Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hak Veto PBB: Definisi, Sejarah, dan Perdebatannya

Kompas.com - 31/01/2020, 21:30 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Hak veto atau veto power dalam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) adalah hak istimewa yang dimiliki anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Dilansir dari situs resmi PBB, hak veto dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Mereka adalah:

  • Amerika Serikat
  • Inggris
  • Rusia
  • China
  • Perancis

Kelima negara itu bisa membatalkan keputusan yang dihasilkan Dewan Keamanan PBB.

Sejarah hak veto

Hak veto diterapkan di organisasi internasional sebelum PBB, Liga Bangsa-bangsa (LBB). Di LBB, setiap anggota punya hak veto terhadap keputusan non-prosedural.

Baca juga: Sejarah Berdirinya PBB

Artinya, setiap keputusan yang dihasilkan harus disetujui seluruh anggota.

Setelah LBB bubar, negara-negara kubu Sekutu dalam Perang Dunia II sepakat membentuk PBB.

Tiga negara pemrakarsa yakni Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet bertemu dan merumuskan pembentukan PBB di Dumbarton Oaks (Agustus-Oktober 1944) dan Yalta (Februari 1945).

Setelah China bergabung, keempat pempimpin negara sepakat prinsip konsensus. Artinya, semua kebijakan yang dihasilkan harus berdasarkan persetujuan semua pihak.

Jurnal The American Political Science Review Volume 39 No 5 yang diterbitkan pada Oktober 1945 mencatat, hak veto sempat diperdebatkan dalam pembentukan PBB.

Baca juga: Piagam PBB, Asas dan Tujuan PBB

Di Konferensi San Francisco yang melahirkan Piagam PBB, delegasi Amerika Serikat bersikukuh prinsip konsensus harus dicantumkan dalam piagam.

Negara-negara kecil memprotes hak veto yang dimiliki oleh lima negara pemrakarsa PBB.

Senator AS Conally merobek salinan Piagam PBB dan menyampaikan ke perwakilan-perwakilan negara-negara kecil, jika tak ada hak veto, maka tak ada PBB.

"Silakan jika itu (menolak hak veto) yang Anda mau. Pulang dari konferensi ini dan sampaikan bahwa Anda berhasil menolak hak veto. Tapi apa jawaban Anda ketika ditanya 'Di mana Piagam PBB?" kata Conally.

Di Piagam PBB, hak veto tidak disebutkan secara eksplisit. Namun di Pasal 27 disebut semua urusan prosedural Dewan Keamanan harus diputuskan bersama-sama oleh lima anggota tetap.

Artinya, jika ada satu saja yang menolak, maka keputusan tidak bisa dibuat.

Baca juga: Struktur Organisasi PBB

Kritik terhadap hak veto

Dalam perkembangannya, hak veto kerap digunakan oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk melindungi kepentingannya sendiri.

Seperti dikutip dari riset PBB, dari awal berdiri (1946) hingga Juli 2019, negara yang paling banyak menggunakan hak vetonya adalah Uni Soviet (kini Rusia) dengan 141 veto terhadap resolusi Dewan Keamanan.

Menyusul AS (83), Inggris (32), Perancis (18), dan China (14).

Penggunaan hak veto sangat bergantung pada kondisi politik. Di tahun 1960-an misalnya, ketika banyak negara-negara koloni memerdekakan diri, mereka memilih berseberangan dengan negara Barat.

AS, Inggris, dan Perancis terpaksa menggunakan hak vetonya.

Baca juga: Pencapaian dan Tugas Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB

Begitu pula ketika Perang Dingin di tahun 1970-an, AS dan Uni Soviet saling menggunakan hak veto.

Setelah Perang Dingin berakhir dan Uni Soviet bubar, Dewan Keamanan jarang berbeda pendapat dan hak veto tak banyak digunakan.

Dalam 10 tahun terakhir, hak veto banyak digunakan dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah.

Amerika Serikat kerap memveto keputusan yang mendukung Palestina dan merugikan Israel.

Pada 20 Desember 2019, Rusia dan China memveto bantuan kemanusiaan untuk Suriah lewat perbatasan Irak dan Turki.

Indonesia bersama banyak negara lain, berharap keistimewaan hak veto dihapus. Sebab, hak veto dinilai tidak demokratis.

Baca juga: Indonesia Dukung Upaya Penghapusan Hak Veto di PBB

Satu negara pemegang hak veto bisa mengacaukan kebijakan yang diputuskan Dewan Keamanan. PBB tak bisa menindak Israel sebab selalu diveto oleh AS.

Juga langkah Rusia menganeksasi Crimea, tidak bisa dilawan sebab Rusia menggunakan hak veto untuk membela kepentingannya sendiri.

Dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri, Indonesia berpandangan bahwa masyarakat internasional perlu mempertimbangkan penghapusan hak veto.

Sembari terus menyuarakan hal tersebut, Indonesia juga mendukung inisiatif untuk membatasi penggunaan hak veto, misalnya, dengan tidak menggunakan hak veto untuk situasi yang secara jelas termasuk kejahatan kemanusiaan dan situasi humaniter.

Karenanya, Indonesia mendukung usulan kelompok Accountability, Coherence, and Transparency (ACT) bagi perumusan Code of Conduct serta inisiatif Perancis dan Meksiko terkait pembatasan penggunaan veto.

Baca juga: Trump Veto Larangan Kongres AS Jual Senjata Rp 113 Triliun ke Arab Saudi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com