Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Kompas.com - 06/02/2020, 13:45 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia menggunakan sistem otonomi daerah dalam melaksanakan pemerintahannya.

Otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, otonomi daerah menjadi permasalahan yang hidup dan berkembang sepanjang masa. Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakatnya.

Adanya sistem otonomi daerah ternyata sudah terbentuk bahkan sebelum Indonesia merdeka. Berikut sejarah otonomi daerah dari masa ke masa:

Era kolonial

Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani dkk, pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan mengenai otonomi daerah, yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan tentang administrasi Negara Hindia Belanda).

Baca juga: Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya

Kemudian pada 1903, belanda mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada dewan di masing-masing daerah. Namun kenyataannya, pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan.

Bahkan hanya setengah anggota dewan daerah yang diangkat dari daerah dan sebagian lainnya pejabat pemerintah.

Dewan daerah hanya berhak membentuk peraturan setempat yang menyangkut hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah kolonial.

Dewan daerah mendapatkan pengawasan sepenuhnya dari Gouverneur-General Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia.

Kemudian pada 1922 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru mengenai administrasi.

Dari ketentuan S 1922 No 216 munculah sebutan provincie (provinsi), regentschap (kabupaten), stadsgemeente (kota) dan groepmeneenschap (kelompok masyarakat).

Sistem otonomi di era Belanda hanya untuk kepentingan penjajah saja, agar daerah tidak mengganggu koloni dalam meraup kekayaan di Indonesia.

Baca juga: Optimalisasi Otonomi Daerah Dinilai Lebih Bijak Ketimbang Pemindahan Ibu Kota

Namun ada beberapa yang bisa dipelajari dari sistem otoni daerah era Belanda, yaitu kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan pola penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertingkat.

Hal inilah yang masih dipraktikkan dalam penyelenggaraan pemerintah Indonesia dari masa ke masa.

Era Jepang

Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang banyak melakukan perubahan yang cukup fundamental.

Pembagian daerah pada masa Jepang jauh lebih terperinci ketimbang pembagian di era Belanda. Awal mula masuk ke Indonesia, Jepang membagi daerah bekas jajahan Belanda menjadi tiga wilayah kekuasaan.

Wilayah tersebut yaitu Sumatera di Bukittinggi, Jawa dan Madura dengan kedudukan di Jakarta, serta wilayah timur, seperti Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil, dan Maluku.

Di Jawa, Jepang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa bagian, dikenal dengan sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi dalam Ken (kabupaten) dan Si (kota).

Baca juga: Ibu Kota Akan Dipindah, Wapres Minta Otonomi Daerah Diperkuat

Jepang tidak mengenal provinsi dan sistem dewan. Pemerintah daerah hampir sama sekali tidak memiliki kewenangan. Penyebutan otonomi daerah pada masa itu bersifat menyesatkan.

Namun, struktur administrasi lebih lengkap bila dibandingkan dengan pemerintah Belanda.

Struktur administrasi tersebut adalah:

  • Panglima Balatentara Jepang
  • Pejabat Militer Jepang
  • Residen
  • Bupati
  • Wedana
  • Asisten Wedana
  • Lurah atau Kepala Desa
  • Kepala Dusun
  • Rt atau RW
  • Kepala Rumah Tangga

Sistem adminsitrasi tersebut yang kemudian diwariskan ke pemerintah Indonesia pasca proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Orde Lama

Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia, sementara pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden tahun 1960.

Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Di Era Orde Lama, Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi.

Baca juga: Pengamat Otonomi Daerah Usul Pembentukan Dewan Kawasan Ibu Kota Negara ke Wapres

Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkat daerah, yaitu:

  • Kotaraya
  • Kotamadya
  • Kotapraja

Orde Baru

Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II.

Selama Orde Baru berlangsung, pemerintah pusat memperketat pengawasan atas pemerintah daerah sebagai pengejawantahan dari pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat.

Dalam era tersebut dikenal tiga jenis pengawasan, yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif, dan pengawasan umum.

Era Reformasi

Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu:

  • UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
  • UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Dalam perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut dinilai baik dari segi kebijakan maupun implementasinya.

Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan otonomi daerah di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi.

Baca juga: Mendagri: Inovasi Perkuat Otonomi Daerah

Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan beberapa revisi pada UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian dikenal dengan UU No 32 Tahun 2004.

Untuk mengatur keuangan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dari situlah yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah.

Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com