2-3 bulan ini tidak ada produksi konten sehingga tidak ada tayangan baru. Kendala lain, pembuatan film harus bekerja sama dengan berbagai pihak dan ada film yang tidak bisa dinikmati umum karena itu.

Perlindungan sosial adalah yang paling mendesak. Tetapi perlu ada stimulus pada proyek yang dibiayai negara. Semoga ada karya baru yang muncul. Perusahan mencari terobosan untuk membuat sesuatu yang baru.

Enin menjelaskan skema pembiayaan mengandalkan peserta galeri, sejumlah kecil sponsorship, dan modal awal perusahaan. Saat ini ketiganya tidak berjalan, aliran dana (cashflow macet). Dikhawatirkan berujung pada pengurangan gaji bahkan pemutusan hubungan kerja. Dampak akan sangat terasa dalam waktu dekat.

Jenis karya yang konvensional kecil sekali jumlah seniman yang sudah siap untuk berpikir dan bekerja yang membuat karya yang bisa masuk ranah digital, dari segi distribusi hingga transaksi.

Dibutuhkan masa transisi untuk membuka peluang untuk transformasi. Misal tetap menjalankan acara konvensional dengan memperkenalkan program digital. Melakukan sinergi konvensional dan digital untuk mendorong seni.

Praktik seni rupa kontemporer berhubungan dengan fenomena masyarakat. Seniman tidak melulu sebagai pelaku utama tetapi katalisator yang bergerak bersama masyarakat sesuai cakupan wilayah masing-masing.

Sedangkan seniman yang bekerja secara konvensional agar tetap berkarya di masa social distancing, bisa menghasilkan karya seni rupa untuk merekam kondisi zaman dan pengalaman sekitarnya. Karya seniman bisa menjadi media refleksi.

Farah mengatakan pemberdayaan teknologi digital tidak hanya untuk seniman, tapi juga terkait ekosistem seni rupa internasional apalagi karya seni bisa berfungsi sebagai diplomasi budaya.

Para seniman terlebih kontemporer memang basisnya merespons terhadap kondisi sosial melalui karyanya. Itu sebuah keniscayaan dan tinggal dimobilisasi saja. Kalangan pekerja seni percaya hal itu bisa menjadi mediasi bagi masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com