Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Terjadi pada Tubuh Astronot yang Meninggal di Luar Angkasa?

Kompas.com - 20/02/2024, 15:35 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seiring dengan maraknya misi ke luar angkasa, maka akan makin sering pula manusia yang diluncurkan ke sana.

Namun pernahkah bertanya-tanya, apa yang akan terjadi pada astronot yang katakan saja meninggal saat menjalankan misinya.

Baca juga: Rekor Baru Manusia yang Habiskan Waktu Terlama di Luar Angkasa

Kira-kira apa yang akan dilakukan pada jenazah astronot yang sudah meninggal tersebut dan apa yang akan terjadi pada tubuhnya?

Meninggal di luar angkasa

Luar angkasa tentu sangat berbeda kondisinya dengan Bumi tempat kita berpijak saat ini.

Itu adalah lingkungan yang keras, suhu yang sangat dingin, serta radiasi berbahaya.

Nah, mengutip Live Science, dalam ruang hampa bertekanan rendah, cairan apa pun dari permukaan tubuh (kulit, mata, mulut, telinga, dan paru-paru) akan segera berubah menjadi gas.

Menurut Jimmy Wu, kepala insinyur di Translational Research Institute for Space Health, di the Baylor College of Medicine, Texas pembuluh darah di dekat permukaan juga bisa pecah dan berdarah, bahkan setelah kematian.

Lalu, sisa air di dalam tubuh kemungkinan akan membeku karena suhu dasar luar angkasa yang rendah yakni minus 270,45 derajat Celcius.

Hilangnya cairan, ditambah pembekuan dapat menyebabkan tubuh menjadi mumi yang pada dasarnya menjaga tubuh tetap utuh.

Lantas apa yang akan terjadi selanjutnya pada tubuh?

Apa yang akan terjadi selanjutnya bergantung pada apakah ada bakteri di sekitarnya.

Baca juga: Apa Makanan yang Cocok untuk Perjalanan Luar Angkasa?

Penelitian di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menunjukkan bahwa bakteri dapat bertahan hidup di luar angkasa setidaknya selama tiga tahun.

Jika bakteri masih hidup di tubuh, mereka akan mulai mencernanya.

Meskipun sebagian besar ruang angkasa sangat dingin, ruang angkasa juga bisa menjadi panas.

Sebagai gambaran suhu di permukaan ISS dapat berkisar dari minus 200 C hingga 200 C.

Dalam lingkungan yang lebih panas, dekomposisi akan sangat cepat.

Radiasi kuat di ruang angkasa juga kemungkinan besar akan berdampak buruk pada tubuh, memecah ikatan karbon dan menyebabkan kerusakan kulit dan otot.

Pemakaman luar angkasa

Ada beberapa pertimbangan pula untuk 'membuang' jenazah astronot sebagai salah satu solusi saat ada yang meninggal di luar angkasa.

Setelah dibuang, tubuh yang mengalami dehidrasi dan membusuk itu akan menunju orbit, mengikuti arah dorongannya, kecuali jika bertabrakan dengan benda lain.

Dan tentu saja kemungkinan bertabrakan lebih besar mengingat banyaknya puing-puing dan satelit yang mengorbit di sekitar Bumi.

Untuk menghindari risiko ini, NASA merekomendasikan untuk pergi lebih jauh ke luar angkasa dan “meninggalkan orbit planet” sebelum membuang sesuatu.

Pasalnya, tabrakan antar objek dan wahana luar angkasa dapat menyebabkan kerusakan yang merugikan.

Baca juga: Apakah Penjelajah Luar Angkasa Bakal Mengembangkan Aksen Bahasa Baru?

Jika jenazah yang dibuang itu berhasil menghindari tabrakan dengan satelit dan sampah luar angkasa, lama kelamaan jenazah akan tertarik ke arah Bumi secara perlahan karena tarikan gravitasi.

Pada akhirnya, yang mungkin merupakan bagian paling dramatis dari perjalanan jenazah di luar angkasa adalah itu akan masuk kembali ke atmosfer dan terbakar.

Melepaskan tubuh dari pesawat luar angkasa bukanlah satu-satunya pilihan setelah kematian.

NASA juga mengembangkan kantong jenazah yang dapat mengawetkan jenazah selama 48 hingga 72 jam. Waktu itu dianggap cukup untuk kembali ke Bumi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Namun jika perjalanannya jauh, seperti misi Mars yang memerlukan waktu 7 bulan untuk kembali ke Bumi, tentu perlu mencari opsi lain.

"NASA sedang mempersiapkan prosedur pemakaman di luar angkasa. Industri penerbangan luar angkasa komersial pun juga harus merencanakan cara tersebut," tambah Wu.

Namun harapannya, kematian di luar angkasa bisa dihindari.

Baca juga: Kenapa Pilih Bikin Koloni di Mars daripada di Bulan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com