Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Transplantasi Ginjal Tanpa Imunosupresan, Ilmuwan Jelaskan

KOMPAS.com - Secara harfiah, transplantasi organ dapat membantu menyelamatkan nyawa seseorang. Namun, dalam metodenya tak terlepas dari pentingnya imunisupresan pasca-operasi transplantasi organ, ginjal misalnya, dilakukan.

Perawatan obat imunosupresi harus dikonsumsi pasien atau penerima transplantasi organ selama seumur hidup untuk menjaga sistem kekebalan tetap terkendali.

Saat ini, para ilmuwan melakukan inovasi dan berhasil melakukan tiga transplantasi organ ginjal pada anak-anak di California, tanpa perlu penekanan kekebalan tubuh.

Transplantasi menggunakan metode baru ini meminimalkan risiko penolakan ginjal.

Artinya, penerima organ terbebas dari imunosupresan dan efek samping terkait, termasuk peningkatan risiko kanker dan diabetes.

Hal tersebut juga mengurangi kemungkinan transplantasi kedua yang mungkin diperlukan karena penolakan transplantasi organ pertama.

"Membebaskan pasien dengan aman dari imunosupresi seumur hidup setelah transplantasi ginjal adalah mungkin," kata Alice Bertaina, seorang profesor pediatri di Stanford University di California seperti dikutip dari Science Alert, Senin (20/6/2022).

Ketiga anak yang mendapatkan transplantasi ginjal tersebut memiliki penyakit genetik sangat langka, disebut Schimke immuno-osseous dysplasia (SIOD), yang membatasi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan dapat menyebabkan gagal ginjal.

"SIOD adalah kelainan langka yang melibatkan imunodefisiensi, yang tidak diragukan lagi berkontribusi pada pencapaian pengerjaan HSCT donor yang sukses," papar Thomas Spitzer dan David Sachs dari Rumah Sakit Umum Massachusetts.

Teknik transplantasi ginjal tanpa Imunosupresan

Adapun teknik inovatif ini bekerja dengan mentransplantasikan sistem kekebalan donor secara aman ke pasien, melalui sel punca dari sumsum tulang, sebelum ginjal dipindahkan atau transplantasi organ imun ganda.

Metode tersebut telah dicoba sebelumnya, tapi jumlah keberhasilan masih terbatas. Namun di sini, ditambahkan proses ekstra dengan dilakukan penipisan sel T alfa-beta dan sel B CD19.

Hal tersebut berarti menghilangkan jenis sel kekebalan yang menyebabkan penyakit graft-versus-host atau GVHD, komplikasi yang berpotensi mematikan dan berisiko berkembang saat teknik transplantai organ serupa telah digunakan di masa lalu.

Dengan berkurangnya ancaman GVHD, prosesnya jauh lebih aman.

Penghapusan sel T alfa-beta relatif halus, sehingga cocok untuk anak-anak yang rentan secara medis, dan memungkinkan transplantasi secara genetik dari orang tua.

Perubahan lain yang dilakukan termasuk pengurangan toksisitas kemoterapi dan pengobatan radiasi yang diperlukan sebelum transplantasi.

Akan tetapi, beberapa persiapan yang dilakukan cukup melelahka untuk melumpuhkan sistem kekebalan pasien dan mempersiapkan tubuhnya agar mau menerima organ baru.

Lebih lanjut, sel-sel yang dibuang akan pulih secara alami dalam 60-90 hari, dan kembali membangun sistem kekebalan.

Transplantasi telah berhasil setidaknya selama 22-34 bulan, tapi SIOD dan semua komplikasinya tetap menjadi sesuatu yang harus dihadapi ketiga anak tersebut.

“Pengalaman luar biasa ini menggarisbawahi potensi kombinasi atau sekuensial transplantasi sel induk hematopoietik dan transplantasi ginjal untuk memperbaiki gangguan hematopoiesis dan imunodefisiensi dan untuk menginduksi toleransi allograft ginjal," papar Bertania.

Sejauh ini, pasien transplantasi menjalani kehidupannya dengan normal, seperti pergi ke sekolah, berlibur, bahkan berolahraga.

Peneliti berharap dapat menambah jumlah pasien dengan kondisi yang lain, dikarenakan saat ini prosedur hanya ditujukan untuk pasien dengan SIOD.

Sebagai tambahan informasi, penelitian ini telah dipublikasikan di New England Journal of Medicine.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/20/180900223/transplantasi-ginjal-tanpa-imunosupresan-ilmuwan-jelaskan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke