Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hadir di Pertemuan G20, Meirinda Sebayang Bagikan Perjuangannya Sembuh dari Tuberkulosis

KOMPAS.com - Salah satu penyintas tuberkulosis resisten obat, Meirinda Sebayang, turut hadir dalam pertemuan G20 Side Event Tuberkulosis yang digelar di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebagai penyintas tuberkulosis atau TBC, dia membagikan kisah perjuangannya melawan penyakit mematikan tersebut.

Perempuan yang memimpin komunitas Jaringan Indonesia Positif itu menceritakan pengalamannya di tahun 2006 silam, di mana dirinya pertama kali didiagnosis terkena TBC.

Pada awalnya Meirinda sempat mengalami sejumlah gejala tuberkulosis seperti turunnya berat badan, tidak bisa makan, hingga muncul keringat berlebih saat malam hari.

Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mendiagnosis dirinya terkena tuberkulosis dan harus menjalani pengobatan untuk bisa pulih.

"Obatnya saat itu tahun 2006, banyak banget. Kemudian dari efek samping yang pertama udah cukup berat karena memang burden (beban) obat yang sangat banyak itu pasti ada efek sampingnya," ujar Meirinda, Rabu (30/3/2022).

Meski pengobatan tuberkulosis telah dijalani, kondisi kesehatannya tak kunjung membaik. Dia sempat kembali melakukan pemeriksaan ke berbagai klinik maupun rumah sakit swasta.

"Pada saat itu saya enggak tahu program nasional untuk TB, my ignorance (ketidakpedulian saya) jadi masalah di sini," tutur Meirinda.

Ketika melakukan pemeriksaan ke rumah sakit yang kedua, dokter melakukan pengambilan sampel, lantaran ada pembengkakan kelenjar. Kondisi kesehatannya juga belum membaik meski pengobatan masih dilakukannya.

"Kondisi saya enggak semakin membaik, diteruskan obatnya semakin tidak membaik. Saya sempat tidak sadar diri dan dibawa ke rumah sakit yang lain," imbuhnya.

Akhirnya dokter yang menangani merekomendasikan Meirinda untuk berobat ke Bangkok, Thailand karena kondisi penyakit TBC yang dideritanya itu. Dia pun mengatakan bahwa pembiayaan pengobatan TBC ini tidaklah murah.

Akan tetapi, karena keinginan besarnya untuk segera pulih dan bangkit kembali, keluarga sepakat untuk membawanya berobat ke salah satu rumah sakit di Bangkok.

Di sana, kata Meirinda, dirinya harus menerima suntikan obat setiap dua hari selama tiga sampai lima bulan. Selain itu, diberikan pula obat-obatan tuberkulosis, vitamin B6, dan sebagainya untuk memperbaiki kondisi kesehatannya.


Pentingnya dukungan keluarga bagi pasien tuberkulosis 

Dukungan dari keluarga bagi kesembuhan pasien memang sangat penting, begitu pula yang dirasakan Meirinda selama menjalani masa perawatan.

Lantaran keluarganya menetap di Bandung, dia harus menjalani pengobatan di rumah orangtuanya.

"Yang menjadi berat adalah ketika balik ke Bandung recovery, saya harus injeksi (suntikan) dua hari sekali. Kondisi saya saat itu sangat lemah, harus dipapah sama ibu saat jalan," ucap Meirinda.

"Dan itu adalah proses yang buat saya sangat tidak menyenangkan, tapi sebenarnya yang paling saya rasakan stigma diri saya yang lebih kuat," sambungnya.

Diakuinya stigma diri sendiri akan menularkan penyakit kepada orang di sekitar termasuk keluarga, masih sangat dirasakan. Selain dibayang-bayangi ketakutan, bahkan dia sempat merasakan depresi.

Atas dukungan dari keluarga, akhirnya Meirinda bisa bangkit dari keterpurukan penyakit yang dideritanya.

"Untungnya memang di support system saya keluarga cukup mendukung. Yang saya pikirkan saat itu bukan lagi apa yang akan terjadi nanti, tapi saya ingin cepat sembuh," ungkap Meirinda.

Saat ini dia bertekad ingin melawan penularan TBC di tengah masyarakat, dengan menjadi advokat bagi para pasien. Kisahnya yang menginspirasi ini pun dibagikannya saat berbicara di hadapan delegasi negara G20.

Selain itu dia menggarisbawahi kesetaraan dalam penanganan TBC dan penyakit menular lainnya perlu lebih diperhatikan.

Keterlibatan komunitas penyintas dalam penanggulangan tuberkulosis, juga merupakan langkah yang dapat diambil oleh pemerintah.

Dia pun mengingatkan bahwa tuberkulosis tidak hanya menyerang orang miskin, atau hanya menyerang mereka yang memiliki perilaku berisiko.

Tuberkulosis bisa mengenai siapa saja di seluruh dunia. Oleh karena itu, peranan pemerintah dinilai penting terkait penanganan, serta pencegahan tuberkulosis.

"Kita advokasi sama-sama pemerintah untuk layanan kesehatan jauh lebih ramah, lebih aman, lebih nyaman buat temen-temen (pasien TBC)," pungkasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/01/120500623/hadir-di-pertemuan-g20-meirinda-sebayang-bagikan-perjuangannya-sembuh-dari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke