Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/01/2021, 09:54 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pagi ini pada pukul 08.30 WIB, Rabu (27/1/2021), Presiden Joko Widodo menerima suntikan dosis kedua vaksin Covid-19 Sinovac.

Vaksinasi kepada Jokowi dilakukan di Istana Kepresidenan oleh tim dokter kepresidenan yang dibantu Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartonono menyampaikan, vaksin Covid-19 CoronaVac yang diproduksi Sinovac Biotech Ltd membutuhkan dua kali penyuntikan. Masing-masing sebanyak 0,5 mililiter dengan jarak waktu 14 hari.

Seperti diketahui, sebelumnya Jokowi menerima suntikan vaksin pertama pada Rabu, 13 Januari 2021. Ia menjadi orang pertama di Indonesia yang disuntik vaksin.

Baca juga: [HOAKS] Pesan Berantai Vaksinasi Covid-19 Jokowi Gagal, Ini Penjelasan Ahli

Cara kerja vaksin 

Pakar Biologi Molekuler Indonesia, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD mengatakan, sebenarnya semua jenis vaksin yang ada saat ini mempunyai mekanisme kerja yang sama dalam tubuh.

"Vaksin Sinovac dan vaksin lain itu mekanisme utamnya sama," kata Ahmad kepada Kompas.com, Kamis (14/1/2021).

Pada dasarnya, dosis vaksin yang telah dimasukkan melalui suntikkan ke dalam tubuh ini akan memunculkan antibodi. 

Namun, terkhusus jenis vaksin yang disuntikkan di bahu umumnya akan membentuk atau memunculkan antibodi dengan tipe IgG. 

Dijelaskan Ahmad, antibodi dengan tipe IgG utamanya akan melindungi organ dalam (vital) tubuh, seperti paru-paru.

Kendati memunculkan antibodi tipe IgG, tetapi vaksin Sinovac ini kecil kemungkinannya untuk menghasilkan antibodi dengan tipe IgA, di mana antibodi tipe ini biasanya muncul di rongga atas atau pernapasan. 

"Maka vaksin saat ini belum atau tidak terbukti mampu mencegah infeksi, artinya virus masih bisa masuk ke rongga napas atas," jelasnya.

Sehingga, jika setelah disuntik vaksin Covid entah dosis pertama ataupun dosis kedua sekalipun, saat virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 masuk melalui saluran pernapasan, maka gejala infeksi di saluran pernapasan masih bisa terjadi. 

 

Ilustrasi antibodi yang menyerang virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.SHUTTERSTOCK/Kateryna Kon Ilustrasi antibodi yang menyerang virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Ahmad berkata, infeksi pada rongga atas ini sebenarnya bisa membuat seseorang terinfeksi Covid-19 tapi tidak bergejala. 

"Nah, karena infeksinya di rongga atas juga, ada proteksi alamiah dari imunoglobulin tipe A (IgA). Sementara, infeksi rongga bawah proteksi butuhnya IgG," kata dia.

Suntikan dosis pertama

Mengutip BBC (15/1/2021), hal ini dikarenakan cara kerja yang dimiliki oleh vaksin Covid-19 itu sendiri. 

Setelah suntikan dosis pertama, sistem kekebalan tubuh baru pertama kali menemukan vaksin dan material asing yang terkandung di dalamnya. 

Saat itu, sistem kekebalan tubuh mengaktifkan dua jenis sel darah putih, yakni sel B plasma dan sel T. 

Sel B plasma fokus membuat antibodi, sayangnya antibodi yang dihasilkan memiliki umur yang pendek, hanya beberapa minggu. 

Untuk itu dibutuhkan suntikan dosis kedua agar tidak terjadi penurunan secara cepat. 

Lalu ada sel T, yang masing-masing secara khusus dirancang untuk mengidentifikasi patogen tertentu dan membunuhnya.

Di antara sel-sel T itu, ada yang disebut sebagai sel T memori, mereka dapat bertahan di dalam tubuh selama beberapa dekade hingga mereka bertemu dengan material yang menjadi targetnya. 

Ini berarti ada kemungkinan sel T memori bertahan seumur hidup di tubuh seseorang dan membuatnya memiliki kekebalan terhadap infeksi di sepanjang hidupnya. 

Namun yang perlu menjadi catatan, sel T memori ini tidak akan banyak muncul dan dimiliki penerima vaksin hingga mereka mendapatkan dosis yang kedua.

Pembawa acara Raffi Ahmad menjalani vaksin Covid-19 tahap kedua, Rabu (27/1/2021).Youtube Kemenkominfo TV Pembawa acara Raffi Ahmad menjalani vaksin Covid-19 tahap kedua, Rabu (27/1/2021).

Suntikan dosis kedua

Dosis kedua diberikan untuk memaparkan kembali molekul antigen pada patogen virus, sehingga memicu sistem kekebalan. 

Suntikan kedua ini memulai pematangan sel B di dalam tubuh yang melibatkan pemilihan sel belum matang dengan reseptor terbaik untuk mengikat patogen tertentu. 

Proses ini terjadi di sumsum tulang belakang di mana sel darah putih diproduksi.

Setelah itu, sel-sel tersebut menuju limpa untuk menyempurnakan perkembangannya. 

Dengan begitu, pasca suntikan kedua jumlah sel B akan semakin melimpah di dalam tubuh, antibodi yang dihasilkan pun lebih berkualitas dalam mendapatkan sasarannya. 

Selanjutnya, jika benar-benar terjadi paparan virus maka sel B yang ada dapat dengan cepat membelah diri dan memperbanyak diri untuk mengepung virus yang masuk.

Baca juga: 27 Persen Warga Indonesia Ragu Vaksin Covid-19, Bagaimana Meyakinkan Mereka?

Oleh karena itu, Ahmad menegaskan bahwa mengenai pembentukan antibodi secara optimal setelah pemberian suntikan dosis kedua vaksin Covid-19 tersebut tidak bisa dilihat langsung setelah disuntik.

"Setahu saya saat uji klinis relawan diukur lagi 2 minggu kemudian. Tidak diukur tiap hari,"  kata Ahmad, Selasa (26/1/2021).

Berikutnya dengan adanya tantangan atau suntikan dosis vaksin Covid-19 yang kedua ini, diharapkan antibodi akan terbentuk secara optimal pada invidisu yang mendapatkan suntikan vaksin.

"Maksudnya respon imun akan lebih tinggi produksi antibodinya ketika melihat ada tantangan kedua. Kalau tidak ada tantangan kedua (dosis vaksin kedua), kuatirnya produksi antibodi tidak sustain," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com