Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Belajar dari Drama Korea

Kompas.com - 05/11/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Ninawati

ANGGAPAN bahwa film adalah sekadar penjual mimpi tampaknya akan semakin ditinggalkan. Semakin banyak film yang memotret realitas keseharian. Artinya, film bukan hanya sarana hiburan atau penjual mimpi belaka.

Demikian pula tayangan drama Korea (drakor) yang tengah menjadi fenomena dunia, termasuk digandrungi pula oleh penonton Indonesia. Drakor yang tidak hanya dinikmati secara langsung, tetapi juga melalui berbagai platform streaming.

Menariknya, drakor tidak hanya memotret realitas keseharian, tetapi juga bisa digunakan sebagai referensi publik dalam berinteraksi dengan realitasnya. Misalnya saja, drakor dipakai sebagai terapi untuk menjaga kesehatan mental.

Adalah Van Ta Park, seorang profesor pengajar di University of California, San Fransisco, yang melakukan studi dengan menggunakan drakor untuk terapi kesehatan mental.

Studi itu memakai drama School 2013 yang dibintangi Jang Nara, Choi Daniel, Lee Jong-Suk, and Kim Woo-Bin, untuk mengetahui apakah pengetahuan dan sikap penonton tentang bullying terhadap penderita kesehatan mental meningkat setelah menonton film itu.

Hasilnya, sebagaimana dilansir Forbes 21 Januari 2021, menunjukkan, pengetahuan penonton meningkat. Selain itu, penonton dapat mengkaitkannya dengan situasi kesehatan mereka sendiri.

Dalam kesempatan yang lain, Park meminta partisipan untuk menonton beberapa drama Korea termasuk It's Okay That's Love yang dibintangi Jo In-Sung dan Gong Hyo-Jin. Di situ ada adegan di mana salah satu tokohnya menjadi korban bully karena memiliki gangguan kesehatan mental.

Semula partisipan tidak mengetahui si tokoh memiliki gangguan mental. Mereka juga menyatakan akan melakukan perundungan seperti digambarkan di film itu. Artinya, mereka juga menyalahpahami si tokoh yang memiliki gangguan kesehatan mental.

Namun setelahnya, pemahaman partisipan berubah. Bahkan mereka mau berbagi pengalaman mereka sendiri dalam menjaga kesehatan mental.

Menurut Park, ini mengindikasikan bahwa drama Korea dapat mengubah persepsi seseorang tentang kesehatan mental. Mereka juga akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, yakni mencari bantuan terapis.

Masih menurut Forbes, ada pula yang dilakukan Jeanie Y Chang. Chang adalah terapis pernikahan dan keluarga yang memanfaatkan drakor dalam melayani pasien-pasiennya.

Chang menggunakan sejumlah drama Korea sebagai terapi kesehatan mental. Misalnya, Reply 1988 yang dibintangi Park Bo-Gum, Ryu Jun-Yeol, dan Hyeri. Di situ digambarkan masalah dalam hubungan keluarga.

Menurut Chang, film ini dapat membantu orang tua yang memiliki masalah dalam berkomunikasi dengan anaknya.

Di film ini antara lain ada sebuah adegan yang sangat bagus yang menggambarkan bahwa anak-anak (sebenarnya) tidak bermaksud tidak menghormati orangtuanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com