Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kini Dilarang, Dulu Ganja Pernah jadi Obat Anestesi sampai Simbol Budaya Hippie

KOMPAS.com - Konsumsi atau penggunaan dan penjualan ganja (Cannabis sativa) atau mariyuana di Indonesia dan banyak negara merupakan hal yang dilarang.

Undang-undang secara jelas melarang ganja maupun hasil olahannya yang merupakan jenis narkotika golongan satu, sebagaimana disebutkan dalam Daftar Narkotika Glongan I di angka 8 Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).

Pelarangan ganja sebagai jenis narkotika golongan satu ini juga didasarkan pada Single Convention on Narcotic Drugs tahun 1961 yang ditandatangani bersama oleh bangsa-bangsa di dunia.

Sehingga, tanaman ganja, semua tanaman genus-genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis juga dilarang.

Meskipun dilarang, tetapi konsumen atau pemakai ganja ini masih tetap ada sampai sekarang. 

Di Indonesia, penyalahgunaan ganja banyak menjerat public figure, yang terbaru yakni aktor dan penyanyi Ardhito Pramono ditangkap atas kepemilikan dan penyalahgunaan ganja.

Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Kompol Danang Setiyo mengungkapkan, Ardhito ditangkap atas kasus dugaan penyalahgunaan dan kepemilikan narkoba jenis ganja, Rabu (12/1/2022).

Selain Ardhito beberapa artis tanah air juga pernah ditangkap dengan kasus yang sama yakni, Rifat Umar, Jefri Nichol dan Nunung.

Namun, tahukah Anda sebelum pada akhirnya ganja ini dilarang, penemuan ganja pada awalnya digunakan sebagai obat anestesi sampai simbol budaya Hippie?

Penemuan ganja sebagai obat anestesi

Sebelum digunakan sebagai narkoba, ganja punya sejarah yang panjang. Eksistensinya sudah tersebar di berbagai wilayah dunia. 

Barney Warf, profesor geografi di University of Kansas, menjelaskan penggunaan ganja di Asia ribuan tahun lalu. 

“Ganja lebih banyak dipakai sebagai obat dan tujuan spiritual pada era premodern. Misalnya, Suku Viking dan Jerman kuno memanfaatkan ganja untuk meredakan sakit saat melahirkan dan sakit gigi,” tutur Barney, seperti dikutip dari National Geographic.

Penggunaan ganja sebagai obat pereda sakit pada umumnya secara medis juga disebut dengan obat anestesi, karena pada dasarnya obat ini berfungsi untuk memblokir sensasi maupun rasa sakit pada area tubuh tertentu yang akan dilakukan tindakan atau terapi medis.

Berdasarkan sejarah ganja tersebut, ganja kini telah legal di beberapa negara. Namun menurut Barney, manfaat ganja sebagai narkoba adalah hal yang baru. 

“Gagasan mengenai ganja adalah obat berbahaya (narkoba) adalah pemikiran yang baru-baru ini dibangun,” tambahnya.

Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman dan kepemilikan serta penggunaan ganja, di Provinsi Aceh, daun ganja menjadi komponen masakan yang umum disajikan.

Daun ini kerap dijadikan sayur dan campuran sambal. Berdasarkan data BNN, selain Aceh, ganja juga ditanam secara ilegal di beberapa provinsi lainnya. Seperti Jambi, Bengkulu, Kalimantan, hingga Papua.

Ganja dari Asia hingga Eropa

Tanaman ganja dipercaya pertama kali berevolusi di stepa Asia Tengah, khususnya di daerah yang kini dikenal sebagai Mongolia dan Siberia selatan.

Dari buku berjudul Marihuana: The First Twelve Thousand Years keluaran Springer (1980) diketahui bahwa sejak dulu, ganja telah dibudidayakan oleh manusia.

“Ganja mungkin berkembang di tempat pembuangan yang kaya nutrisi dari pemburu prasejarah dan pengumpul,” tutur Barney dalam jurnalnya.

Biji ganja yang dibakar juga ditamukan dalam gundukan pemakaman di Siberia, disinyalir pada 3.000 SM. Di Xinjiang, China, ganja psikoaktif ditemukan di beberapa makam orang-orang mulia.

Di China, ganja pertama kali dimanfaatkan sebagai obat adalah pada 4.000 SM. Ramuan ganja digunakan sebagai anestesi selama operasi. Dari China, orang pesisir membawa ganja ke Korea.

Berdasarkan buku The Archaeology of Korea keluaran Cambridge University Press (1993), ganja tiba di Asia Selatan antara tahun 2.000-1.000 SM ketika wilayah tersebut diserang oleh Bangsa Arya (Indo-Eropa).

Dari Asia Selatan, Bangsa Arya membawa ganja masuk ke Timur Tengah. Ganja kemudian masuk ke tenggara Rusia lalu Ukraina. Suku Jerman kuno lalu membawa ganja ke negaranya, kemudian Britania pada abad ke-5.

“Biji ganja juga telah ditemukan dalam reruntuhan perahu Viking pada pertengahan abad ke-9,” tutur Barney. 

Selama berabad-abad berikutnya, ganja bermigrasi ke berbagai wilayah dunia.

Menempuh perjalanan ke Afrika, memasuki Amerika Selatan pada abad ke-19, kemudian Amerika Utara setelahnya. 

Ganja simbol budaya hippie 

Ganja tiba di Amerika pada awal abad ke-20. Kemudian mulai tahun 1960, muncullah kultur Hippie di Amerika Serikat.

Inti dari kultur ini adalah kehidupan yang sederhana dan cinta kedamaian.

Para kaum Hippie biasa mendengarkan music psychedelic rock, menggunakan rompi dengan aksen rumbai, serta ikat kepala dan kacamata hitam.

Pada masa itu, ganja menjadi salah satu simbol budaya Hippie karena sifatnya yang merangsang imajinasi.

Ini karena ganja memberikan efek euphoria, yang biasa dimanifestokan oleh kaum Hippie untuk menghasilkan berbagai karya.

Sampai sekarang, ganja masih menjadi simbol budaya Hippie. Gambar ganja masih bisa Anda ditemukan dalam berbagai barang, termasuk pakaian sehari-hari dan suvenir.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/12/190200123/kini-dilarang-dulu-ganja-pernah-jadi-obat-anestesi-sampai-simbol-budaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke