Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Umur Hutan Primer Gambut Sumatra dan Kalimantan Tinggal 50 Tahun Lagi, Ini Sebabnya

Kompas.com - 22/11/2021, 17:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Yenni Vetrita dan Bambang Hero Saharjo

SEKITAR 50 tahun mendatang, anak cucu kita mungkin tidak bisa lagi melihat secara langsung seperti apa hutan primer yang berada di lahan gambut (hutan gambut) pulau Sumatra dan Kalimantan. Hutan primer adalah hutan yang belum terjamah oleh aktivitas manusia.

Per 2015, kami mencatat luas kawasan hutan primer di kawasan gambut hanya sekitar 438 ribu hektare (ha) di Sumatra dan 426 ribu ha di Kalimantan. Padahal, pada 1990, hutan primer di kedua pulau itu membentang hingga 3,8 juta ha atau melebihi luas provinsi Jawa Tengah.

Penelitian kami bersama ahli ekologi dari University of Maryland Center for Environmental Science Amerika Serikat, Mark A. Cochrane menunjukkan hutan yang tinggal sedikit itu tidak membutuhkan waktu lama untuk habis —- sekitar 50 tahun —- bila laju kebakaran tidak diturunkan.

Prediksi tersebut dihitung berdasarkan formula Fire Return Interval. Formula ini menggambarkan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah area untuk habis terbakar berdasarkan rata-rata laju kebakarannya setiap tahun.

Baca juga: Bantu Penurunan Emisi Karbon, Inilah Potensi Penting dari Lahan Gambut

Perhitungan itu berbasis data satelit Terra/Aqua MODIS Burned Area Collection 6 yang mendeteksi area bekas terbakar secara bulanan sejak tahun 2001-2018. Kami juga menyandingkan data tutupan lahan gambut tahun 1990, 2007, dan 2015 dari studi yang pernah diterbitkan di jurnal Global Ecology and Conservation tahun 2016.

Dari data-data tersebut, kami menemukan setidaknya 8% (3.8 juta ha) dan 9% (4,7 juta ha) daratan Sumatra dan Kalimantan pernah mengalami kebakaran.

Nah, sekitar 45% area (1,7 juta ha) di Sumatra dan 32% (1,5 juta ha) di Kalimantan yang pernah terbakar itu berada di lahan gambut. Angka ini setara dengan seperempat dari total area gambut di kedua pulau tersebut (dari sekitar total 13 juta ha kawasan gambut di Sumatra dan Kalimantan berdasarkan data dari organisasi nirlaba Wetland International).

Berdasarkan hasil perhitungan Fire Return Interval, laju kebakaran di lahan gambut lima kali lebih cepat ketimbang di lahan lainnya.

Tingginya laju tersebut berhubungan dengan tingginya tingkat kerentanan kawasan gambut terhadap api apabila terdegradasi atau menjadi kering.

 

Setiap tahun, rata-rata ada sekitar 2.8% dari total luas kawasan gambut di Sumatra dan Kalimantan yang dilalap api. Sedangkan laju kebakaran di luar kawasan gambut hanya 0.6% per tahun.

Hasil kalkulasi ini juga dapat diartikan bahwa ancaman kehilangan lahan gambut akibat kebakaran lima kali lebih cepat dibandingkan lahan di luar gambut. Jika laju ini tidak diredam, maka hutan alam gambut di dua pulau tersebut akan habis dilalap api pada 50 tahun mendatang.

Baca juga: Lestarikan Gambut, Manfaatnya bagi Manusia Begitu Luar Biasa

Kami menduga total area terbakar yang dianalisis dalam studi ini masih lebih rendah ketimbang angka sebenarnya. Hal ini mengingat adanya faktor tutupan awan yang tinggi di wilayah Indonesia, serta tingkat presisi satelit yang tak mampu mendeteksi kebakaran yang lebih kecil dari 6.25 ha.

Kawasan gambut secara alami sebenarnya tak mudah terbakar karena karakter lahannya yang basah. Kerentanan akan muncul apabila kawasan gambut mengering. Api tak hanya melahap permukaan lahan, tapi juga material gambut itu sendiri – yang kaya akan unsur organik – sehingga kebakaran berisiko terus meluas.

Secara umum, kami melihat frekuensi kebakaran hutan alam meningkat pada periode pertama analisis, yakni tahun 2001-2007. Namun angka ini menurun pada periode kedua analisis, yakni selama 2008-2018.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com