Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Ungkap Kejanggalan-kejanggalan Kematian Nanie Darham

Kompas.com - 30/11/2023, 22:39 WIB
Rintan Puspita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Pihak keluarga Nanie Darham mengungkap sejumlah kejanggalan yang sampai saat ini belum mereka temukan jawabannya atas kematian Nanie usai diketahui pamit untuk melakukan operasi liposuction atau sedot lemak.

Hartono Tanuwidjaja, kuasa hukum keluarga mengungkap beberapa hal yang membuat keluarga mempertanyakan kematian Nanie Darham.

Selain berubahnya keputusan Nanie yang tiba-tiba ingin liposuction, ada beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan pihak keluarga. 

Perubahan durasi dan jumlah titik operasi

Nanie awalnya sepakat untuk melakukan operasi sedot lemak untuk tiga titik dengan durasi waktu dua jam dan biaya Rp 200 juta.

Baca juga: Meninggal Usai Lakukan Operasi Sedot Lemak, Nanie Darham Ternyata Baru 2 Bulan Melahirkan

Tapi di hari operasi, yaitu pada 21 Oktober 2023, terjadi perubahan menjadi total lima titik dengan tambahan biaya Rp 100 juta.

"Dari jam 14.00 sampai 14.25 ternyata ada pembicaraan yang merupakan kesepakatan baru, di luar sepengetahuan keluarga," kata Hartono dikutip dari YouTube Ngobrol Asix.

"Korban Nanie menambah tindakan di bagian bokong dan pinggang belakang dengan penambahan biaya Rp 100 juta," lanjutnya.

Proses pembiusan dan tindakan

Dalam proses tersebut, Nanie diketahui baru membayar pelunasan untuk tindakan pada pukul 14.35.

Sementara dalam catatan klinik, anastesi dilakukan pada pukul 14.30 dan dilakukan oleh dokter yang belakangan diketahui oleh pihak keluarga, dokter tersebut merupakan pasien stroke.

Baca juga: Nanie Darham Meninggal Dunia Usai Lakukan Prosedur Sedot Lemak, Kakak: Dia Antusias, Ini Pertama Kalinya

"Ada satu formulir terjadi anastesi pada Nanie jam 14.30, padahal baru bayar jam 14.35," ujar Hartono.

"Yang lebih kita kaget, dokter anastesinya adalah pasien stroke," sambungnya.

Kemudian, dari catatan di klinik itu juga, tindakan diketahui baru dimulai pukul 16.20.

"Pertanyaannya, berarti ada pembiaran? Kita tidak tahu apa yang terjadi," ucap Hartono.

Informed Consent

Ini juga menjadi hal yang dipertanyakan pihak keluarga. Informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran tak diketahui pihak keluarga, baik suami atau keluarga Nanie.

Bahkan teman Nanie yang ikut mengantarkan ke klinik juga tidak mengetahui hal itu.

"Kita dapat data yang menandatangani (informed consent) korban Nanie, ditambah saksi dari personel klinik," kata Hartono.

Tapi pihak keluarga melihat ada tujuh hingga delapan risiko komplikasi dalam formulir tersebut.

"Pertanyaannya, apakah risiko komplikasi betul-betul disadari korban Nanie atau dia hanya tanda tangan blangko, baru dia tulis (risiko komplikasi)," tanya Hartono.

"Kalau orang normal, satu juga mungkin udah khawatir, ini ada tujuh sampai delapan," imbuhnya.

Sahabat Nanie dilarang melihat kondisinya

Klinik menghubungi Erika, teman Nanie yang awalnya menemani ke klinik untuk meminta nomor telepon James, suami Nanie.

Pihak klinik memberitahu Erika bahwa Nanie akan dilarikan ke IGD. Erika sempat menyusul ke klinik dan melihat Nanie akan dimasukkan ke dalam ambulans.

Tapi Erika dilarang oleh pihak klinik untuk masuk ke dalam ambulans atau bahkan sekedar melihat.

Suami Nanie menyusul ke IGD

James menerima telepon dari klinik pukul 18.49 dan diberitahu untuk menyusul Nanie ke IGD RS Dr. Suyoto.

Suami Nanie disebut sempat terkejut melihat kondisi istrinya mengeluarkan darah di bagian mata dan hidung.

Disebut meninggal saat tiba di IGD

Menurut dokter IGD, Nanie sudah dalam kondisi meninggal dunia ketika tiba di IGD.

Hal ini menjadi pertanyaan dari pihak keluarga, mengingat rumah sakit yang dipilih juga cukup jauh dari klinik yang terletak di Cipete, Jakarta Selatan.

Untuk diketahui, IGD yang dituju adalah RS Dr Suyoto, terletak di daerah Veteran, Pesanggrahan, dengan jarak tempuh sekitar 30- 40 menit.

Padahal, menurut keluarga, jika memang terjadi keadaan darurat, ada cukup banyak rumah sakit yang lokasinya lebih dekat dengan daerah Cipete.

Kejanggalan lain dalam proses pemindahan Nanie dari klinik ke IGD itu juga terkait ambulans yang ternyata merupakan ambulans swasta dengan kelengkapan peralatan yang masih dipertanyakan. 

Selain itu, seharusnya di dalam ambulans ada tiga orang personel, yaitu pengemudi, satu orang paramedis dan navigator. Tapi saat itu ketiganya justru duduk di depan.

Sementara di belakang bersama Nanie adalah dokter bedah plastik dan satu dokter lain dari klinik.

"Kita jadi tanda tanya, kenapa dokter bedah plastik dalam ambulans?" ucap Hartono.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com