Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sheila Maulida Fitri
Pengacara

Pengacara dan pemerhati hukum pidana siber

Orang dengan Skizofrenia, Bisakah Dipidana?

Kompas.com - 16/03/2024, 10:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA kembali digemparkan kasus dugaan pembunuhan seorang anak berusia 5 tahun oleh ibu kandungnya di Bekasi, Jawa Barat.

Kejadian tersebut dilakukan ketika korban sedang tidur, dengan cara menikam korban dengan pisau. Sang Ibu mengaku mendapatkan bisikan gaib untuk melakukan hal tersebut.

Kejadian serupa pernah terjadi pada 2022 lalu. Seorang ibu muda di Brebes, Jawa Tengah, menyayat leher anak kandungnya berusia 6 tahun hingga tewas dan melukai 2 anak kandung lainnya karena mengaku mendapatkan bisikan gaib.

Kedua pelaku tersebut diindikasikan memiliki gangguan kesehatan mental berupa Skizofrenia.

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani: “schizein" berarti “terpisah" atau “pecah" dan “phren" yang artinya “jiwa".

Sehingga dapat didefinisikan sebagai gangguan psikiatri yang ditandai adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang.

Gejala atau indikasi orang mengidap skizofrenia ditandai dengan sikap mudah marah dan depresi serta cenderung mengasingkan diri dari lingkungan sekitar orang lain.

Selain itu, orang dengan Skizofrenia cenderung mengalami delusi dan meyakini sesuatu yang bertolak belakang dengan kenyataan, halusinasi, pikiran kacau, dan adanya perubahan perilaku.

Pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawaban hukum dalam kasus pidana menganut asas pertanggungjawaban pribadi. Artinya ketika seseorang melakukan suatu tindak pidana, maka pelaku itulah yang wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya, tidak dapat diwakilkan oleh subjek hukum yang lain.

Meski begitu, guna menentukan siapa yang wajib bertanggung jawab atas suatu tindak pidana, maka harus ada unsur kesalahan (schuld) dalam diri pelaku.

Sedangkan untuk adanya kesalahan, maka harus memenuhi syarat sebagai berikut:

(i) adanya perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan pelaku sudah memenuhi unsur-unsur pasal yang dilarang;
(ii) mampu bertanggung jawab, karena dalam pasal 44 KUHP dan Pasal 45 KUHP diatur bahwa tidak bisa dipidana orang yang kurang sempurna akalnya dan atau karena belum dewasa;
(iii) adanya kesengajaan atau kealpaan dalam melakukan perbuatan melawan hukum;
(iv) tidak ada alasan pemaaf.

Lantas bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana yang memilki gangguan kesehatan mental berdasarkan hasil pemeriksaan medis?

Dalam ajaran pertanggung jawaban hukum pidana terikat pada ketentuan pasal 44 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa, “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.”

Sedangkan dalam KUHP baru, yaitu Pasal 39 UU No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,“Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.”

Secara normatif, dalam rezim KUHP yang masih berlaku saat ini seolah-olah pelaku dengan diagnosa medis Skizofrenia akan mutlak lepas dari pertanggungjawaban pidana. Namun, pada kenyataanya dalam beberapa kasus tetap ada yang dijatuhi hukuman pidana.

Hal ini didasarkan pada saat proses penyidikan, telah dilakukan pemeriksaan kejiwaan oleh pihak-pihak terkait dibantu Ahli Psikologi Forensik terhadap pelaku.

Apabila pelaku ternyata mampu menceritakan setiap kronologi dan situasi saat kejadian, maka abnormalitas kondisi psikologisnya dinilai belum memenuhi unsur dalam Pasal 44 KUHP tersebut.

Oleh karena itu, tidak semua jenis gangguan kesehatan mental bisa membuat pelaku kejahatan lolos dari hukum.

Sedangkan dalam KUHP Baru yang akan mulai berlaku pada 2026 nanti, terdapat alternatif putusan yang tidak selalu berupa hukuman penjara.

Bagi pelaku dengan gangguan kesehatan mental dengan tingkat derajat sedang atau berat bisa dikenai sanksi berupa tindakan, bisa berupa konseling, pengobatan dan treatment medis lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com