Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: 91 Persen Masyarakat di Asia Pasifik Percaya terhadap Sains

Kompas.com - 20/06/2022, 11:01 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setidaknya 91 persen masyarakat di Asia Pasifik mengaku percaya terhadap sains, dengan 87 persen orang memercayai para ilmuwan, seiring dengan dunia yang mulai bangkit dari pandemi Covid-19.

Hal tersebut diungkapkan dalam State of Science Index 2022, sebuah survei persepsi sains global.

Survei itu mencatat bahwa 57 persen responden setuju, sains sangat penting untuk melakukan kegiatan sehari-hari, dibandingkan angka global yang hanya mencapai 52 persen.

Baca juga: Survei: 98 persen Responden di Indonesia Dukung Target Global untuk Melindungi Bumi

Perusahaan sains global 3M telah melakukan survei di 17 negara di seluruh dunia, yang melibatkan sekitar 1.000 responden dari setiap negara.

Para responden turut melihat peluang sains untuk menemukan solusi dari berbagai masalah sosial, termasuk perubahan iklim, kesetaraan dalam bidang kesehatan, serta STEM (science, technology, engineering, and mathematics).

“Masyarakat terus menghargai dan memercayai sains bahkan saat kita memasuki fase pemulihan pasca pandemi, tetapi kita perlu membuka jalan untuk komunikasi sains yang kredibel, agar dapat menghubungkan sains dengan isu-isu yang penting.”

Hal itu dikatakan oleh Senior Vice President, 3M Asia Corporate Affairs dan Managing Director 3M Korea, Jim Falteisek dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (19/6/2022). 

“Kami sangat senang dapat meluncurkan hasil dari survei State of Science Index 2022, yang menunjukkan apa yang masyarakat pikirkan dan rasakan dalam bidang STEM ini, dampaknya terhadap dunia di sekitar kita, dan bagaimana kita dapat menjembatani kesenjangan ini," lanjutnya.

Misinformasi berpotensi memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap sains

Sayangnya, kepercayaan ini dapat dikacaukan oleh informasi salah, yang beredar di tengah masyarakat.

Rata-rata masyarakat di kawasan tersebut percaya ada misinformasi yang tersebar luas di media tradisional.

Di antaranya termasuk berita online, media cetak atau siaran televisi (71 persen), serta di media sosial (85 persen) yang dapat mengancam kredibilitas ilmiah.

Faktanya, survei itu menemukan 36 persen responden di Asia Pasifik masih cenderung skeptis terhadap sains daripada responden secara global dengan persentase 29 persen.

Kendati demikian, mereka mengakui sains sangat diperlukan, di mana sebagian besar masyarakat meyakini ada konsekuensi negatif jika orang tidak menghargai sains.

Tak hanya itu, krisis kesehatan masyarakat, banyaknya perpecahan dalam masyarakat, dan meningkatnya tingkat keparahan efek perubahan iklim dilihat sebagai konsekuensi utama jika orang tidak dapat memercayai berita tentang sains.

Sebanyak 82 persen responden di Asia Pasifik juga ingin mengetahui lebih banyak dari para ilmuwan tentang pekerjaan mereka, menyoroti peluang yang jelas bagi komunikasi sains untuk masa depan.

Baca juga: Survei Terbaru, Mayoritas Warga Jabodetabek Salah Paham soal Kualitas Udara

 

Hambatan kesetaraan STEM

Di samping itu, keragaman dan inklusi dalam STEM (science, technology, engineering, and mathematics), dinilai sebagai permasalahan yang perlu diatasi.

Sebanyak 85 persen responden di Asia Pasifik setuju, bahwa ada hambatan bagi siswa untuk mengejar pendidikan STEM, termasuk:

  • Kurangnya akses
  • Ketidakmampuan untuk mendapatkan pendidikan STEM yang kuat
  • Siswa yang memiliki terlalu banyak tanggung jawab pribadi untuk fokus pada pendidikan STEM, misalnya siswa yang harus mencari uang, melakukan pekerjaan rumah tangga, mengasuh anggota keluarga.

Sebagian besar juga percaya, kelompok minoritas sering kali tidak menerima akses ke pendidikan STEM yang sama.

Perempuan, menghadapi banyak tantangan sepanjang perjalanan STEM mereka. Di seluruh Asia Pasifik, 83 persen responden menyetujui ada lebih banyak yang harus dilakukan untuk mendorong dan membuat perempuan terlibat dalam pendidikan STEM.

Mereka yakin para perempuan meninggalkan posisi pekerjaan STEM, karena tidak menerima dukungan yang cukup.

Baca juga: Survei: Pelajar Indonesia Anggap Polusi Isu Global yang Mendesak

Sementara, 62 persen di antaranya mengatakan perempuan atau anak-anak perempuan cenderung lebih tidak percaya diri, untuk belajar ilmu teknik (engineering) daripada bidang sains lainnya.

“Saya adalah salah satu dari sedikit orang yang beruntung yang menerima dukungan besar sejak masih muda. Hal ini membantu menjaga passion saya terhadap sains tetap menyala dan menjadikan saya seperti saat ini," papar 3M Southeast Asia Research and Development Operations Leader, Chan Yen Sze.

"Hal itu juga yang membuat saya sangat percaya dalam berinvestasi di komunitas yang membutuhkan pemberdayaan," imbuhnya.

Oleh karena itu, para responden menyerukan kepada komunitas sains dan perusahaan untuk meningkatkan kesetaraan dan representasi STEM dalam angkatan kerja mereka.

Mayoritas dari mereka juga menginginkan komunitas sains melakukan lebih banyak hal, guna menarik tenaga kerja yang beragam.

Baca juga: Survei: Risiko Diabetes Selama Pandemi Dipengaruhi Perubahan Gaya Hidup

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com