Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[HOAKS] Pesan Berantai Vaksinasi Covid-19 Jokowi Gagal, Ini Penjelasan Ahli

KOMPAS.com- Bismillaahirrohmaanirrohiim, Cirebon Indonesia, 14 Januari 2021

Kepada Yth : Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo Di tempat

Salam Vaksinasi,

Hari ini, saya melihat anda divaksinasi. Setelah melihat berkali-kali video itu dan berdiskusi dengan para dokter serta para perawat senior, maka saya menyimpulkan bahwa vaksinasi yang anda lakukan adalah gagal. Atau anda belum divaksinasi. Alasannya adalah Injeksi vaksin Sinovac, harusnya intramuskular (menembus otot). Untuk itu, penyuntikkan harus lah dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat). Dan memakai jarum suntik untuk ukuran volume minimal 3 cc (spuit 3cc). Tetapi yang menyuntik anda tadi siang memakai spuit 1cc dan tidak tegak lurus 90 derajat. Hal tersebut menyebabkan vaksin tidak menembus otot sehingga tidak masuk kedalam darah.

Suntikan vaksin yang dilakukan pada anda tadi siang hanyalah sampai di kulit (intrakutan) atau dibawah kulit (sub kutan). Dan itu berarti vaksin tidak masuk ke darah. Pabrik vaksin Sinovac telah membuat zat vaksin tersebut, hanya bisa masuk ke darah bila disuntikkan dengan cara intramuskular. Penyuntikkan dikulit i(ntrakutan) atau dibawah kulit (subkutan) tidak akan menyebabkan vaksin tersebut masuk ke dalam darah. Kalaupun dapat masuk, hanyalah sedikit sekali. Lain halnya bila vaksin atau obat itu di desain untuk tidak disuntikkan secara intramuskular.

Misalnya menyuntikkan insulin. Injeksi insulin harus dilakukan secara subkutan. Selain itu, setelah menonton berkali-kali, saya melihat bahwa masih ada vsksin yang tertinggal pada spuit tersebut. Atau tidak seluruh vaksin disuntikkan. Satu orang lagi, yang saya lihat menjalani vaksinasi adalah Raffi Ahmad. Penyuntikkan dengan sudut 90 derajat sudah benar. Dan vaksin dalam spuit telah habis dikeluarkan semuanya. Tetapi karena yang digunakan spuit 1cc, maka sudah pasti spuit tersebut tidak dapat menembus otot Raffi Ahmad. Atau Raffi Ahmad pun harus mengulang vaksinasi Covid-19 seperti juga anda.

Bapak Presiden RI yang terhormat,

Dengan dasar apa yang dituliskan diatas, wajib bagi anda untuk secepatnya divaksin lagi. Sebab vaksin Sinovac mewajibkan diulanginya suntikan vaksin setelah 1 Bulan suntikan pertama. Atau harus dua kali suntikan vaksin, supaya timbul respon imunitas dari tubuh. Dengan diulanginya vaksinasi yang gagal hari ini, maka jelas bagi anda, kapan lagi jadwal vaksinasi yang ke dua. Hal itu sangat penting bagi anda, bila memang anda meyakini bahwa vaksinasi COVID-19 dengan vaksin Sinovac, memang bermanfaat untuk terhindar dari serangan COVID-19.

Bapak Presiden RI yang terhormat,

Contoh teladan seperti yang saya tuliskan diatas, diharapkan akan menambah semangat dan kepercayaan bawahan anda serta seluruh rakyat Indonesia akan manfaat vaksinasi COVID-19.

Pada akhirnya demi rasa kasih sesama manusia dan untuk tidak dimurkai Tuhan sebagai orang-orang yang menyembunyikan ilmunya, maka saya menasihatkan anda untuk mengecek rapid antibody sebelum mengulang vaksin yang gagal itu. Hal itu untuk mencegah terjadinya reaksi Antibody Dependent Enhacement (ADE). Dimana bila hal itu terjadi, maka virus-virus mati yang berada dalam vaksin Sinovac itu, akan dengan mudah masuk kedalam sel-sel organ penting anda (jantung,otak,ginjal). Dan bila itu terjadi maka bisa saja menyebabkan kerusakan organ-organ vital tersebut bahkan kematian.

Betapapun para ahli mengatakan kemungkinan untuk terjadinya reaksi ADE akibat vaksinasi Sinovac adalah kecil. Pada pandangan saya,tidak ada salahnya bila seseorang yang mampu, untuk melakukan cek rapid antibody sebelum dilakukan vaksinasi Sinovac. Bila rapid Antibody negatif, maka aman untuk divaksinasi. Tetapi bila positif sebaiknya batalkan vaksinasi Sinovac itu. Karena seperti surat yang pernah saya kirimkan dulu kepada anda, bahwa vaksin Sinovac adalah vaksin terlemah dalam menimbulkan respon imunitas dari 10 vaksin unggulan WHO. Maka tanpa disuntikkan vaksin Sinovac pun tidaklah masalah. Karena kita telah mempunyai antibody terhadap virus COVID-19 itu (rapid test antibody positif). Saran saya yang lain lagi adalah cukuplah anda 3x saja menjadi contoh sebagai orang pertama yang disuntik vaksin (1x gagal, 1x mengulang kegagalan dan 1x lagi booster, 1 bulan setelah suntikan mengulang kegagalan itu ).

Kenapa hal tersebut saya katakan?

Karena, vaksinasi COVID-19 harus dilakukan booster berulang kali. Disebabkan, berdasarkan penelitian, respon imunitas yang dihasilkan akibat vaksinasi COVID-19, paling lama adalah 3-4 Bulan. Dan maksimal adalah 6 Bulan. Karena itulah vaksinasi COVID-19 harus diulang-ulang terus. Minimal 2x dalam 1 Tahun. Mengulang-ulang vaksinasi (entah sampai kapan) selain menyebabkan kemungkinan ADE seperti yang saya tuliskan diatas, juga dapat menyebabkan kemungkinan masuknya virus mati (Sinovac dan Sinopharm) atau bagian protein dari virus tersebut (seperti vaksin-vaksin lainnya) untuk masuk kedalam sel-sel organ dalam kita (jantung, usus, ginjal, mata, pembuluh darah, dsb).

Hal itu dapat terjadi karena sebagian besar sel-sel organ dalam kita mempunyai enzim ACE2 pada permukaan membran nya. Dan enzim tersebut memudahkan virus hidup COVID-19, virus mati atau bagian protein COVID-19 itu, untuk masuk ke sel organ-organ penting kita. Dan bila itu terjadi, reaksi yang berbahaya yang menyebabkan cacatnya organ-organ tersebut dapat terjadi. Sebagai seorang Presiden, anda harus diselamatkan terlebih dahulu ketimbang bawahan atau rakyat anda. Itulah alasan kenapa saya menyarankan cukuplah 3x saja anda menjadi orang yang pertama kali disuntik vaksin Sinovac.

Demikian surat saya. Bila surat ini penting menurut anda, maka silakan menyebarluaskannya pada bawahan anda dan seluruh rakyat Indonesia. Termasuk juga MUI. Fatwa haram, wajib, atau makruh, tentang vaksinasi COVID-19 beserta booster-boosternya harus dikatakan juga. Bukan hanya halal dan suci saja.

Salam Vaksinasi dr. Taufiq Muhibbuddin Waly Sp.PD

Pesan berantai ini diketahui muncul ke sejumlah media sosial seperti Whatsapp dan Facebook, usai vaksinasi Covid-19 perdana yang dimulai dengan penyuntikan vaksin Sinovac kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (13/1/2021) lalu.

Pesan ini ditulis oleh seorang dokter di Cirebon yang menyebut suntikan vaksin Sinovac kepada Presiden Jokowi gagal dan perlu disuntik ulang.

Hasil penelusuran Kompas.com, Selasa (19/1/2021), Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban, angkat bicara menanggapi pesan berantai tersebut melalui cuitan di akun Twitter-nya @ProfesorZubairi.

"Selain Kristen Gray, yang meresahkan lagi adalah beredarnya pesan berantai di media sosial dan WAG (WhatsApp Group) tentang vaksinasi @jokowi yang dianggap gagal dan harus diulang," kata Prof Zubairi.

Mitos metode suntik intramuskular

Banyak jurnalis menanyakan perihal pesan berantai tersebut. Dokter asal Cirebon tersebut mengatakan injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular atau menembus otot, sehingga penyuntikkannya harus dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat).

Menurut Taufiq, vaksin yang diterima Presiden Jokowi tidak menembus otot, karena tidak 90 derajat. Sehingga dianggap vaksin tidak masuk ke dalam darah, hanya sampai di kulit atau di bawah kulit.

"Jawabannya tidak benar. Sebab, menyuntik itu tidak harus tegak lurus dengan cara intramuskular. Itu pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. Bisa Anda lihat di penelitian berjudul 'Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat'," jelas Prof Zubairi.

Terkait tentang penelitian itu, Prof Zubairi menjelaskan bahwa intinya persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis.

Dalam studi yang ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000, trigonometri menunjukkan, suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90.

"Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib (dokter kepresidenan yang menyuntuk vaksin Sinovac kepada Presiden Jokowi) sudah benar. Tidak diragukan," jelas Prof Zubairi.

Risiko Antibody Dependent Enhancement (ADE)

Taufiq dalam pesan berantainya juga menyinggung soal risiko ADE, yakni kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan.

Prof Zubairi menegaskan bahwa tidak ada bukti di uji klinis I, II, dan III bahwa ADE tersebut terjadi pada vaksin Sinovac.

"Dulu pernah diduga pada vaksin demam berdarah. Saya enggak tahu bagaimana perkembangannya lagi. Silahkan dicek," kata Prof Zubairi.

Selain itu, Prof Zubairi juga menjelaskan terkait hubungan tubuh kurus dan tidak punya pengaruh dengan ukuran jarum suntik.

"Ya, kalau obesitas berlebihan tentu jaringan lemaknya banyak. Jadi untuk masuk ke otot jadi lebih sulit. Dokter yang nantinya bisa menilai ukuran jarum suntik itu ketika akan divaksin," jelas Prof Zubairi.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/19/183200323/-hoaks-pesan-berantai-vaksinasi-covid-19-jokowi-gagal-ini-penjelasan-ahli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke