Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Pajak Indonesia, Dimulai Zaman Kerajaan

Kompas.com - 22/02/2020, 08:00 WIB
Ari Welianto

Penulis

KOMPAS.com - Sejarah pajak di Indonesia cukup panjang. Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. 

Pajak merupakan salah satu komponen penting dalam perjalanan suatu bangsa, tidak terkecuali bangsa Indonesia.

Hampir semua negara menerapkan aturan tentang pengenaan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pajak adalah pungutan wajib yang biasanya berupa uang.

Uang tersebut dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah.

Baca juga: Pajak: Arti, Sejarah dan Fungsinya

Sejarah pajak

Dalam sejarah pajak di Indonesia sudah diberlakukan pada masa kerajaan, masa kolonial, hingga zaman modern.

Masa kerajaan

Pajak sudah ada sejak lama, termasuk di Indonesia. Pajak di Indonesia sudah diperlakukan sejak zaman kerajaan.

Hanya saja untuk sistem pungutan pada zaman kerajaaan dan sekarang berbeda.

Dikutip dari situ resmi www.Pajak.go.id, pada zaman kerajaan hingga penjajahan pungutan yang diperlakukan bersifat memaksa.

Zaman kerajaan pungutannya adalah upeti kepada raja sebagai persembahan yang dianggap sebagai wakil tuhan.

Ada timbal balik dengan rakyat yang membayar upeti tersebut. Di mana rakyat mendapat jaminan dan ketertiban dari raja. 

Bahkan pada zaman itu beberapa kerajaan juga melakukan sistem pembebasan pajak, terutama pada tanah perdikan.

Baca juga: Ini Alasan Pertamina Tunggak Pajak Reklame SPBU Tanjung Priok hingga Rp 1,8 M

Dikutip dalam buku Pajak dan Pendanaan Peradaban Indonesia (2020), pada zaman kerajaan upeti merupakan instrumen bagi penguasa (raja-raja yang merasa lebih kuat) untuk menunjukan, menegaskan dan mempertahankan kekuasaan atas raja-raja yang lebih lemah.

Upeti yang dibayarkan secara bertingkat mengikuti hierarki pemerintah.

Pejabat-pejabat lokal yang memungut dari warga membayar upeti ke penguasa lokal, penguasa lokal ke raja yang menaungi wilayahnya.

Kerajaan-kerajaan kecil membayar upeti ke kerajaan lebih kuat yang telah berhasil menaklukan kerajaan lainnya.

Tidak seperti pajak pada era modern ini. Di mana pajak di desain untuk membiayai kepentingan dan kesejahteraan bersama.

Dulu, upeti dibayarkan lebih untuk kepentingan penguasa dan agar membayar secara aman.

Kerajaan patrol tidak memiliki kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan bawahannya.

Jangankan nasib rakyat kerajaan taklukan, kesejahteraan rakyat di kerajaan inti sendiri belum tentu menjadi agenda.

Baca juga: Tunggak Pajak Rp 1,8 M, Reklame SPBU Pertamina di Tanjung Priok Disegel

Masa kolonial

Ketika masuk era kolonial oleh Belanda dan bangsa Eropa pajak mulai dikenakan.

Pajak yang diterapkan itu, seperti pajak rumah, pajak usaha, sewa tanah maupun pajak kepada pedagang. Itu diperlakukan pada 1839.

Adanya sistem itu membuat masyarakat merasa berat dan terbebani. Apalagi tidak ada kejelasan dan banyak penyelewengan oleh pemerintah kolonial waktu itu.

Pada masa kolonial, saat itulah mengenal sistem perpajakan modern.

Pada 1885, pemerintah Kolonial Belanda membedakan besar tarif pajak berdasarkan kewarganegaraan wajib pajak.

Seperti pemerintah memberlakukan kenaikan pajak tinggal untuk warga Asia menjadi 4 persen.

Masa kemerdekaan

Pada masa kemerdekaan, pajak dimasukan ke dalam UUD 1945 Pasal 23 pada sidang BPUPKI. Pasal itu berbunyi segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

Baca juga: Ini Denda Telat Lapor SPT Tahunan Pajak di 2020

Meski sudah dituangkan dalam UU, tapi pemerintah belum dapat mengeluarkan UU khusus yang mengatur tentang pajak. Ini disebabkan terjadi Agresi Militer Belanda dan membuat pemerintahan Indonesia memindahkan ibukota ke Yogyakarta.

Karena roda pemerintahan dan pembiayaan pengeluaran negara harus tetap dijalankan.

Lalu, pemerintah mengadopsi beberapa aturan tentang pajak peninggalan pemerintahan kolonial.

Seperti Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 dan membentuk beberapa suborganisasi untuk melaksanakan pemungutan pajak. Seperti Jawatan Pajak, Jawatan Bea dan Cukai serta Jawatan Pajak Hasil Bumi pada Direktorat Jenderal Moneter.

Dalam ekonomi modern pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah yang paling penting.

Baca juga: Puluhan Pengemplang Pajak Kendaraan Terjaring Razia di PIK

Pajak berbeda dengan sumber pendapatan lain, karena merupakan pungutan wajib dan tidak tidak terbatas.

Biasanya uang dari hasil pajak tersebut akan dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk lain.

Bisa lewat layanan publik, pembangunan infrastruktur, maupun untuk kesejahteraan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com