Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Bosscha, Sinema dan Berharap Daya Cipta

Kompas.com - 13/08/2022, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGABDI Setan 2 dan Petualangan Sherina sama–sama menggunakan Observatorium Bosscha dalam adegan–adegannya. Namun daya cipta yang diwariskannya jauh berbeda. Petualangan Sherina menyajikan kesan positif tentang observatorium. Ia juga terus mengingatkan nusantara dipayungi keluasan langit yang menanti dieksplorasi. Satu hal yang tak muncul dalam “Pengabdi Setan 2.”

Pengabdi Setan 2, film yang sedang naik daun itu, diawali adegan seorang jurnalis memasuki gedung kuno berkubah besar di Bandung. Di dalamnya terdapat teleskop besar. Tepat pada lantainya tergeletak jasad–jasad yang menghadap satu arah.

Adegan inilah yang menghebohkan jagat astronomi di Indonesia. Tiada penjelasan soal gedung itu di sepanjang durasi film. Tapi dengan lokasi kota Bandung, kuno, berkubah besar dan memiliki teleskop besar; maka adegan itu sontak terasosiasikan dengan ikon Bandung utara: Observatorium Bosscha. Untuk selanjutnya kita sebut singkat saja, Bosscha.

Asosiasi inilah yang menyebabkan manajemen Bosscha bersikap. Mereka sangat menyesalkan pemunculan adegan di tempat yang dengan mudah dikenali sebagai gedung Koppel Observatorium Bosscha.

Baca juga: Sedang Dibangun, Apa Upgrade Observatorium Timau dari Bosscha?

Tengara kawasan selama berpuluh tahun, gedung ini memiliki kubah 14,5 meter berbobot 56 ton yang terpasang aman di puncaknya, sebagai pelindung bagi teleskop pembias ganda Zeiss, sepasang teleskop yang masing–masing memiliki lensa cembung obyektif bergaris tengah 60 cm dengan panjang fokus 10,8 meter.

Teleskop ini masih terus bertugas mengamati sistem bintang ganda, gerak diri gugus bintang dan paralaks bintang (guna penentuan jarak bintang). Teleskop ini juga melaksanakan tugas pengamatan bintang Be, yakni bintang–bintang yang spektrumnya memiliki komponen garis–garis Balmer. Pengamatan dilakukan dengan spektograf BCS (Bosscha compact spectograph).

Produser Pengabdi Setan 2 sejauh ini tidak merespons sikap manajemen Bosscha. Berbeda dengan gerak cepatnya dalam menyikapi keluhan penderita epilepsi sensitif–cahaya dengan mengumumkan penggunaan flash dan strobo.

Sejumlah kalangan berdalih adegan itu lebih merupakan efek visual. Lingkungan di sekeliling gedung kuno itu digambarkan berbeda dengan lingkungan Observatorium Bosscha. Pun demikian ruang dalam gedung. Dialog–dialog juga tak secara secara tekstual menyebut nama Bosscha.

Namun, tak bisa dimungkiri bahwa saat kata "Bandung" dirangkaikan dengan "gedung berkubah" dan "teleskop", maka kesan yang terbentuk dalam benak khalayak ramai adalah Bosscha. Untuk itu, manajemen observatorium sangat menyesalkan pemunculan tengara Bosscha karena memberikan kesan yang tidak benar.

Bosscha di Titik Nadir

Bosscha tak alergi dengan dunia sinema. Popularitas Bosscha dalam masa kiwari sedikit banyak juga dibentuk lewat sinema. Melalui simbiosis yang apik dan muatan edukatif yang pekat, hadirnya Bosscha dalam sinema Indonesia hampir seperempat abad silam pernah menjadi sebuah fenomena tersendiri. Apalagi kalau bukan melalui Petualangan Sherina.

Poster film Petualangan Sherina yang mengambil salah satu latarnya di Observatorium BosschaWikipedia Poster film Petualangan Sherina yang mengambil salah satu latarnya di Observatorium Bosscha

Dr. Moedji Raharto adalah kepala Observatorium Bosscha kala Petualangan Sherina dibuat. Beliau adalah satu dari sedikit orang Indonesia yang namanya ditabalkan ke langit sebagai nama asteroid. Tepatnya asteroid 12177 Raharto (garis tengah 2,8 km) yang menghuni kawasan Sabuk Asteroid Utama dan ditemukan pada tahun 1977.

Beliau juga merupakan guru, sahabat, kolega sekaligus lawan diskusi saya. Dalam sejumlah kesempatan Dr. Raharto kerap bertutur kisah di balik layar Bosscha dan Petualangan Sherina. Bagaimana Bosscha laksana sedang menapaki lintasan yang menukik asimtotik ke titik nadir pada masa–masa itu.

Baca juga: Observatorium Bosscha Pecahkan Rekor, Potret Bulan Sabit Tertipis pada Siang Hari

Pasca batalnya rencana pembangunan teleskop optik van der Hucht (garis tengah 2 meter) dan GERT (giant equatorial radio telescope) oleh berbagai sebab pada dasawarsa 1980–an, Bosscha mulai menapaki jalan yang menurun. GERT semula dirancang cukup ambisius, menempati lingkungan garis khatulistiwa di Sumatera Barat sebagai jajaran 86 teleskop radio parabolik yang membentang sepanjang 2 km dalam sumbu utara–selatan.

Lingkungan yang berubah pesat, terutama perkembangan kota Bandung di selatan dan kota kecil Lembang di utara, menghasilkan jepitan ganda yang kian menekan Bosscha. Dasawarsa 1990–an menyaksikan betapa usulan untuk menutup Bosscha mulai berbisik.

Pukulan dahsyat datang melalui krisis multidimensi 1998–1999. Fluktuasi mata uang membuat anggaran tahunan menguap habis jauh sebelum tutup tahun. Riset–riset yang rutin dilaksanakan Bosscha terpaksa dihentikan. Pasokan data ilmiah ke dunia astronomi global pun terhenti. Sebaliknya biaya operasional membengkak.

Alhasil apa yang semula hanya berbisik kini menjadi lebih lantang. Bosscha hanya dianggap beban dan usul untuk menutupnya kian menguat.

Dalam situasi demikian, naiklah Petualangan Sherina ke layar lebar di tahun 1999. Film yang berkisah tentang persahabatan anak–anak yang dibumbui perlawanan terhadap orang jahat. Gedung Koppel di Bosscha pun menjadi salah satu lokasi adegannya.

Meskipun digambarkan bahwa kedua tokoh utama film tersebut datang ke Bosscha dalam upayanya melarikan diri dari para penculiknya, namun tiada adegan baku hantam dan kekerasan di sini. Justru teleskop pembias ganda digambarkan dengan elok sedang melaksanakan tugasnya, meneropong bintang–bintang. Canopus, Capella, Vega.

Miles Film dengan cerdik mengadopsi rumus pemasaran model Warkop DKI. Maka Petualangan Sherina hadir sebagai film keluarga bergenre anak–anak. Perhitungannya sederhana. Anak–anak yang ingin menyaksikannya tentu akan didampingi orangtuanya. Bahkan juga didampingi kakek neneknya atau para kerabatnya. Maka reaksi berantai pun tercipta.

Namun taruhannya tak kalah besar. Film anak–anak Indonesia adalah hal yang langka pada masa itu. Masa di mana layar lebar hanya didominasi film–film dewasa model Basic Instinct. Film yang mengeksploitasi ragawi para putri sampai ke titik yang membikin risih. Jika reaksi berantai tak kunjung tercipta, maka Petualangan Sherina akan gagal.

Namun reaksi berantai itu terbentuk. Kerinduan para orang tua akan film yang ramah anak menjadi salah satu daya ungkitnya. Maka bioskop pun dibanjiri rombongan–rombongan keluarga. Hanya dalam dua pekan saja, telah tercatat 350 ribu penonton. Secara akumulatif 1,6 juta penonton telah menyaksikan Petualangan Sherina di layar lebar.

Salah satu film yang menandai kebangkitan kembali sinema Indonesia setelah hampir satu dasawarsa berkutat di titik nol.

Dari Apollo 13 ke October Sky

Yang sama sekali tak disangka, Petualangan Sherina ternyata menghasilkan umpan balik sangat signifikan bagi Bosscha.

"Demam" baru terbentuk dan berkepanjangan hingga bertahun kemudian. Dari semula hendak menuju titik nadir, Bosscha mendadak terdorong meroket menuju titik zenith. Viral seviral–viralnya. Anak–anak beserta keluarganya dengan antusias berbondong–bondong ke Bosscha. Kemacetan panjang selalu terbentuk tiap akhir pekan dan tiap masa liburan.

Staf–staf Bosscha menjadi luar biasa sibuk. Berbagai fasilitas didandani. Gedung Koppel tetap menjadi pusat gravitasi. Dr. Raharto berkisah betapa pernah beliau harus berceramah secara berkelanjutan pada rombongan demi rombongan pengunjung yang memasuki kompleks Bosscha. Beliau menghitung secara akumulatif dalam sehari itu ada sekitar 6.000 pengunjung.

Saya di halaman gedung Koppel yang ikonis di kompleks Observatorium Bosscha. Gedung yang menjadi latar adegan ?Petualangan Sherina? hingga ?Pengabdi Setan 2.?Sudibyo, 2010 Saya di halaman gedung Koppel yang ikonis di kompleks Observatorium Bosscha. Gedung yang menjadi latar adegan ?Petualangan Sherina? hingga ?Pengabdi Setan 2.?

Banyak hal kemudian tercipta. Mulai dari kontribusinya kepada sang induk Ganesha, pujian dari dunia astronomi global sebagai bagian dari populerisasi astronomi hingga efek berantai pada perekonomian warga sekitar kompleks.

Imaji Bosscha pun sangat positif, sebagai balai peneropongan bintang satu–satunya (saat itu) di Indonesia. Juga sebagai tempat bersejarah dan bernilai ilmiah yang harus dilestarikan. Dan sebagai fasilitas yang harus dikembangkan lagi di berbagai titik pada segenap penjuru Nusantara.

Bayangkan, sebuah film anak–anak bisa berdampak demikian luas. Dan memberikan daya cipta (inspirasi) bagi generasi muda pada zamannya, dua dasawarsa silam. Kini daya cipta apa yang hendak diwariskan Pengabdi Setan 2 terhadap Bosscha?

Tren penonton Indonesia kiwari memang lebih menyukai film horor. Dari 20 film terlaris sepanjang masa, lima di antaranya bergenre horor. Produser mana pun tentu ingin film produksinya dapat mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Syukur–syukur mampu meraup keuntungan. Derivasi dari prinsip ekonomi film demikian secara rasional di antaranya mengikuti tren yang sedang berlaku. Itu wajar.

Pertanyaannya adalah, apapun genre filmnya, apakah bisa menginspirasi? Atau lebih jauh lagi apakah bisa mengedukasi?

Pengalaman di Amerika Serikat mungkin bisa menjadi pembanding. Sekitar separuh dari para teknokrat dan cendekiawan di badan antariksa mereka (NASA) saat ini adalah para remaja yang begitu terinspirasi kala menyaksikan Apollo 13.

Dibintangi aktor legendaris Tom Hanks, Apollo 13 merupakan salah satu film laris di tahun 1995. Film yang berkisah perjuangan 3 astronot setelah wahana Apollo 13 mereka rusak berat di tengah perjalanan menuju pendaratan di Bulan.

Di tempat lain, banyak dari perwira Angkatan Laut AS (US Navy) saat ini juga adalah adalah para remaja yang begitu terpukau dengan aksi Tom Cruise dalam Top Gun. Film ini menjadi salah satu film tersukses masa itu.

Demikian populernya hingga US Navy membuka pos–pos perekrutan kadet baru di halaman bioskop–bioskop AS yang sedang menayangkan film ini. Gravitasi yang mereka tawarkan sederhana, ketimbang sekadar berfantasi mengapa tidak menjajal peruntungan untuk menjadi penerbang AL? Penerbang yang bisa memiloti jet tempur F–14 Tomcat meluncur dari sistem pelontar di kapal induk bertenaga nuklir?

Baca juga: Observatorium Baru Indonesia, Kenapa Dibangun di Timau?

Dan mari sebut juga October Sky, film yang tak sepopuler Apollo 13 maupun Top Gun, meski tetap mencatatkan untung. Film yang berkisah para remaja sekolah menengah atas dasawarsa 1950–an di kota kecil terpencil jauh di tengah benua Amerika namun memiliki mimpi besar membangun sistem peroketan AS, memiliki dampak kultural yang luar biasa. Menjadikannya salah satu tontotan wajib bagi para astronom amatir.

Dua negara bagian AS, yakni Virginia Barat dan Tennessee, bahkan berebut menjadi tempat yang mewarisi semangat October Sky. Dua festival tahunan digelar terpisah di masing–masing negara bagian, untuk menghormati dan meneruskan pencapaian para remaja tersebut.

Kita di Indonesia memang belum sejauh itu. Tapi bukannya mustahil.

Bagi beberapa orang, termasuk saya, Petualangan Sherina telah menggapai titik sebagaimana yang pernah diraih October Sky. Petualangan Sherina telah dan masih terus mengingatkan betapa nusantara memiliki langit tak kalah luasnya yang menanti dieksplorasi. Oleh siapa lagi kalau bukan oleh kita sendiri? Oleh generasi muda yang terinspirasi?

Dalam konteks inilah Pengabdi Setan 2 patut disayangkan, karena nyaris tanpa inspirasi dan menegasikan upaya–upaya tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com