Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal IPAG60, Teknologi Pengolah Air Gambut Jadi Air Bersih

KOMPAS.com - Lahan gambut tidak hanya jadi persoalan saat terjadi kebakaran lahan dan hutan di musim kemarau, tetapi air lahan gambut juga menjadi masalah jika digunakan untuk sanitasi.

Setiap individu pasti membutuhkan air dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tidak hanya untuk minum, tetapi juga untuk mencuci, masak, mandi dan kebutuhan lainnya.

Dijelaskan oleh Executive Director of Asia Pacific Centre for Ecohydrology (APCE) - UNESCO Category II Centre, Prof Dr Ignasius DA Sutapa MSc, kebutuhan manusia akan air minum cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan sanitasi lainnya.

Setiap individu setidaknya membutuhkan air minum sekitar 2 sampai 2,5 liter per hari. Namun, kebutuhan sanitasi bisa mencapai 150-200 pwr hari.

Hal ini tidak menjadi persoalan jika semua daerah, dan setiap individunya mendapatkan air bersih untuk sanitasi sehari-hari.

"Bagaimana dengan remote area (daerah tertinggal) yang sulit air bersih?," kata Ignasius kepada Kompas.com, Kamis (2/4/2020).

Di daerah yang tertinggal, bahan baku air yang tidak bersih atau di bawah standar masih banyak digunakan, seperti air gambut, payau, banjir dan sungai tercemar.

Air gambut

Warga di sekitar daerah yang lahannya bergambut pasti menggunakan aliran air gambut jika memanfaatkan air tanah, entah melalui sumur tradisional ataupun sumur bor.

"Air gambut masih digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Padahal, warnanya cokelat kehitaman. Meski ini air alami, tapi dikategorikan air marginal untuk kebutuhan sehari-hari," ujar dia.

Marginal yang dimaksudkan oleh Ignasius adalah air tersebut masuk dalam air baku yang di bawah standar bersih untuk sanitasi dan konsumsi.

Ironisnya, penggunaan air gambut dengan kualitas buruk dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti gigi keropos, kulit gatal-gatal hingga gangguan ginjal dan penyakit lainnya.

Sementara itu, krisis sumber air bersih masih banyak dirasakan di beberapa wilayah, seperti Kalimantan, Sumatera dan Papua yang memaksa masyarakat menggunakan air gambut.

Selain itu, diakui Ignasius, air gambut menjadi jenis air baku marginal kedua yang paling sulit diolah setelah air gambut dan payau.

Air baku marginal membutuhkan treatment atau pengolahan agar bisa dimanfaatkan dengan baik untuk kebutuhan sehari-hari tanpa menimbulkan kekhawatiran lainnya. Sementara itu, pengolahan juga tidak bisa sembarangan dilakukan.

Teknologi IPAG60

Ignasius yang juga peneliti di Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan teknologi IPAG60 yang dapat mengolah jenis air gambut dan non gambut berkualitas buruk menjadi layak guna dan layak konsumsi.

Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG60) dikembangkan sebagai sarana pemenuhan hak dasar masyarakat atas air, terutama di daerah gambut.

Diceritakan oleh Ignasius, ide dari inovasi IPAG60 ini berasal dari pengalamannya yang mengunjungi berbagai daerah, terutama di Kalimantan, di mana fasilitas air bersihnya meskipun di hotel sekalipun adalah air gambut.

"Awalnya itu tahun 2000-an ada survei di Kalimantan Timur, saya terkejut dengan kondisi layanan air bersih bahkan di hotel. Di hotel saja airnya begitu, berarti di rumah warga juga bisa jadi lebih (buruk) dari itu," ujar dia.

Oleh sebab itu, ia berusaha membuat inovasi yang dapat digunakan untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan air bersih yang memenuhi standar.

Pengembangan teknologi sudah dilakukan sejak tahun 2009. Setelah itu, pada tahun 2010 hingga 2011, mulai pengujian laboratorium sampai implementasi awalnya. Bahkan, pada tahun 2013, teknologi ini sempat mendapatkan penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi RI.

IPAG60 memiliki kombinasi perangkat dan bahan pengolah air gambut yang efektif dan efisien dengan pengoperasian dan perawatan yang mudah dan relatif murah.

Teknologi IPAG60 telah berhasil diterapkan sebagai solusi untuk memecahkan permasalahan rendahnya ketersediaan air bersih atau air minum di berbagai daerah dan terus dilakukan perkembangan di wilayah lain.

"Kami hanya menyiapkan inovasinya, nanti eksekusinya bagaimana ke masyarakat, itu tergantung partner kerjasamanya. Bisa instansi atau juga pemerintah daerah setempat," kata dia.

Oleh sebab itu, kata Ignasius, ia dan timnya sangat terbuka jika ada yang meminta bantuan untuk mengolah dan memproduksi air bersih agar bisa dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat banyak.

Teknologi yang telah diterapkan di Kabupaten Bengkalis, Riau dan Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah ini dapat mengubah air gambut dengan kualitas yang tidak baik menjadi layak guna dan konsumsi. Wilayah lainnya seperti Sumatera Selatan, Jambi juga sedang dalam perundingan untuk implementasi inovasi ini.

Hasil uji menunjukkan bahwa air produksi IPAG60 telah memenuhi standar air golongan A berdasarkan Peraturan Menkes No. 492/2010, dan dapat memenuhi kebutuhan air untuk 400-500 jiwa per hari atau sekitar 100-200 kepala keluarga.

"Ini sengaja kami buat kapasitas kecil, karena lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan daerah yang kami amati. Biar tidak habis di cost (biaya) distribusi," ujar dia.

Teknologi pengelolaan air bersih ini dapat menghasilkan 60 liter air bersih per menit. Kendati teknologinya bisa dibuat dengan kapasitas yang lebih besar, tetapi inovator lebih mempertimbangkan untuk membuatnya kecil dan bisa digunakan di banyak wilayah, daripada besar tapi hanya sedikit wilayah yang mendapatkan akses.

Untuk diketahui, teknologi IPAG60 tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk mengolah air gambut, tetapi juga untuk air yang berwarna, tingkat keasaman tinggi dan jenis pencemaran air lainnya.

Dituturkan Ignasius, inovasi IPAG60 ini setidaknya diharapkan ke depannya dapat membantu pemerintah mencapai target tahun 2030 untuk menyelesaikan 100 persen permasalahan sanitasi di masyarakat.

Sebab, yang diperlukan untuk mencapai target tersebut bukan hanya teknologi, tetapi juga kebijakan dan implementasi dari inovasi yang telah diciptakan.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/03/170400923/mengenal-ipag60-teknologi-pengolah-air-gambut-jadi-air-bersih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke