Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Manusia Purba Menyikapi Fenomena Alam yang keras?

KOMPAS.com – Manusia modern hidup dalam peradaban yang telah berkembang karena teknologi.

Ada rumah dan gedung untuk berlindung dari cuaca, ada listrik untuk menerangi kegelapan, tidak ada pengahat atau pendingin ruangan, binatang buas yang berkeliaran, hingga tidak adanya alat transportasi.

Lantas bagaimana manusia purba menyikapi fenomena alam yang keras dan tidak stabil, serta apa pengaruhnya bagi fisik mereka?

Berlindung dalam gua

Manusia purba berlindung di dalam gua alami sebagai rumah utnuk berlindung dari cuaca dan binatang buas. Mereka juga berburu dan mengumpulkan makanan untuk bertahan hidup.

Tidak seperti manusia modern yang memiliki berbagai jenis pakaian untuk melindungi diri dari cuaca dingin, manusa purba menggunakan kulit hewan sebagai pakaian.

Dilansir dari History, ketika manusia bermigrasi ke iklim utara sekitar 45.000 tahun yang lalu, mereka merancang pakaian yang belum sempurna dari kulit binatang untuk melindungi diri dari dingin.

Mereka membuat pakaian longgar dari kulit yang bisa digunakan sebagai kantong tidur dan gendongan bayi.

Manusia purba yang tinggal di iklim dingin memiliki tubuh yang lebih kekar dan lebih pendek. Hal ini merupakan bentuk adaptasi untuk mengurangi kehilangan panas tubuh di lingkungan yang dingin.

Sebagai kebalikannya, manusia purba ynag tiggal di iklim panas memiliki tubuh yang kurus dengan kaki yang panjang sehingga mempermudah penguapan panas tubuh.

Manusia purba yang hidup di iklim panas juga memiliki rambut yang keriting dan tidak menutupi leher. Berdasarkan situs Australian Museum, rambut yang tidak menempel di leher memperlihatkan lebih banyak kulit sehingga lebih memudahkan penguapan panas dan keringat.

Adapun manusia purba hidup di iklim dingin cenderung memiliki rambut yang lurus. Rambut yang lurus menutupi leher sehingga bisa membantu insulasi panas dan memberikan kehangatan tambahan.

Fisik manusia purba lebih kuat

Manusia purba tidak memiliki moda transportasi. Mereka berpindah sejauh bermil-mil hanya menggunakan kekuatan kakinya.

Tidak hanya berjalan membawa berta tubuhnya, manusia purba juga membawa berbagai bawaan menggunakan tangan kosong. Banyak ilmuan meneliti tentang kekuatan fisik manusia purba dari fosil dan artifak yang ditinggalkan.

Dilansir dari Discover Magazine, seorang peneliti bernama Colin Shaw dalam Journal of Human Evolution (2013) menyebutkan bahwa tulang kering Homo sapiens dan Neanderthal yang berusia 40.000 dan 120.000 tahun tampak lebih kuat daripada tulang kering atlet lintas alam yang telah berlari 80 hingga 100 mil per minggu sejak remaja.

Manusia purba Australopithecus aferensis dengan kerangka yang dikenal sebagai Lucy memiliki lengan yang lebih panjang dan kuat dibanding manusia modern. Disadur dari Live Science, Australopithecus memiliki perawakan yang pendek, massa tubuh rendah, lengan yang panjang dan kuat.

Hal tersebut membuat mereka lebih unggul dari manusia modern dalam hal berenang, menyelam, dan memanjat pohon. Australopithecus mungkin bisa melakukan gerakan senam dan gimnastik lebih baik dari atlet karena kekuatan fisik tubuh bagian atas mereka.

Berburu

Manusia purba ketika masa nomaden (berpindah-pindah) memperoleh makanan dengan cara berburu ataupun mengumpulkan ubi-ubian, kacang-kacangan, buah-buahan, dan berbagai sayuran.

Pada masa tersebut, manusia belum memanfaatkan api sehingga daging dan sayur dimakan dalam kondisi mentah.

Hingga akhirnya manusia menemukan api dan mulai memasak makanannya. Memasak makanan dengan api menghasilkan lebih banyak protein, saat inilah manusia mengembangkan otak yang lebih besar.

Dilansir dari National Geographic, memasak makanan memberkan lebih banyak kalori dan mengevolusi manusia.

Namun ternyata pergeseran makanan mentah ke makanan olahan ini berkonstribusi terhadap penyakit baru bagi manusia seperti diabetes, penyakit jantung, dan obesitas. Sehingga manusia purba bisa dibilang lebih sehat daripada manusia modern. 

https://www.kompas.com/skola/read/2021/08/21/130000869/bagaimana-manusia-purba-menyikapi-fenomena-alam-yang-keras

Terkini Lainnya

Siapa Itu Parikesit?

Siapa Itu Parikesit?

Skola
Karakter Tokoh Wayang Kumbakarna

Karakter Tokoh Wayang Kumbakarna

Skola
Mengenal Tokoh Rahwana

Mengenal Tokoh Rahwana

Skola
Tokoh Anoman dalam Pewayangan Ramayana

Tokoh Anoman dalam Pewayangan Ramayana

Skola
Mengenal Ukara Lamba Basa Jawa

Mengenal Ukara Lamba Basa Jawa

Skola
Bedane Geguritan Gagrak Lawas lan Gagrak Anyar

Bedane Geguritan Gagrak Lawas lan Gagrak Anyar

Skola
Prinsip dan Macam-macam Tembang Jawa Tengahan

Prinsip dan Macam-macam Tembang Jawa Tengahan

Skola
Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh Tembang Jawa Gedhe

Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh Tembang Jawa Gedhe

Skola
Gaman lan Aji-Ajine Wayang

Gaman lan Aji-Ajine Wayang

Skola
Ratu, Negara, lan Patihe dalam Pewayangan

Ratu, Negara, lan Patihe dalam Pewayangan

Skola
Peran Siswa dalam Mendukung Implementasi Wawasan Kebangsaan

Peran Siswa dalam Mendukung Implementasi Wawasan Kebangsaan

Skola
Hubungan Antargatra

Hubungan Antargatra

Skola
Peran dan Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional

Peran dan Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional

Skola
Kesediaan Warga Negara untuk Melakukan Bela Negara

Kesediaan Warga Negara untuk Melakukan Bela Negara

Skola
Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khusus

Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khusus

Skola
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke