Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Permasalahan Stunting di Indonesia, Peneliti BRIN Manfaatkan Teknik Analisis Nuklir

Kompas.com - 12/06/2022, 17:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebut bahwa teknik analisis nuklir (nuclear analytical technique), mampu mendeteksi kandungan nutrisi pada sebuah makanan.

Hal ini dinilai penting dilakukan untuk mengetahui terjadinya malnutrisi pada anak, sekaligus sebagai salah satu upaya mencegah stunting di Indonesia.

Malnutrisi tidak hanya disebabkan oleh kekurangan nutrisi, namun juga bisa disebabkan oleh kelebihan asupan nutrisi ke dalam tubuh," ujar Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN) BRIN, Muhayatun dilansir dari laman resmi BRIN, Minggu (12/6/2022).

"Ada beberapa penyebab malnutrisi yang dialami anak-anak, diantaranya adalah kurangnya variasi makanan, pola makan kurang baik, lingkungan tidak sehat, juga permasalahan poverty dan equality di Indonesia,” lanjutnya.

Baca juga: Apa Itu Stunting dan Dampaknya pada Tumbuh Kembang Anak?

Perlu diketahui, stunting adalah suatu kondisi terganggunya tumbuh kembang anak yang biasanya disebabkan oleh kekurangan nutrisi, infeksi berulang, atau stimulasi psikologis yang kurang memadai.

Muhayatun menjelaskan, bahwa teknik analisis nuklir yang digunakan para peneliti bertujuan untuk mendeteksi elemen-elemen di dalam sampel.

Adapun analisis ini mengedepankan teknologi berbasis nuklir khususnya gamma ray yaitu metode neutron activation analysis.

Kemudian menggunakan X-ray yaitu metode X-ray Fluorescence, gabungan antara gamma ray serta X-ray yakni accelerator based ion beam technique maupun dengan metode yang lebih kompleks yaitu synchrotron radiation technique.

“Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan teknologi berbasis nuklir, di antaranya simultan, tidak merusak, selektif-sensitif, kemudian tidak perlu sampel yang banyak, dan juga efektif dari segi waktu,” terangnya.

Menurut Muhayatun, teknik analisis nuklir yang dikembangkan BRIN memberikan hasil positif dalam penentuan komposisi zat gizi, khususnya mineral mikro dan makro.

Data riset tersebut nantinya akan digunakan sebagai informasi, atau evaluasi status gizi bahan pangan dan asupan anak sekolah, batita (bayi di bawah tiga tahun) maupun batuta (bayi usia di bawah satu tahun) sebagai langkah awal asesmen kecukupan gizi.

Baca juga: Mungkinkah Anak yang Hidup di Perkotaan Mengalami Stunting? Ini Kata Ahli

Anak di Indonesia masih kekurangan gizi

Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2022 prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Angka ini masih berada di atas standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 20 persen.

Oleh karenanya, pemerintah menganggap stunting saat ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi oleh anak-anak di Indonesia.

Dengan mengambil sampling berbagai bahan makanan yang dikonsumsi oleh balita dari tiga daerah di Pulau Jawa antara lain Bandung Barat, Lebak dan Lamongan, ditemukan masih banyaknya anak-anak yang mengalami kekurangan gizi.

Kondisi itu disebabkan karena jumlah mikronutrien yang dikonsumsi relatif di bawah angka kecukupan gizi (AKG) atau recommended dietary allowances (RDA).

Baca juga: Sering Dianggap Kondisi yang Sama, Ketahui Perbedaan Pendek dan Stunting pada Anak

Studi kasus pada daerah sentra industri turut menunjukkan, lingkungan sangat berpengaruh pada mikronutrien dalam makanan di suatu daerah.

“Ternyata jika berbicara mengenai permasalahan gizi, tidak cukup kita hanya memenuhi kebutuhan gizinya saja, tetapi harus dikaitkan dengan environment di sekitarnya, keduanya saling melengkapi satu sama lain,” ungkap Muhayatun.

Kepala PRTDRAN, Abu Khalid Rivai menekankan pencegahan stunting menjadi prioritas nasional, dan teknologi nuklir mempunyai peran penting dalam kegiatan tersebut.

Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi stunting menurut BRIN antara lain, termasuk:

  • Mengidentifikasi penyebab stunting
  • Melibatkan berbagai pihak terkait
  • Melakukan pendampingan aktif untuk masyarakat kurang mampu
  • Melakukan edukasi dan konseling kepada masyarakat
  • Meningkatkan daya beli masyarakat
  • Mempermudah akses layanan kesehatan
  • Melakukan intervensi nutrisi
  • Menjamin ketersediaan pangan, serta menjaga
  • Meningkatkan kesehatan lingkungan dan sanitasi.

 Baca juga: Cegah Stunting Sejak Bayi dalam Kandungan, Begini Saran Dokter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com