Frase “seribu malam” yang dipilih Glenn adalah metafora waktu yang panjang dari ketiadaan cahaya besar, sesuatu yang sepi, lelangut, dan rentan.
Cinta maupun persahabatan yang sejati teruji dalam satuan “seribu malam”. Di sana, ketersisihan, perasaan amarah terus berbenturan secara terus-menerus dengan keberterimaan dan kasih yang putih.
Dalam “seribu malam” yang kerap berkelap-kelip dan terkadang juga temaram itu, Glenn memburu cinta personalnya, mempertanyakan diri, memutuskan, lalu bangkit dan mencari lagi.
Betapa melelahkannya pencarian cinta “seribu malam” itu di mana pada saat bersamaan Glenn selalu menantang dan menunjuk ke dirinya: apa saja yang telah ia berikan untuk musik Indonesia.
Saat Gus Dur berkata Indonesia tidak lagi bisa menyanyi di Ambon dan sedang menangis sendu tersedu, Glenn Fredly sangat terganggu.
Ambon, yang kemudian karena andilnya menjadi ibu kota musik Indonesia, disayat-sayat oleh perang saudara.
Ia terjun ke panggung hidup yang dilambari teriakan benci, acungan parang di antero kota. Ia bernyayi dan menegosiasikan lagi arti perdamaian yang hilang oleh agresi dan semangat untuk saling melenyapkan.
Di sana, Glenn menemukan lagi dirinya bahwa musisi adalah bagian dari masyarakat banyak, bukan manusia panggung yang selalu dielu-elukan di bawah siraman lampu elektrik ratusan watt.
Ia mestilah hadir dan bernilai saat masyarakat sedang sakit. Tidak ada musik dalam sebuah masyarakat yang sakit dengan satu bahasa, yakni bahasa kebencian.
Musik adalah pengharapan tentang kasih putih, menyatukan mereka yang datang ke arena festival atau konser dengan niat mendapatkan semangat baru, energi baru dari kepenatan akibat kerja harian yang membosankan.
Maka, panggung bagi Glenn merupakan ruang berbagi cerita dan pengalaman lewat bahasa musik.
Panggung tidak melulu soal transaksi ekonomi, soal kontrak manajemen, dan seterusnya. Ia lebih besar dari itu semua: pertemuan ribuan hati dan kepala di mana di sana seorang musisi bisa menjadi dirijen dan sekaligus psikolog yang baik.
Demikianlah, saat “Januari” dimainkan—dan selalu begitu—suasana menjadi begitu hening.
Masing-masing dari ribuan yang datang mendengar dan melihat bagaimana Glenn melafazkan lirik-lirik dalam “melodi rintihan” itu dengan napas yang berat dan suara yang bening.
Glenn seperti membangun cermin pada masing-masing hati dan pikiran pencinta musiknya.