Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Sikap Mahkamah Agung AS tentang Teknologi Hukum dan AI

Kompas.com - 27/02/2024, 11:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETUA Mahkamah Agung AS John G Robert, Jr, dengan cekatan menggambarkan situasi sidang. Fenomena itu adalah “saat terjadi guncangan tangan, suara bergetar, perubahan nada suara, tetesan keringat, keraguan sesaat, dan jeda singkat kontak mata”.

Chief Justice Roberts mengatakan bahwa mesin tidak dapat sepenuhnya menggantikan aktor-aktor kunci di pengadilan. Hakim, ungkapnya, bisa mengukur keikhlasan ucapan terdakwa saat putusan dijatuhkan.

Ketua Mahkamah Agung AS yang sudah menjabat sejak 2005 sampai sekarang menekankan, putusan hakim memerlukan ketelitian. Sering kali melibatkan wilayah abu-abu, yang masih memerlukan peran penilaian manusia.

Dalam hal seperti ini, kebanyakan orang masih lebih memercayai manusia dibandingkan mesin. Terutama dalam memahami dan menarik kesimpulan yang tepat dari berbagai bukti atau petunjuk.

Uraian yang merefleksikan faktor dan sisi humaniora proses pengadilan itu disampaikan Chief Justice Roberts pada Laporan Akhir Tahun Mahkamah Agung AS. Laporan yang selalu ditunggu-tunggu karena kerap menunjukan pendirian hukum Amerika Serikat.

Saya mendapatkan naskah lengkap "2023 Year-End Report on the Federal Judiciary" yang diterbitkan Supreme of Court of The United States (SCOTUS).

Ini merupakan laporan ke 19 yang dibacakan Chief Justice John G Robert, Jr, sebagai Ketua Mahkamah Agung AS yang menjabat sejak 2005.

Tulisan ini adalah bagian dari Penelitian "Academic Leadership" di Pusat Studi Cyberlaw dan Transformasi Digital Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Untuk manfaat lebih luas, saya bagikan juga kepada pembaca Kompas.com.

Teknologi hukum

Hal istimewa dalam laporan Supreme Court of The United States (SCOTUS) yang dirilis hari terakhir Desember 2023 itu adalah, ketika Mahkamah Agung AS memberikan pandangannya terkait hubungan hukum dan teknologi, khususnya tentang Artificial Intelligence (AI).

Dalam laporan yang dibacakan langsung oleh Ketua Mahkamah Agung AS, dapat dirangkum sebagai berikut:

Pertama, Laporan Akhir Tahun 2023 yang ringkas dan padat setebal 13 halaman itu menjelaskan, Mahkamah memberi perhatian terhadap masalah besar, yaitu tentang teknologi hukum, yang relevan dengan sistem pengadilan Federal AS.

Mahkamah melalui Chief Justice Roberts mengutarakan pendirian progresif dan sikap terbuka terhadap teknologi hukum.

Pandangannya relevan dengan implementasi hukum transformatif, yang menjadikan teknologi sebagai anasir non hukum substansial yang tidak dapat diabaikan.

Ia secara jernih menunjukan bahwa meskipun profesi hukum secara umum, seringkali terkenal menolak perubahan terlalu cepat, tetapi peradilan Federal telah menyesuaikan diri dengan perubahan.

Ia pun menekankan, perubahan dalam praktik hukum adalah untuk memenuhi peluang dan tantangan teknologi baru itu.

Kedua, Mahkamah memberi pandangan terkait potensi penerapan dan kendala AI sebagai kecerdasan buatan. Semua perubahan yang telah terjadi identik dengan perubahan permanen, termasuk teknologi pemeriksaan jarak jauh.

Hal ini juga mencakup penggunaan platform digital untuk presentasi persidangan, pelaporan pengadilan secara real-time, fasilitasi bagi juri, pihak yang berperkara, dan penonton penyandang disabilitas.

Banyak aplikasi lainnya yang secara radikal mengubah cara kehadiran Juri dan pengacara dalam memeriksa bukti di pengadilan.

Ketiga, Mahkamah tampak menggarisbawahi ada korelasi situasional. Di mana pandemi COVID-19 telah mendorong gelombang inovasi teknologi yang pesat.

Pengadilan di semua tingkat beralih dari pemeriksaan tatap muka ke pemeriksaan jarak jauh, baik dalam kasus perdata mau pun pidana.

Keempat, berbagai inovasi yang awalnya hanya bersifat sementara kini telah menjadi fitur permanen dalam bidang hukum.

Hal ini memungkinkan pihak yang berperkara, pengacara, dan pengadilan untuk mendapatkan keuntungan efisiensi tanpa mengurangi hak-hak hukum atau konstitusional penting lainnya.

Kondisi ini relevan dengan penyelesaian perkara yang adil, cepat, murah dan mudah. Penggunaan teknologi untuk presentasi persidangan, kehadiran secara daring dengan tetap kompeten, adalah kunci untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Kelima, AI menjadi fokus utama Laporan Akhir Tahun ini. Mencakup prediksi yang mengejutkan mengenai masa depan kecerdasan buatan, dan keyakinan bahwa perubahan teknologi akan terus mentransformasi tugas-tugas pengadilan.

Bagi para profesional hukum yang mengikuti kemajuan luar biasa dan kekuatan kecerdasan buatan serta penerapannya di bidang hukum, komentar ini bukanlah hal yang mengejutkan.

Manusia dan AI

Dilansir New York Times (31/12/2023), Ketua Mahkamah Agung John G. Roberts Jr. berfokus pada teknologi baru, membahas peran positif yang dapat dimainkan oleh kecerdasan buatan dalam sistem hukum.

Namun demikian, Mahkamah Agung juga mengingatkan akan ancaman yang ditimbulkan AI. Setiap penggunaan AI memerlukan kehati-hatian dan kerendahan hati.

Hal yang disoroti juga adalah terkait 'halusinasi' AI. Hal yang menyebabkan para pengacara mengirimkan ringkasan berisi kutipan kasus-kasus yang sebenarnya fiktif.

Penelitian hukum mungkin tidak akan bisa dibayangkan tanpa AI. Karena aksesnya yang tanpa batas, tetapi berisiko melanggar kepentingan privasi dan sisi humaniora proses hukum.

Mahkamah Agung AS telah lama memperhatikan titik temu antara hukum dan teknologi ini.

Kita mencermati bahwa AI sebagian besar didasarkan pada informasi yang ada. AI dapat mengekstrak data dan memberikan informasi, tetapi tidak dapat mengambil keputusan atau membuat putusan pengadilan atau arbitrase layaknya manusia.

Bidang hukum terkenal sebagai ekosistem yang tidak cepat berubah. Prinsip hukum seperti dianut Indonesia, yang berbasis pada hukum tertulis menjadi salah satu kontribusi tertinggalnya hukum oleh perkembangan teknologi digital dan segala ikutan ekosistemnya.

Pendekatan hukum transformatif dengan mengakomodasi ruang revolusi digital adalah solusi. Efisiensi dan efektivitas harus dilakukan tidak hanya pada proses penegakan hukum, tetapi juga pada proses pembentukan hukum.

Peran manusia tetap menjadi titik sentralnya. Hal ini sejalan dengan prinsip "Human-Centered Cyber-Physical Systems". Pembangunan hukum nasional, sudah saatnya secara intens dan detail memperhatikan perkembangan dan revolusi digital beserta seluruh ekosistemnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com