Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pola Migrasi Manusia Modern Leluhur Orang Indonesia, Benarkah Berasal dari Afrika?

KOMPAS.com - Migrasi manusia modern di Indonesia disebut berasal dari Afrika. Asal-usul nenek moyang orang Indonesia dipengaruhi beberapa gelombang migrasi.

Menurut Peneliti Utama Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN), Prof dr Herawati Sudoyo, PhD, manusia yang hidup di dunia sangat beragam, mulai dari bahasa hingga budaya, bahkan genetik manusia pun berbeda-beda.

Sejak ditemukan jejak manusia modern pada sekitar 67.000 tahun yang lalu, ternyata manusia modern telah hidup berdampingan dengan Homo floresiensis, yakni spesies manusia purba berukuran kecil yang mendiami Pulau Flores.

"Hasil yang sudah kita miliki dan dipublikasikan adalah bahwa populasi Indonesia Timur memiliki jejak Denisovan, sedangkan di bagian barat dengan jejak Neanderthal," ungkapnya dalam webinar Menyingkap Misteri Asal Usul Leluhur Kita, Genetik Purba dan Budaya Prasejarah Nusantara, Selasa (2/8/2022).

Pada kesempatan yang sama, Peneliti dari University of Adelaide, Australia, Gludhug A Purnomo menerangkan kemunculan pertama kali manusia modern di Afrika masih diperdebatkan, sekitar 150.000 sampai 200.000 tahun yang lalu. Sebab, berdasarkan out of Africa theory, disebutkan bahwa mereka hidup dan berkembang di sana.

"Baru setelah 55.000-65.000 tahun yang lalu mulai keluar dari Afrika, menjadi nenek moyang bagi seluruh manusia modern yang ada di dunia saat ini," kata dia.

Gludhug menyatakan, dari riset yang dilakukan beberapa tahun lalu ditemukan populasi manusia modern di Indonesia berasal dari berbagai macam pola migrasi pada 50.000 tahun yang lalu.

Ia menambahkan, sekitar 50.000 sampai 60.000 tahun lalu daratan Papua dan Australia masih bergabung. Wilayah ini, dinamakan sebagai Paparan Sahul (Australia and New Guinea).

Sementara wilayah di seberang paparan Sahul, disebut Sundaland atau Paparan Sunda (SE Asia dan Island SE Asia).

Di antara keduanya, ada yang dinamakan zona Wallacea, lantaran ditemukan flora dan fauna berbeda dengan sisi barat dan timur Indonesia. Ini menjadi batas geografi, di mana kita bisa mengetahui perbedaan jenis flora dan fauna dari Asia dan Australia.

"Setelah mereka (manusia modern) keluar dari Afrika, bukti genetik dan bukti arkeologis melihat mereka keluar Afrika langsung ke Paparan Sahul," papar Gludhug.

Pola migrasi manusia modern keluar dari Afrika

Lebih lanjut, Gludhug menuturkan, ada dua hipotesis yang menyebut bagaimana manusia modern keluar dari Afrika, untuk kemudian sampai ke Sahul.

Pertama, pola migrasi manusia modern ke Indonesia melalui jalur Utara, yang diperkirakan bermula dari Paparan Sunda menuju Pulau Sulawesi, menyambung ke Pulau Peleng, dan daerah Maluku.

"Di situ ada tiga kemungkinan yang terjadi, mereka (manusia modern) bisa naik ke atas melalui Halmahera, atau lewat tengah melalui Buru, Seram sampai akhirnya ke daerah Papua, atau mereka menuju ke Kepulauan Aru, yang 50.000 tahun lalu sebenarnya masih bagian dari Papua," jelasnya.

Kedua, ada kemungkinan manusia modern datang dari wilayah selatan, di Jawa lalu menyebrang ke Bali, Lombok, Flores, sampai ke Pulau Timor, dan diduga menuju ke Pulau Aru atau langsung menuju Australia.

Asal-usul nenek moyang orang Indonesia juga diungkapkan dalam out of Taiwan theory. Teori ini menjelaskan adanya penyebaran penutur populasi dengan bahasa Austronesia sekitar 5.000 sampai 3.000 tahun yang lalu.

Pada saat itu, mereka menyebar dari Taiwan menuju kepulauan di Indonesia sampai ke Oseania bahkan hingga ke Madagaskar.

Materi genetik manusia modern

"Selama kurun waktu hingga saat ini ternyata manusia tidak hanya tinggal di satu tempat, populasi manusia yang ada di seluruh dunia mulai bergerak, mulai menyebar ke mana-mana," ungkap Gludhug.

Gludhug bersama timnya telah melakukan studi terkait dengan materi genetik manusia modern menggunakan DNA mitokondria.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Genes pada 24 Juni 2021 ini, peneliti menemukan migrasi manusia modern ke Pulau Papua telah berlangsung sejak 50.000 tahun yang lalu.

Berdasarkan riset migrasi manusia modern untuk mengungkapkan asal usul leluhur orang Indonesia, menunjukkan terjadi perubahan pola genetik yang ekstensif di zona Wallacea.

"Saya menggunakan DNA mitokondria karena lebih simpel dalam melakukan analisis, dan DNA mitokondria ini tidak ada percampuran antara ayah dan ibu. DNA mitokondria hanya diturunkan ibu saja, jadi kita bisa melihat migrasi manusia modern yang dipengaruhi oleh pihak ibu," imbuh Gludhug.

Riset genetika itu mengambil sampel dari DNA di tubuh manusia modern Indonesia yang hidup di Sulawesi, Maluku, sampai Papua, dan beberapa kota di Papua seperti Sorong, Kerom, serta Mapi.

"Kenapa sih DNA mitokondria bisa kita gunakan untuk melihat migrasi manusia? Karena mitokondria DNA memiliki penanda, memiliki mutasi-mutasi tertentu yang bisa membedakan orang ini asal geografinya dari mana," tambahnya. 

Adapun temuan dari riset yang menunjukkan migrasi manusia modern di Indonesia, menurut dia, memperlihatkan adanya tiga gelombang penghunian manusia modern di kawasan Wallacea.

Gelombang pertama berlangsung saat migrasi manusia modern pada 50.000 tahun lalu, yang sebagiannya melanjutkan perjalanan ke Papua dan Australia.

Sementara gelombang kedua migrasi manusia modern di Indonesia berlangsung pada periode sekitar 15.000 tahun lalu, dan ketiga sekitar 3.000 tahun lalu. 

Gludhug juga menyebut ada kemungkinan migrasi balik manusia modern dari wilayah Indonesia yakni Papua ke Wallacea.

"Kita memodelkan apakah ada hubungan antara Wallacea dan Papua atau ada perpindahan penduduk dari Wallacea ke Papua bolak-balik, atau dari Wallacea ke Australia atau dari Papua ke Australia," jelasnya.

Prof Herawati menyampaikan, materi genetik memang bisa mengungkap sejarah. Menurutnya, para ilmuwan berupaya merekonstruksi sejarah permukiman manusia modern di pulau-pulau di Indonesia menggunakan pendekatan genetik.

Dengan data-data genomic peneliti dapat melihat gambaran dari percampuran genetik, melihat dari spasial yang berbeda dari berbagai wilayah di Indonesia.

"Tentunya, kita juga dapat melihat dan membandingkan hasil tersebut dengan data-data non-genetik, bahas, etnografi, arkeologi, dan sejarah," katanya.

Lalu diteliti pula dampak pencampuran atau asosiasinya dengan berbagai varian genetik potensial, serta melihat apakah dampaknya berasosiasi dengan status kesehatan.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/06/110200023/pola-migrasi-manusia-modern-leluhur-orang-indonesia-benarkah-berasal-dari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke