Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Varian Covid-19 India Masuk Indonesia, Kenapa Epidemiolog Khawatir?

Kompas.com - 28/04/2021, 08:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Seorang ahli penyakit menular mengatakan dia khawatir terhadap kemampuan Indonesia dalam upaya penelusuran kontak terkait penyebaran varian baru Covid-19 India yang sudah masuk ke Indonesia.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan hal itu menanggapi terungkapnya ada 10 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang diketahui positif terpapar varian baru virus tersebut.

"Kita sudah lemah dari awal [dalam pelacakan kasus]," kata Dicky Budiman kepada BBC News Indonesia, Selasa (27/04).

Dicky mengkhawatirkan kemampuan pemerintah Indonesia untuk melacak kapan, di mana dan bagaimana awal mula 10 orang tersebut terpapar, karena menurutnya sistem pelacakannya (contact tracing) "lemah sejak awal".

Baca juga: Varian Covid-19 India Masuk Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan?

"Saking tidak jelasnya, dari mana (awal mula kasus) ini sudah tidak jelas," ujarnya.

"Ini yang terjadi di Indonesia."

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa varian baru virus corona yang ada di India sudah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

"Virus itu sudah masuk juga di Indonesia, ada 10 orang yang sudah terkena virus," kata Budi Gunadi di Jakarta, Senin (26/04/2021).

Dia menjelaskan, dari 10 orang, enam di antaranya merupakan kasus impor atau berasal dari luar negeri.

Adapun sisanya merupakan transmisi lokal, yaitu di Sumatera dua orang, seorang di Jawa Barat, dan seorang lagi di Kalimantan Selatan.

Tetapi Budi Gunadi tidak merinci nama varian atau hasil mutasi virus corona yang berasal dari India itu.

Indonesia kebobolan

Lebih lanjut Dicky Budiman mengaku dia tidak terlalu heran ketika mengetahui Indonesia "kebobolan" dengan kasus varian baru covid-19 muncul di Indonesia.

Ketika beberapa kasus varian baru itu ditemukan di sebuah komunitas, menurutnya, itu artinya virus "sudah menyebar dan sudah banyak" yang terpapar.

"Jadi, tidak hanya di komunitas itu saja," kata Dicky. Hal ini dia tekankan varian baru ini memiliki "kekuatan dalam kecepatan penularan".

Apabila virus Covid-19 membutuhkan dua minggu untuk penyebarannya, maka varian baru ini bisa dalam seminggu.

"Sehingga, dari satu bulan itu, bisa ribuan," jelas Dicky.

Apabila Indonesia tidak mampu memperbaiki kinerjanya dalam melacak kasus, demikian Dicky, akan muncul situasi "sulit".

"Ini adalah masa yang kritis buat Indonesia," ujarnya.

Untuk itulah, dia meminta agar pemeritah terus meningkatkan upaya membatasi dan mengawasi mobilitas anggota masyarakat di pintu perbatasan, baik darat, laut, atau udara.

"Tindakan karantina, termasuk juga penguatan di dalam merespon 3T (test, tracing, dan treatment), vaksinasi terutama bagi kelompok rentan, 5M, serta surveillance genomic (pelacakan genom), harus ditingkatkan," kata Dicky.

Orang-orang melakukan ritual di samping tumpukan kayu pemakaman anggota keluarga yang meninggal karena Covid-19 di tanah yang telah diubah menjadi krematorium kremasi massal korban Covod-19 di New Delhi, India, Sabtu, 24 April 2021.AP PHOTO/ALTAF QADRI Orang-orang melakukan ritual di samping tumpukan kayu pemakaman anggota keluarga yang meninggal karena Covid-19 di tanah yang telah diubah menjadi krematorium kremasi massal korban Covod-19 di New Delhi, India, Sabtu, 24 April 2021.

Apa langkah pemerintah?

Pemerintah Indonesia menyatakan berkomitmen melakukan pembatasan mobilititas nasional dan internasional yang akan masuk ke Indonesia untuk mencegah importasi antar negara maupun daerah.

Wiku Adisasmito, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, mengatakan, langkah pemerintah pada skala internasional, yaitu himbauan kepada WNI agar menunda kepulangan yang tidak mendesak.

Pemerintah juga menetapkan prosedur screening dan karantina di pintu perbatasan.

"Kepada negara yang sedang mengalami krisis covid-19, yaitu India, adalah menolak kunjungan orang asing dengan riwayat perjalanan di India dalam 14 hari terakhir," kata Wiku di Jakarta, Selasa (27/04.2021).

"Pemberian visa buat WNA asal India ditangguhkan sementara," tambahnya.

Namun demikian, Wiku menggaribawahi bahwa kesuksesan kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh "kerjasama antara masyarakat dan petugas di lapangan".

"Mohon pastikan bahwa mekanisme screening dan karantina terlaksana di lapangan, agar kita mampu optimal, mencegah importasi kasus," katanya.

Hasil pemeriksaan 12 orang warga India yang positif

Ditanya tentang hasil whole genome sequencing (WGS) untuk mengetahui varian virus Covid-19 dari para warga negara asing (WNA) India yang sedang diisolasi, Wiku mengatakan, hasilnya belum diketahui.

"Sampai saat ini hasil WGS yang dilakukan kepada 12 WNA dari India belum selesai, akan segera kami informasikan jika hasilnya sudah keluar," katanya.

Sebanyak 117 orang warga negara India yang datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (21/04), 12 orang di antaranya dinyatakan positif Covid-19, menurut Kementerian Kesehatan.

Baca juga: 10 Orang Indonesia Terinfeksi Varian Covid-19 India, Ini 5 Fakta Mutasi Ganda

Menjawab pertanyaan tentang dugaan suap seorang warga Indonesia yang baru tiba dari India kepada "dua orang oknum" di Bandara Soeharto-Hatta, Wiku mengatakan pihaknya "tidak bisa menolerirnya".

Warga berinisial JD itu, menurut polisi, berusaha menyuap oknum di bandara agar dibebaskan dari kewajiban karantina selama 14 hari. Mereka sudah ditangkap oleh kepolisian.

"Jangan pernah berani bermain dengan nyawa karena satu nyawa sangat berarti dan ternilai harganya," kata Wiku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com