Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kekayaan dan Potensi Natuna

KOMPAS.com - Natuna memiliki luas wilayah daratan dan lautan mencapai 264.198,37 kilometer persegi. Berbagai komoditas laut menjadi kekayaan alam Natuna.

Dilansir dari situs resmi Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, secara administratif Natuna terdiri dari 12 kecamatan.

Natuna terletak di antara 1° 16’ - 7° 19’ Lintang Utara dan 105° 00’ - 110°00’ Bujur Timur.

Komoditas laut Natuna

Natuna memiliki luas laut mencapai 99 persen dari total luas wilayahnya. Selain luas, laut Natuna juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

Potensi sumber daya ikan laut Natuna pada 2011 sebesar 504.212,85 ton per tahun atau sekitar 50 persen dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP RI) 711 di Laut Natuna.

Jumlah tangkapan yang diperbolehkan mencapai 403.370 ton. Kemudian pada 2014, pemanfaatan produksi perikanan tangkap Natuna mencapai 233.622 ton atau 46 persen dari total potensi lestari sumber daya ikan.

Dari hasil yang didapat tersebut, komoditas perikanan di Natuna terbagi dalam dua kategori, yaitu ikan pelagis dan ikan demersal.

Potensi ikan pelagis di Natuna mencapai 327.976 ton per tahun, dengan jumlah tangkapan yang dibolehkan sebesar 262.380,8 ton per tahun atau 80 persen.

Pada 2014, tingkat pemanfaatan ikan pelagis hanya mencapai 37,8 persen atau 99.037 ton. Selebihnya sebesar 163.343,8 ton per tahun belum dimanfaatkan.

Ikan pelagis merupakan ikan yang hidupnya di permukaan air hingga kolam anatara 0-200 meter. Ikan pelagis memiliki kebiasaan hidup membentuk kelompok dalam melangsungkan hidupnya.

Berdasarkan ukurannya, ikan pelagis dibedakan menjadi pelagis kecil dan besar. Contohnya ikan tuna, ikan pedang, marlin, cakalang, tenggiri, dan lainnya. Untuk pelagis kecil adalah selar, teri, kembung, tongkol, dan lainnya.

Untuk potensi ikan demersal mencapai 159.700 ton per tahun, sedangkan tingkat pemanfaatannya pada 2014 hanya sebesar 40.491 ton atau 25 persen per tahun.

Artinya masih ada sekitar 119.209 ton per tahun ikan demersal yang belum dimanfaatkan di Natuna. Ikan demersal adalah ikan yang melangsungkan kehidupannya di dasar laut, baik untuk mencari makan atau memijah.

Ikan demersal banyak dijumpai di lingkungan pantai hingga laut dalam. Ikan demersal dibagi menjadi dua jenis, yaitu benthic dan benthopelagic.

Beberapa jenis ikan di Natuna yang potensial untuk dikembangkan antara lain ikan jenis kerapu, tongkol krai, teri, tenggiri, ekor kuning, selar, kembung, udang putih, udang windu, kepiting, rajungan, cumi-cumi, dan sotong.

Daerah penangkapan ikan di Natuna berada di sekitar Pulau Bunguran, Natuna Besar, Pesisir Pulau Natuna, Midai, Pulau Serasan, Tambelan, dan Laut China Selatan.

Lokasi penangkapan kepal besar umumnya berada di luar lokasi 4 mill laut yang berada di wilayah laut Natuna, Laut China Selatan.

Perebutan wilayah Natuna

Dengan sumber daya ikan yang berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan membuat daya tarik bagi negara-negara lain.

Bahkan negara tetangga Indonesia berebut untuk saling klaim wilayah Natuna.

Diawali dari Malaysia yang menginginkan Natuna sebagai bagian dari wilayahnya, kemudian disusul konflik dengan China yang sampai saat ini masih sering terjadi.

China mengklaim bahwa Natuna masuk dalam Sembilan Titik atau Nine Dash Line China. Namun sampai saat ini peta tersebut tidak sah sebagai perbatasan teritorial karena tidak sesuai dengan hukum internasional.

Dalam hukum internasional mengatakan bahwa perbatasan teritorial harus stabil dan terdefinisi dengan baik.

Sembilan Titik yang dibuat China tidak stabil karena dari 11 menjadi sembilan garis tanpa alasan.

Kemudian tidak ada definisi secara jelas dan kuat. Selain itu tidak memiliki koordinat geografis dan tidak menjelaskan bentuk bila semua garis dihubungkan.

Meski Indonesia telah memiliki UNCLOS 1982 dan ASEAN membuat Code of Conduct (COC) antara Indonesia dan China, nyatanya China masih terus berusaha memasuki Natuna.

Dilansir dari Kompas.com kapal penangkap ikan dan coast guard China diduga melakukan pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan memasuki Perairan Natuna pada 31 Desember 2019.

Mereka juga melakukan pelanggaran ZEE seperti melakukan praktik illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di wilayan tertitori Indonesia.

Kapal-kapal tersebut melakukan pencurian ikan yang dilakukan dengan pukat harimau. Beberapa nelayan Indonesia sering bersinggungan dengan kapal ikan asing yang membawa bendera China.

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Masudi meminta China untuk patuh terhadap ketentuan yang telah ditetapkan UNCLOS 1982 tentang batas teritori.

Selain itu kementrian Luar Negeri telah mengirimkan nota protes resmi dan memanggil Dubes China untuk Indonesia di Jakarta.

(Sumber:KOMPAS.com/Luthfia Ayu Azanella | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/04/190000869/kekayaan-dan-potensi-natuna

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke