Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. Alfian Akbar Gozali
Dosen & Manajer Pengembangan Produk TI Telkom University

Dosen Telkom University, Penulis Buku Kecerdasan Generatif Artifisial

Nada Sumbang Musisi di Tengah Harmoni Generatif AI

Kompas.com - 04/04/2024, 12:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERKEMBANGAN cepat artificial intelligence (AI) generatif dalam dunia musik membuka lembaran baru dalam penciptaan seni, di mana teknologi dan estetika manusia berpadu.

Dari penciptaan lirik hingga pengkomposisian melodi kompleks, AI tidak hanya berhasil meniru gaya musisi kenamaan, tetapi juga menciptakan suara baru yang unik.

Adobe dan Stability AI merupakan contoh perusahaan yang sedang mengembangkan generator musik AI yang memanfaatkan musik berlisensi atau bebas royalti.

Video viral yang menampilkan suara Eminem—dihasilkan oleh AI—yang diputar dalam acara HBO’s Last Week Tonight, menunjukkan potensi AI untuk menciptakan karya menawan dan sulit dibedakan dari karya asli manusia.

Namun, tidak semua pihak menyambut hangat kemajuan ini. Universal Music Group telah mengajukan notifikasi DMCA terhadap pembuat video rap AI Eminem yang menjadi viral tersebut.

Baru-baru ini, lebih dari 200 musisi terkemuka, termasuk Billie Eilish, Jon Bon Jovi, the Jonas Brothers, Katy Perry, hingga Zayn Malik, telah mengajukan petisi kepada perusahaan teknologi untuk tidak merusak kreativitas manusia dengan alat musik berbasis AI.

Mereka menekankan, tanpa pengawasan yang tepat, AI berpotensi mengancam privasi, identitas, musik, dan bahkan mata pencaharian musisi.

Sejarah telah menunjukkan bahwa musisi sering kali mendapat bagian yang kurang menguntungkan seiring bertambahnya kompleksitas teknologi. Dari era file-sharing hingga munculnya streaming, tantangan demi tantangan dihadapi.

The Union of Musicians and Allied Workers (UMAW) telah bertahun-tahun berusaha mendapatkan pembayaran royalti streaming yang lebih baik dari Spotify, yang rata-rata hanya memberikan sekitar 0.0038 dollar AS per streaming.

Dengan kemunculan teknologi AI, keraguan dan skeptisisme dari para musisi semakin meningkat.

Langkah yang diambil oleh para musisi mirip dengan aksi yang dilakukan oleh lebih dari 15.000 penulis pada Juli tahun lalu, yang juga menandatangani surat terbuka kepada CEO dari perusahaan-perusahaan teknologi besar, mengekspresikan kekhawatiran yang sama terhadap AI.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. AI, melalui penggunaan generatif AI, telah mampu menciptakan karya seni yang menantang konsep kreativitas konvensional.

Salah satu contoh paling mencolok adalah penjualan potret "Edmond de Belamy," yang dihasilkan oleh AI, seharga 432.500 dollar AS di lelang, menandakan era baru dalam penerimaan dan komersialisasi seni generatif AI.

Namun, dalam ranah musik, kemampuan AI untuk menghasilkan komposisi yang meniru gaya musisi tertentu telah menimbulkan pertanyaan serius tentang hak cipta, keaslian, dan bahkan definisi karya orisinal.

Ancaman terhadap industri musik tidak hanya terbatas pada isu hak cipta dan originalitas. Integrasi AI dalam seni dan musik juga menimbulkan pertanyaan tentang masa depan pekerjaan kreatif dan kemungkinan penggantian peran manusia dalam proses kreatif.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com