Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kakek Tewas Dikeroyok, Sosiolog : Main Hakim Sendiri jadi Momen Penyaluran Kekesalan Individu

Kompas.com - 25/01/2022, 17:54 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akibat salah tuduh, seorang kakek berinisial HM (89) yang diteriaki maling, berujung tewas akibat pengeroyokan massa yang main hakim sendiri pada Minggu (23/1/2022).

Peristiwa yang terjadi di Jalan Pulo Kambing Raya, Cakung, Jakarta Timur ini sempat viral di berbagai platform media sosial, sampai akhirnya diselidiki oleh kepolisian.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengungkapkan, polisi sudah melakukan penyelidikan dengan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa 14 orang saksi. 

Baca juga: Kasus Kekerasan Siswi SMP di Pontianak dari Kacamata Psikologi Remaja

"Kami melakukan cek analisis TKP berdasarkan rekaman (kamera) CCTV yang ada. Kemudian, sampai sore ini kami sudah melakukan pemeriksaan dan masih berlangsung," ujar Zulpan kepada wartawan, Senin (24/1/2022).

Endra mengatakan, dari 14 orang saksi tersebut, disebutkan bahwa tersangka utama adalah pemuda berinisial R.

R diduga memprovokasi pengendara lain dengan berteriak maling, karena tersenggol oleh kendaraan korban.

"Ini yang diakui oleh pemilik motor (tersangka) yang diserempet tersebut. Pemilik motor yang tersenggol tersebut mengakui memprovokasi dengan teriakan maling," jelas Zulpan.

Akibatnya, kata Zulpan, pengendara lain yang berada di sekitar lokasi kejadian berusaha mengejar HM, sampai akhirnya berujung aksi pengeroyokan. 

"Sehingga mengakibatkan orang-orang di sekitar berempati dan mengejar secara beramai-ramai dengan menggunakan motor terhadap pengemudi Toyota Rush tersebut," ungkap Zulpan.

Main hakim sendiri jadi momen penyaluran kekesalan individu

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, A.B Widyanta mengatakan, sebenarnya fenomena main hakim sendiri ini bukanlah hal baru dalam masyarakat kita.

"Fenomena main hakim sendiri oleh massa semakin sering terjadi di masyarakat kita, secara lebih khusus masyarakat urban atau semi urban," kata A.B Widyanta yang akrab disapa Abe kepada Kompas.com, Selasa (25/1/2022).

Banyak persoalan atau kasus yang berujung pada kondisi buruk, bahkan kematian akibat massa yang main hakim sendiri ini. Sebagian besar, tindakan main hakim sendiri itu merupakan pelampiasan emosi individu yang terlibat di suatu peristiwa itu.

Menurut Abe, tanpa disadari atau mungkin tidak sengaja dilakukan, main hakim sendiri bisa jadi kesempatan bagi seorang invididu untuk meluapkan emosi yang ada di dalam dirinya, meskipun perisitiwa yang ada di depannya saat itu bukan masalah sumber masalah emosi yang ada di hatinya.

Dengan kata lain, seperti kejadian yang dialami oleh kakek HM, bisa saja orang-orang yang ikut dan terprovokasi oleh tersangka untuk meneriaki dan mengeroyok korban memang memiliki masalah individu yang tersimpan di dalam dirinya.

Ketika mendengar teriakan maling dan sulutan emosi dari massa lainnya yang ikut mengejar kakek HM, emosi di dalam dirinya ikut terpancing dan tersulut dalam bentuk tindakan.

"Bisa jadi, penganiayaan dan main hakim itu dijadikan momentum bagi penyaluran kekesalan atau amarah sosial massa," jelasnya.

Baca juga: Video Viral Ojol Dipukul Pengemudi Mobil, Apa yang Menyebabkan Seseorang Mudah Tersulut Emosi?

Ilustrasi pengeroyokanTHINKSTOCK Ilustrasi pengeroyokan

Lebih lanjut, kata Abe, momentum penyaluran kekesalan atau amarah sosial itu merupakan bagian dari frustasi sosial.

Frustasi sosial merupakan titik puncak ketika seseorang mengalami kondisi merosotnya mental emosional, batiniah, dan pandangan hidup masyarakat secara luas.

Hilangnya jaminan kepastian dan rasa aman, bertumpuknya rasa tertekan, stres, dan kecemasan, yang makin membuncah akibat derita yang berkepanjangan akan terus mengendap dan semakin mengental pekat.

Baca juga: Media Sosial Membuat Orang Merasa Ekspresi Kemarahannya Secara Online Lebih Dihargai

Nah, jika semua hal ini terakumulasi dan mencapai titik jenuhnya, maka bukan tidak mungkin suatu keadaan akan mengerucut dan mengkristal pada sebuah kondisi yang kelam, terpuruk dan terjadinya depresi hingga frustasi sosial yang meluas.

Umumnya, frustasi sosial akan memicu rentetan persoalan lainnya dalam kehidupan, terutama yang menyangkut masalah kejahatan, konflik sosial yang mengemuka, meningkatnya angka bunuh diri, dan lain sebagainya.

Sementara itu, Abe juga mengaku tidak mudah untuk memberikan saran, agar kita dapat menjaga diri tidak ikut-ikutan main hakim saat ada peristiwa yang heboh terjadi di depan mata kita.

"Menurut saya, agak sulit memberikan pemahaman untuk mengontrol emosi dalam situasi amok (amuk) massa begitu. Karena itu solusi yang sangat personal dan behavioristik," jelasnya.

Sebab, selain persoalan frustasi sosial dan kemarahan sosial, anonimitas dan impersonalitas masyarakat urban juga berperan dalam tindakan nekat yang dilakukan individu massa ketika peristiwa itu terjadi.

"Anonimitas dan impersonalitas di tengah amuk massa itu, orang cenderung akan melakukan tindakan nekat, tanpa perasaan, tanpa basis kesadaran dan rasio, tanpa pandang bulu, dan berupaya memaksakan kehendak berdasarkan impulse (hasrat yang menyerang secara mendadak) masing-masing orang," ujarnya.

Baca juga: Kerusuhan Wamena, Kenapa Kemarahan karena Hoaks Bisa Sangat Merusak?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com