Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Alam Semesta: Muncul Petir Saat Gunung Api Meletus, Fenomena Apa itu?

Kompas.com - 14/04/2020, 18:03 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Saat gunung api meletus, gumpalan awan yang muncul seringkali dihiasi kilatan petir. Fenomena ini juga pernah terjadi saat Gunung Merapi atau Gunung Anak Krakatau meletus.

Biasanya, kilatan petir disertai gemuruh guntur terjadi saat hujan deras. Lalu, kilatan petir saat gunung api meletus ini fenomena apakah?

Fenomena ini dikenal sebagai petir vulkanik. Melansir National Geographic, Selasa (14/4/2020), petir vulkanik sangat sedikit hubungannya dengan aktivitas tektonik, dan semuanya berkaitan dengan fisika sehari-hari.

Petir vulkanik tidak terbentuk jauh di Bumi. Fenomena ini hanya terbentuk di kolom abu atau gumpalan awan panas saat gunung api erupsi.

Baca juga: Gunung Taal Meletus, Danau ini Nyaris Menghilang Setelah Erupsi

Kolom erupsi ini berbentuk silinder yang terdiri dari partikel abu vulkanik yang dikeluarkan beberapa gunung berapi saat meletus.

Gunung api yang tidak memiliki kolom abu vulkanik yang tebal biasanya memancarkan sedikit petir vulkanik.

Gunung-gunung berapi di Hawaii, misalnya, lebih cenderung menyemburkan lava pijar cair daripada gumpalan kolom abu yang tebal. Sehingga gunung berapi di kepulauan ini jarang memiliki kilatan petir vulkanik saat meletus.

Partikel-partikel kecil yang membentuk gumpalan awan panas vulkanik yang terkompresi di bawah gunung berapi.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta, Kenapa Kilat Petir Terlihat Dulu Sebelum Bunyi Guntur?

Namun, atmosfer udara di sekitar gunung api ini tidak lebih padat. Perubahan kepadatan partikel ini berkontribusi terhadap munculnya petir vulkanik tersebut.

Karena partikel yang pada dikeluarkan dengan keras dari kolom abu vulkanik, kemudian partikel-partikel ini saling bergesekan.

Melalui interaksi gesekan tersebut partikel abu memperoleh dan kehilangan elektron, yang kemudian menjadikan partikel ini bermuatan listrik.

Saat partikel abu bermuatan listrik naik ke gumpalan vulkanik yang kurang padat, maka gumpalan itu mengalami pemisahan muatan.

Partikel bermuatan positif menjadi semakin terpisah dari partikel bermuatan negatif.

Ketika pemisahan muatan menjadi terlalu besar untuk udara dalam menahan aliran listrik, petir merobek gumpalan vulkanik untuk menghubungkan partikel bermuatan positif dan negatif.

Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 Wib dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).ANTARA FOTO/BISNIS INDONESIA/NURUL HIDAYAT Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 Wib dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).

Petir vulkanik dan listrik statis

Untuk mengetahui bagaimana cara kerja petir atau kilat di gunung berapi bisa dilakukan sendiri.

Gesekan akan menciptakan partikel bermuatan listrik, ketika Anda menggosokkan balon di rambut atau kaos kaki digosokkan pada karpet.

Baca juga: Fenomena Langka, Gunung Berapi Es di Tepi Danau Michigan Erupsi

Maka partikel negatif akan menyelimuti balon dan ketidakseimbangan elektron ini yang kemudian disebut dengan listrik statis.

Akhirnya, saat bersentuhan dengan sesuatu, orang lain atau gagang pintu dari logam yang tidak dialiri listrik, maka akan memunculkan "kejutan" statis.

Ini adalah merupakan hasil dari pelepasan elektron secepat kilat yang juga terjadi pada proses munculnya fenomena petir vulkanik saat gunung api meletus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com