Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peneliti Sebut Kerusakan Otak Pasien Covid-19 Bukan karena Virus Corona

KOMPAS.com - Sejumlah penelitian terbaru telah mengisyaratkan kemampuan Covid-19 dalam mengganggu dan melewati penghalang darah-otak.

Namun, para ilmuwan belum dapat menentukan apakah virus corona benar-benar masuk ke otak.

Menurut peneliti, yang tampak jelas adalah bahwa pasien yang terinfeksi virus corona, secara teratur mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, pusing, disfungsi kognitif, dan hilangnya indra penciuman.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana penyakit Covid-19 memengaruhi otak, tim peneliti menggunakan pemindai magnetic resonance imaging (MRI) ultra-sensitif untuk mengintip ke dalam tengkorak pasien Covid-19 yang baru saja meninggal.

Hasil pemindaian menunjukkan, Covid-19 memang dapat memicu peradangan di otak, yang kemudian merusak pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan kebocoran.

Tapi menariknya, virus SARS-CoV-2 sendiri tidak terdeteksi di jaringan di sekitar pembuluh darah yang rusak tersebut. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan respons kekebalan tubuh, yang menghasilkan efek berbahaya tersebut, bukan patogen itu sendiri.

Melansir IFL Science, temuan yang telah dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine ini, mengungkap adanya beberapa kelainan dalam wilayah tertentu pada otak utama.

Di dalam bola olfaktorius, yang mengontrol indera penciuman, dan batang otak yang mengoordinasikan proses otomatis, seperti pernapasan dan detak jantung, para peneliti mencatat adanya sejumlah besar bintik terang dan gelap.

Area terang menunjukkan hiperintensitas, dan merupakan ciri peradangan, sedangkan bintik hitam, yang disebut hipointensitas, biasanya menunjukkan perdarahan.


Peneliti lalu melakukan pemeriksaan lebih dekat di bawah mikroskop, dan menemukan bahwa pembuluh darah di daerah yang lebih terang telah menjadi lebih tipis dan bocor, memungkinkan protein darah tertentu keluar.

Selanjutnya hal tersebut memicu respons imun, yang ditunjukkan dengan adanya sel imun seperti mikroglia dan sel T di jaringan sekitarnya.

Sementara itu, bintik-bintik gelap ditemukan mengandung darah yang menggumpal dan pembuluh darah yang bocor, tetapi tidak ada sel kekebalan. Hiperintensitas diamati pada total sembilan pasien, sedangkan hipointensitas ditemukan pada 10 pasien.

Dalam sebuah pernyataan, penulis studi Avindra Nath menjelaskan, bahwa otak pasien yang tertular infeksi dari SARS-CoV-2 kemungkinan rentan terhadap kerusakan pembuluh darah mikrovaskuler.

“Hasil kami menunjukkan, bahwa ini mungkin disebabkan oleh respons peradangan tubuh terhadap virus," ujar Nath.

“Awalnya kami berharap bisa melihat kerusakan yang diakibatkan karena kekurangan oksigen. Tapi, kami justru melihat kerusakan multifokal yang biasanya dikaitkan dengan stroke dan penyakit peradangan saraf," lanjutnya.

Pasien yang terlibat dalam penelitian ini berusia rata-rata 50 tahun, dan banyak yang menderita masalah kesehatan yang mendasarinya seperti obesitas, diabetes, atau penyakit kardiovaskular. Semua pasien tersebut meninggal dunia antara Maret hingga Juli 2020, setelah bertahan selama maksimal dua bulan melawan infeksi Covid-19.

Sementara masih banyak pertanyaan tentang bagaimana virus memengaruhi organ dan sistem vital pada pasien yang berbeda, Nath menyimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan kerusakan otak yang kemungkinan bukan disebabkan oleh virus corona yang secara langsung menginfeksi otak.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/03/160500723/peneliti-sebut-kerusakan-otak-pasien-covid-19-bukan-karena-virus-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke