Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak 70.000 Tahun Manusia Sudah Gunakan Panah Beracun, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 09/08/2020, 19:00 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Sejarah penggunaan panah beracun ternyata jauh lebih tua dari yang diperkirakan selama ini.

Sebuah studi mengungkap jika, manusia telah memakai teknologi tersebut selama lebih dari 70.000 tahun yang lalu.

Hal ini terungkap melalui temuan tulang kecil yang ditemukan di Gua Blombos, Afrika Selatan. Peneliti menyebut kalau tulang tersebut merupakan bagian dari panah beracun.

Baca juga: Busur dan Anak Panah Tertua Ditemukan di Sri Lanka, Begini Wujudnya

Seperti dikutip dari Science Alert, Minggu (9/8/2020) dalam studinya, arkeolog Marlize Lombard dari University of Johannesburg, Afrika Selatan melakukan penelitian terhadap 128 panah tulang yang terdiri dari panah non racun dan mengandung racun.

Lombard menyebut, panah yang tak mengandung racun perlu menembus tubuh mangsa hingga dalam untuk membunuh atau melumpuhkan secara efektif.

Sementara itu, panah yang tak mengandung racun hanya perlu menusuk melalui kulit hewan untuk mengakses aliran darah. Selanjutnya Lombard membandingkan panah-panah tersebut berdasarkan waktu pembuatannya.

 

 

Dari analisisnya, ia menemukan kalau enam panah berasal dari 72.000-80.000 tahun yang lalu dan memiliki ciri sebagai mata panah beracun.

Temuan yang kemudian telah dipublikasikan di Journal of Archaeological Science: Reports ini pun menunjukkan bagaimana manusia purba memiliki dan mampu menggunakan teknologi yang efektif untuk berburu.

Sebelumnya, beberapa bukti penggunaan panah beracun juga sudah pernah ditemukan oleh peneliti.

Jejak senyawa yang sangat beracun ditemukan pada aplikator kayu berusia 24.000 tahun yang ditemukan di gua perbatasan Afrika Selatan.

Baca juga: Terkuak Kematian Ratusan Gajah Afrika di Botswana, Ini Penyebabnya

Selain itu juga, peneliti menemukan retakan tulang berusia 60.000 tahun yang diduga sebagai panah.

Tulang tersebut memiliki residu hitam yang kemungkinan besar adalah racun, lem, atau bahkan keduanya.

Penggunaan panah beracun pun hingga saat ini pun masih digunakan oleh kelompok pemburu pengumpul Kalahari San di Afrika bagian selatan.

Kelompok itu melapisi senjata mereka itu dengan isi perut larva kumbang Diamphidia nigroonata. Larva tersebut mengandung racun diamphotoxin yang bahkan mampu menjatuhkan jerapah dewasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com