Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Kelayakan Metode Riset Digital di Tengah Pandemi

Oleh: Bahtiar Rifai

PEMBATASAN fisik dan sosial yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mengurangi risiko penyebaran virus Corona telah berpengaruh terhadap riset sosial-humaniora (soshum) yang mendasarkan pada interaksi sebagai sumber utama data penelitian.

Sementara itu, kegiatan riset harus terus berjalan sebagai kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan meski tengah menghadapi Pandemi Covid-19.

Kondisi ini dialami sebagian besar lembaga penelitian maupun perguruan tinggi, terlebih mahasiswa (sarjana, magister dan kedokteran) sebagai syarat memperoleh gelar (kelulusan).

Beberapa universitas di luar negeri, seperti di Hawai, Australia dan Inggris, telah memilih beberapa mitigasi protokol riset seperti menunda kegiatan pengumpulan data, mengganti proses pengumpulan data, atau meminimalkan hal tersebut. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Bilamana di sektor usaha baik skala kecil-menengah (UKM) maupun usaha besar didorong oleh Menteri Keuangan untuk bertransformasi dalam sistem bisnis digital, maka kegiatan riset pun diharapkan mampu beradaptasi atas pandemi dengan menggunakan metode digital dalam pengumpulan data.

Tidak dimungkiri bila muncul dari sisi peneliti, akademisi dan masyarakat umum, pertanyaan apakah pendekatan ini berpengaruh terhadap kualitas riset. Kemudian, bagaimana hasil riset tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, seperti memenuhi kualifikasi tugas akhir, laporan penelitian ataupun publikasi ilmiah dalam jurnal ilmiah.

Belum lagi menghadapi gelombang resistensi dari sebagian peneliti soshum yang memandang metode digital ini sulit menggantikan pendekatan konvensional melalui tatap muka. Hal ini disinyalir akibat keterbatasan pengalaman peneliti tersebut menggunakan metode tersebut ataupun penguasaan skills digital.

Metode digital sebenarnya bukan sebuah pendekatan yang baru dalam riset soshum. Pengumpulan data berbasis teknologi digital telah dikembangkan sejak tiga dekade silam. Awalnya, metode ini digunakan dalam penelusuran literatur yang bertransformasi dari versi cetak menjadi digital repositories di tahun 1990.

Saat ini, hampir semua sumber literatur sudah dalam bentuk digital yang dapat ditelusuri melalui mesin pencari artikel (google scholar misalnya).

Dalam waktu yang relatif bersamaan, survei yang sebelumnya berbasis persuratan ataupun kunjungan langsung mulai bergeser ke survei surat elektronik (e-mail). Dalam proses seleksi responden ataupun narasumber, unsur etnografi telah dielaborasi seperti pengelompokan responden berdasar pekerjaan, agama, pendidikan, dan kondisi sosial lainnya.

Tanpa disadari, perkembangan teknologi di awal tahun 2000 telah menggeser alat ini dengan survei berbasis website seperti dengan google form (2008), Survey Monkey (2010) ataupun Qualtrics.

Di samping itu, pemanfaatan etnografi digital yang dikenalkan pertama tahun 2001, terus berkembang seiring dinamika sosial, yaitu dengan memanfaatkan unstructured data dalam BigData yang bersumber dari berbagai platform digital seperti pada bidang komunikasi (WhatsApp, Line, WeChat, Messenger), media sosial (Facebook, Instagram, Twitter, Snapchat), hiburan (YouTube) dan permainan online (Mobile Legends).

Konsep dasar metode digital merupakan pendekatan pengumpulan data yang menstransformasi interaksi tatap muka langsung (face-to-face) menjadi non-tatap-muka yang berbasis pada koneksi internet dengan menggunakan berbagai jenis platform (media komunikasi) yang dapat diakses pada beberapa perangkat seperti komputer, tablet dan telepon pintar yang selanjutnya data diproses secara otomatis sebagai luarannya.

Ketersediaan jaringan informasi dan komunikasi, konektivitas internet dan keterjangkauan terhadap perangkat komunikasi menjadi faktor kunci dalam merealisasikan pendekatan ini.

Salah satu keunggulan yang ditawarkan oleh metode penelitian digital adalah mengurangi sekat atas dimensi keruangan, waktu dan jarak antara peneliti dan obyek penelitian sehingga diharapkan mampu mendekati kondisi selayaknya interaksi langsung. Metode digital juga relatif efisen secara waktu dengan ketiadaan mobilitas peneliti ke objek.

Menyadari bahwa tidak ada satu pun metode yang bersifat absolut dalam dunia penelitian, pendekatan ini masih memiliki beberapa keterbatasan.

Pertama adalah aspek keterwakilan.

Walaupun akses internet saat ini semakin merata dan terjangkau, namun ada kecenderungan intensitas pengguna akses internet semakin inklusif, misalnya dominasi lokasi tertentu (perkotaan); tingkat pendapatan (menengah keatas); pendidikan (minimal lulusan perguruan tinggi); gender (laki-laki); hingga kelompok usia produktif. Belum lagi pengaruh kualitas jaringan internet (kecepatan dan kontinuitas akses) yang masih berbeda antara Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur.

Keterbatasan pilihan teknik sampling hanya pada non-probability, misalnya, menjadi tantangan untuk mewujudkan aspek keterwakilan.

Kedua, risiko rendahnya partisipasi responden mengingat sifatnya yang passive bait and wait technique dibandingkan metode konvensional. Kejenuhan atas maraknya survei online, misalnya, ataupun durasi pengisian yang panjang, membuat calon responden cenderung mengurungkan niat berpartisipasi dalam penelitian.

Sementara itu, pembatasan pertanyaan penelitian (misalnya survei online gratis) berimplikasi pada kedalaman informasi yang umumnya dapat dilakukan dalam wawancara langsung. Ditambah lagi, penggunaan web survei yang gratis berisiko terhadap kebocoran data dan kerahasiaan responden yang seharusnya dapat dilindungi.

Implikasi yang lain adalah kesulitan dalam penelusuran calon responden yang mana biasa diterapkan dengan snowball sampling dalam etnografi non-digital.

Ketiga, peneliti-peneliti soshum dihadapkan pada pengusaan instrumen riset berbasis pada aplikasi digital. Dalam hal ini, peneliti harus belajar mengunakan software digital dari yang sederhana (non-programming) maupun programming (computer language).

Lalu bagaimana memitigasi beberapa keterbatasan di atas?

Terdapat beberapa hal yang wajib diperhatikan peneliti sebelum mengimplementasikan metode pengumpulan data berbasis digital.

Pertama, memilih metode digital yang paling sesuai dengan kebutuhan riset untuk menjawab ketepatan dan keakuratan data. Analogi sederhananya adalah memastikan kesesuaian memilih alat dengan objek untuk mencapai tujuan, misalnya pisau dengan daging, gunting dengan kertas ataupun gergaji dan pohon.

Kedua, memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh komite klirens etik yang berperan menentukan kelayakan instrumen riset. Komite ini telah menjadi faktor kunci dalam menjaga kaidah ilmiah, baik secara substansi penelitian maupun melindungi obyek penelitian dan peneliti itu sendiri, termasuk kerahasian data.

Komite klirens etik merupakan hal jamak dan diterapkan di berbagai universitas bereputasi internasional dalam penelitian yang bersentuhan langsung dengan manusia sebagai objek penelitian. Selain menjaga kaidah ilmiah, peran komite ini berpeluang meningkatkan kualitas riset yang akan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penumbuhan inovasi.

Menjadi pekerjaan rumah selanjutnya bagi Pemerintah untuk dapat mewujudkan pembentukan komite ini dengan standardisasi nasional atas prosedur dan aturan di setiap lembaga penelitian dan perguruan tinggi.

Ketiga, membekali peneliti dengan skills metode digital, baik melalui in-house training digital (pembelajaran jarak jauh), pembelajaran mandiri, maupun kolaborasi riset dengan peneliti internasional sebagai proses knowledge transfer (transfer pengetahuan).

Sebagai penutup, menyadari adanya kelemahan dan kekuatan pendekatan tersebut, pemanfaatan metode digital bukan berarti menghilangkan metode konvensional yang telah terbangun dalam reputasi ilmiah penelitian. Pengembangan metode ini justru berperan dalam melengkapi metode yang telah ada, utamanya sebagai salah satu alternatif terbaik di tengah pandemi Covid-19.

Bahtiar Rifai

Peneliti Ekonomi Digital, LIPI

https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/25/110600623/menakar-kelayakan-metode-riset-digital-di-tengah-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke