Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengamat Ungkap Akar Masalah Terkendalanya Penerapan PBG di Lapangan

Hal itu dikeluhkan oleh asosiasi pengembang perumahan seperti Real Estat Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).

Mereka menilai masih ada tumpang tindih kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Hingga kini banyak pemerintah daerah yang belum mengeluarkan Peraturan Daerah terkait penerapan PBG dan masih berpegang pada IMB meski kebijakan itu telah dihapus oleh Pemerintah Pusat.

Pengamat Properti yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit mengatakan, tidak efektifnya penerapan PBG di lapangan membuktikan bahwa pemerintah pusat masih bersikap otoritarianisme dalam menjalankan birokrasi.

Menurutnya, minimnya koordinasi dan persetujuan dengan seluruh pemerintah daerah menjadi penyebab terkendalanya penerapan PBG di lapangan. 

"Berarti pemerintah pusat masih bersikap otoritarianisme karena PBG hanya diputuskan tanpa terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan seluruh daerah di Indonesia. Jadi lebih kepada persetujuan dan capacity building," kata Panangian saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/12/2021).

Panangian menjelaskan, seharusnya sebelum dibuat aturan terkait PBG, Pemerintah Pusat melakukan komunikasi dengan seluruh pemerintah daerah di Indonesia, misalnya membahasnya dalam bentuk simposium.

Terlebih, kebijakan PBG ini bersifat teknis, sehingga sejak awal, pemerintah daerah seharusnya diberikan pemahaman bagaimana prosedur dan penerapannya di lapangan.

Menurut Panangian, pemerintah harus memahami bahwa pasca pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya sejak diberlakukannya otonomi daerah, masalah perumahan dan permukiman kini juga telah menjadi wewenang dari pemerintah daerah.

Berbeda pada era Soeharto, Pemerintah Pusat memegang kendali seluruh kewenangan masalah perumahan dan permukiman tersebut.

Karenanya, segala kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat saat ini semestinya mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atau paling tidak disosialisasikan kepada pemerintah daerah.

Hal itu penting untuk menjamin agar kebijakannya dapat efektif berjalan sehingga memberikan manfaat bagi banyak orang.

Sebelumnya, Ketua Umum REI Paulus Totok Lusida sempat menyinggung sulitnya penerapan PBG dalam acara Rakernas REI 2021 yang digelar kemarin, Senin (20/12/2021).

Menurutnya sulitnya penerapan PBG di lapangan dapat menghambat para pengembang untuk menambah stok perumahannya.

"Sehingga perlu solusi bersama ini, kalau tidak di tahun 2022, Kami (REI) berhenti pembangunan," tegasnya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam aturan ini disebutkan, Pemerintah menghapus status Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

PBG menjadi istilah perizinan yang digunakan untuk dapat membangun bangunan baru atau mengubah fungsi dan teknis bangunan tersebut.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/12/21/190000121/pengamat-ungkap-akar-masalah-terkendalanya-penerapan-pbg-di-lapangan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke