Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dampak Aktivitas Matahari bagi Indonesia Berisiko Rendah, Ini Penjelasan BRIN

KOMPAS.com - Badai Matahari adalah salah satu aktivitas rutin dari bintang pusat Tata Surya kita. Kendati demikian, menurut ahli, dampak aktivitas Matahari tersebut berisiko rendah bagi Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Peneliti di Pusat Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Johan Muhammad. Ia memastikan dampak aktivitas Matahari berisiko rendah bagi Indonesia.

Johan menambahkan bahwa dampak aktivitas Matahari, seperti badai Matahari, yang didapat tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub Bumi. Sebab, letak Indonesia yang berada di khatulistiwa.

“Aktivitas Matahari secara langsung mengubah kerapatan dan tekanan plasma di medium antarplanet dan ionosfer, serta meningkatkan tekanan magnetik pada magnetosfer Bumi," terang Johan dilansir dari laman resmi BRIN, Kamis (11/8/2022).

Kendati begitu, bukan berarti Indonesia bebas dari dampak badai Matahari. Sebab, aktivitas Matahari dapat menyebabkan berbagai sinyal gelombang elektromagnetik yang biasa dimanfaatkan untuk komunikasi.

Peralatan navigasi juga dapat terganggu saat terjadi badai Matahari yang ekstrem. Di samping itu, Matahari yang merupakan pusat Tata Surya memiliki pengaruh terhadap cuaca antariksa.

Adapun cuaca antariksa atau cuaca luar angkasa adalah keadaan di lingkungan antariksa antara Matahari dan Bumi yang meliputi kondisi Matahari, medium antarplanet, atmosfer atas Bumi (ionosfer), dan selubung magnet Bumi (magnetosfer).

"Seperti halnya cuaca di Bumi, cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas Matahari,” ungkap Johan.

Ia memaparkan, Matahari secara rutin melepaskan energi dalam bentuk radiasi. Beberapa aktivitas Matahari yang berpengaruh besar terhadap kondisi cuaca antariksa di antaranya termasuk flare, lontaran massa korona atau coronal mass ejection (CME), dan angin surya.

Sementara, cuaca luar angkasa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF), hingga navigasi berbasis satelit.

“Di Indonesia, cuaca antariksa akibat aktivitas Matahari dapat mengganggu komunikasi antar pengguna radio HF dan mengurangi akurasi penentuan posisi navigasi berbasis satelit, seperti GPS," imbuhnya.

Dampak aktivitas Matahari berupa badai Matahari akan sangat mempengaruhi cuaca antariksa atau cuaca luar angkasa. 

Terutama kini, semakin tingginya ketergantungan masyarakat terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, maka gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa, dinilai dapat berpengaruh terhadap kehidupan secara tidak langsung.

Hoaks kiamat badai Matahari

Johan menepis adanya kabar yang beredar bahwa telah terjadi kiamat badai Matahari. Menurutnya, istilah tersebut keliru dan perlu diluruskan.

“Tidak ada istilah seperti itu di kalangan masyarakat ilmiah. Kita telah hidup lama berdampingan dengan cuaca antariksa. Aktivitas matahari rutin terjadi. Yang perlu kita pahami adalah bagaimana prosesnya dan memitigasi dampak negatifnya semampu kita,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia berkata, BRIN hadir untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah termakan hoaks yang beredar berkaitan dengan badai Matahari.

“Matahari memiliki siklus sekitar 11 tahun sekali. Siklus ini sifatnya tidak selalu sama di setiap saat. Terkadang, Matahari sangat aktif melepaskan energi eksplosif, sementara di periode lainnya Matahari bersikap sangat tenang,” ucap Johan.

Siklus 11 tahunan ini telah dikenal lama oleh manusia. Setidaknya, keberadaan siklus matahari telah terdokumentasi sejak abad ke-18.

Saat ini, kita sedang berada di awal siklus ke-25 yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2024 hingga 2025 mendatang.

Aktivitas Matahari diperkirakan akan meningkat dengan frekuensi kejadian flare, maupun lontaran massa korona yang juga bertambah.

Informasi aktivitas Matahari dan cuaca luar angkasa

Masyarakat yang tertarik untuk mengetahui kondisi terkini cuaca antariksa, dapat melakukan pemantauan melalui situs penyedia layanan informasi cuaca luar angkasa di internet.

BRIN turut menyediakan layanan informasi melalui situs Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) di laman http://swifts.brin.go.id/.

"Masyarakat dapat menemukan informasi mengenai aktivitas Matahari yang terjadi dalam 24 jam terakhir, serta kondisi geomagnet dan ionosfer global serta regional wilayah Indonesia,” kata Johan.

Data-data yang disampaikan dalam SWIFtS merupakan rangkuman dari hasil pengamatan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan dunia, serta pengamatan dari antariksa.

SWIFtS juga telah dilengkapi dua Bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk memfasilitasi pembaca dari Indonesia dan mancanegara.

“Masyarakat juga dapat mengetahui prediksi cuaca antariksa dalam 24 jam mendatang berdasarkan hasil analisis para peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN,” pungkasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/13/170200523/dampak-aktivitas-matahari-bagi-indonesia-berisiko-rendah-ini-penjelasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke