Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hasil Uji Klinis Vaksin Tifoid atau Tipes di Indonesia Dinyatakan Aman

KOMPAS.com - Vaksin Vi-DT atau vaksin konjugat tifoid yang diproduksi PT Bio Farma terbukti aman dan efektif diberikan bagi anak-anak berusia 2-11 tahun.

Ini merupakan hasil uji klinis fase 2 yang dilakukan FKUI-RSCM, PT Bio Farma, dan International Vaccine Institute Seoul.

"Melalui penelitian ini, vaksin Vi-DT terbukti dapat meningkatkan titer antibodi 28 hari pasca-vaksinasi sebesar 4 kali lipat atau lebih," kata Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (22/10/2020).

Hasil penelitian uji klinis fase 2 vaksin Vi-DT telah dipublikasikan di jurnal BMC Pediatrics pada bulan Oktober 2020.

Prof Ari yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menjelaskan, demam tifoid dikenal masyarakat sebagai penyakit tipes. Ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi.

Dari 14,3 juta kasus demam tifoid dan paratifoid di dunia, 12,6 persen terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun dan 55,9 persen pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Insiden tertinggi demam tifoid ditemukan pada daerah dengan angka kemiskinan tinggi, padat penduduk, dan sanitasi buruk.

"Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menurunkan jumlah kasus demam tifoid adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan ketersediaan air bersih," ungkap Ari.

Namun pada daerah endemis dengan resistansi antibiotik tinggi, upaya ini tidak terlalu berdampak signifikan.

"Di sinilah, vaksinasi memegang peranan penting," tegas Ari.

Penelitian

Uji klinis fase 2 ini melibatkan 200 relawan yang memenuhi kriteria inklusi, yakni berusia 2-11 tahun dan telah menandatangani lembar informed consent.
200 relawan ini dibagi menjadi 2 kelompok sama besar secara acak.

Kelompok pertama menerima vaksin Vi-DT dan kelompok kedua menerima vaksin Vi-polysaccharide (Vi-PS).

"Vaksin Vi-PS adalah vaksin tifoid berlisensi di Indonesia, berperan sebagai kontrol dalam penelitian ini," jelas Ari.

Untuk menghindari bias, peneliti tidak mengetahui siapa saja yang masuk dalam kelompok pertama atau kedua (observer-blind).

Ari pun memaparkan, relawan yang memiliki riwayat demam tifoid (dikonfirmasi dengan pemeriksaan kultur darah atau rapid test), sudah mendapat vaksinasi untuk demam tifoid sebelumnya atau vaksinasi apapun dalam kurun waktu 1 bulan tidak diikusertakan dalam riset.

Subjek juga tidak boleh dalam keadaan demam (suhu ketiak lebih dari 37,50 derajat Celsius), punya sakit kronis, memiliki riwayat alergi terhadap komponen vaksin, atau sedang mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem imun.

Sebelum vaksin disuntikkan, sampel darah setiap subjek diambil untuk memastikan kriteria penelitian terpenuhi.

Semua relawan diminta untuk memantau dan mencatat efek samping yang mungkin timbul selama 28 hari pasca-vaksinasi.

Lalu pada hari terakhir, sampel darah setiap subjek diambil kembali untuk mengukur titer antibodi.

Efek samping

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, efek samping yang ditimbulkan kedua vaksin ini sama.

Nyeri di daerah suntikan dan kemerahan menjadi efek samping yang umum ditemukan sampai dengan 24 jam pasca-vaksinasi.

Namun, pada hari ke 3 sampai 28 pasca-vaksinasi, efek samping sistemik seperti demam dan nyeri otot lebih tinggi dialami kelompok Vi-PS.

Walaupun begitu, demam ini akan sembuh dalam kurun waktu 48 jam tanpa ada komplikasi apapun.

Berkaitan dengan kemampuan vaksin memicu respons imun tubuh atau tingkat imunogenisitas, kelompok subjek yang mendapat vaksin Vi-DT menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan dengan kelompok subjek yang mendapat vaksin Vi-PS.

Antibodi 28 hari pasca-vaksinasi pada semua subjek di kelompok vaksin Vi-DT (100 persen) meningkat 4 kali lipat atau lebih dari nilai awal.

Sementara pada kelompok vaksin Vi-PS, peningkatan antibodi 28 hari pasca-vaksinasi sebesar 4 kali lipat atau lebih hanya terjadi pada 93 persen subjek.

Selain bagi kelompok usia 2-11 tahun, vaksin Vi-DT juga terbukti aman dan efektif diberikan untuk anak-anak usia 6 bulan sampai 2 tahun.

"Hal ini tentu sangat membantu apalagi mengingat belum ada vaksin tifoid berlisensi di Indonesia untuk anak-anak di bawah usia 2 tahun," ujar Ari.

Melihat hasil uji klinisnya, keberadaan vaksin Vi-DT ini diharapkan mampu memberikan perlindungan yang lebih baik bagi bayi dan anak-anak dibandingkan vaksin tifoid sebelumnya.

Ari menyatakan apresiasinya kepada para peneliti studi ini. Ini menjadi contoh bahwa vaksin harus melalui uji klinik dan hasilnya dipublikasi di jurnal internasional.

“Demam tifoid merupakan suatu penyakit yang tidak boleh dianggap remeh apalagi di Indonesia, demam tifoid termasuk salah satu penyakit endemis. Di negara endemis, peningkatan variasi genetik bakteri yang resisten terhadap antibiotik banyak ditemukan padahal kita tahu bahwa antibiotik merupakan obat utama untuk demam tifoid," ujarnya.

"Penyakit ini jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, langkah terbaik yang dapat kita lakukan adalah pencegahan. Selain menjaga sanitasi lingkungan dan menjaga ketersediaan air bersih, vaksinasi menjadi salah satu langkah efektif dalam mencegah demam tifoid,” imbuhnya.

Tim peneliti dari FKUI-RSCM terdiri atas sejumlah staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak, yaitu dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH; Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si; Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K); Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K); Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K); Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K); dan dr. Angga Wirahmadi, Sp.A.

Para peneliti dari FKUI-RSCM ini bekerja sama dengan dr. Mita Puspita; dr. Rini Mulia Sari; dr. Novilia Sjafri Bachtiar, M.Kes dari PT Bio Farma dan Jae Seung Yang, Ph.D.; dr. Arijit Sil, DA; Dr. Sushant Sahastrabuddhe, MBBS, MPH, MBA dari International Vaccine Institute, Seoul.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/10/23/160300823/hasil-uji-klinis-vaksin-tifoid-atau-tipes-di-indonesia-dinyatakan-aman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke