BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Hadir di Mola Living Live, Michael Douglas Akui Alami Demam Panggung Akut pada Awal Karier

Kompas.com - 29/03/2021, 11:03 WIB
Hisnudita Hagiworo,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Siapa yang tak kenal dengan Michael Douglas? Sebagai aktor dan produser, sosoknya cukup terpandang di skena perfilman Holywood. Saat ini, ia juga menjadi aktivis di bidang kemanusiaan.

Sepanjang kariernya, Douglas telah meraih sejumlah penghargaan, mulai dari dua Academy Awards, lima Golden Globe Awards, Emmy Awards, hingga penghargaan bergengsi di dunia perfilman, seperti Cecile B DeMille Awards dan AFI Lifetime Awards.

Jika merunut silsilah keluarganya, Douglas bukanlah aktor sembarangan. Ia terlahir dari pasangan Kirk Douglas dan Diana Dill yang merupakan aktor dan aktris tenar di masanya. Sang ayah juga berkecimpung sebagai produser dan sutradara.

Dunia perfilman menjadi tempatnya bertumbuh. Sejak kecil, Douglas kerap menemani orangtuanya di lokasi syuting. Ia sering melihat proses syuting berlangsung, sempat beradu akting dengan ibunya sendiri, bahkan terlibat dalam proyek-proyek sang ayah.

Jatuh cinta dengan dunia perfilman sejak usia muda, ia pun memutuskan berkarier sebagai aktor, meski sang ayah tak pernah memaksanya untuk menjalani profesi tersebut. Pada 1969, ia mantap memilih jurusan Drama dan Teater di University of California.

Baca juga: Michael Douglas Bakal Cerita Perjalanan Hidup dan Kesuksesan di Mola Living Like

Ia mengaku, pada awal terjun ke panggung teater, ada kendala besar yang datang dari dirinya sendiri, yaitu demam panggung.

“Saya mengalami demam panggung yang parah setiap kali saya naik ke panggung,” ujar Michael Douglas saat menjadi bintang tamu Mola Living Live, Jumat (26/3/2021).

Kepada Marissa Anita dan Dino Patti Djalal yang menjadi host acara talkshow tersebut, Douglas menceritakan sindrom demam panggung dialaminya cukup lama. Bahkan, demam panggung masih dirasakan ketika berperan di serial TV The Street of San Fransisco (1972) yang membuatnya mulai dikenal sebagai aktor.

“Ada ketakutan tersendiri saat melihat kamera. Saya seolah-olah sedang melihat mesin sinar-X yang ada di ruang praktik dokter gigi. (Kamera) sangat menintimidasi buat saya. Mungkin, saat itu saya bertahan di dunia seni peran karena tidak tahu mau melakukan apa lagi,” ujarnya berkelakar.

Douglas pun mencari cara agar dapat tampil lebih baik di depan kamera. Selama empat tahun menjalani proses syuting serial The Street of San Fransisco, ia terus mencoba berusaha agar dapat rileks dan menikmati berakting di depan kamera.

Baca juga: Sinopsis Film Beyond The Reach, Perburuan Michael Douglas di Tengah Gurun

Kepercayaan dirinya mulai muncul ketika berkenalan dengan Wynn Handman. Sosok artistic director yang menjadi mentornya tersebut cukup penting bagi Douglas.

“Usai melihat saya berakting, ia mengatakan, ‘Apakah kamu mau saya bilang kepada ibumu betapa berbakatnya dirimu?’. Kalimat tersebut berarti buat saya,” ujar Douglas.

Ia mengatakan, Wynn Handman berhasil membangkitkan kepercayaan dirinya dan menghilangkan perasaan ketakutan dikritik saat berakting di depan kamera.

Setelah berhasil mengatasi kendala tersebut, Douglas mulai mengasah kembali aktingnya dengan mencoba beragam metode. Perannya sebagai Dan Gallagher, pengacara papan atas di New York, dalam film Fatal Attraction (1987) menjadi titik tolak kariernya.

Baca juga: Michael Douglas Sebut Quantum Realm adalah Kunci untuk Avengers 4

Pada saat itu, ia menyadari bahwa di hadapan kamera, dirinya bukan Michael Douglas, melainkan tokoh fiksi Dan Gallagher. Artinya, ia dapat melakukan apa saja yang menurutnya akan dilakukan Dan Gallagher hingga sukses membuat penonton percaya bahwa tokoh tersebut nyata.

Menanjak menjadi aktor kelas dunia

Meski demikian, bukan film Fatal Attraction yang mengantarnya meraih penghargaan, melainkan Wall Street yang diproduksi dua bulan setelahnya. Suami aktris Catherine Zetta-Jones tersebut mengatakan, dirinya berterima kasih kepada Gordon Gekko, tokoh yang ia perankan dalam film tersebut.

Sebab, melalui peran tersebut, Douglas berhasil mendapatkan piala Oscar pertamanya sebagai Aktor Terbaik pada Academy Awards 1987. Menurutnya, tahun tersebut menjadi tahun krusial dalam kariernya.

“Tahun 1987 merupakan tahun yang yang benar-bear mengubah hidup saya dan membawa saya ke dunia film seperti sekarang ini, aktor film utama,” ujarnya.

Kesuksesan dalam dunia akting Douglas terus belanjut. Beberapa film yang dibintanginya menjadi buah bibir di kalangan pecinta film pada masanya.

Peran-peran yang ia mainkan memang tak luput dari kritik, seperti pada film The War of The Roses (1989), Basic Instinct (1992), Falling Down (1993), dan Disclosure (1994). Namun, bukan berarti ia tak sukses mendalami peran-peran di film tersebut.

Marissa Anita dan Dino Patti Djalal memandu Mola Living Live bersama Michael Douglas.Dok. Mola TV Marissa Anita dan Dino Patti Djalal memandu Mola Living Live bersama Michael Douglas.

Tak ingin hanya menjadi aktor, Douglas kemudian terjun ke ranah belakang layar produksi film.Ia memproduseri film One Flow Over the Cuckoo’s Nest pada 1975 yang sukses besar. Film itu berhasil meraih piala Oscar pada kategori Best Picture.

Douglas menceritakan pada saat ingin memproduksi film tersebut, banyak orang  menganggapnya gila. Pasalnya, ia meninggalkan serial televisi yang sedang dibintanginya hanya untuk membuat sebuah film independen.

Namun, karena usaha dan kepercayaan dirinya, film tersebut berhasil masuk dalam daftar nominasi peraih Academy Award dan menyabet gelar Best Picture.

Douglas juga menyatakan, menjadi seorang aktor dan produser merupakan dua hal yang berbeda, tetapi tidak terpisahkan. Ia pun sangat senang dan menikmati kedua profesi itu.

Terkesima dengan perkembangan perfilman

Sebagai senior, Douglas mengaku terkesima dengan perkembangan dunia perfilman. Hal tersebut disadarinya ketika berakting dalam film Ant-Man (2015).

Dalam film tersebut, Douglas memperoleh pengalaman syuting menggunakan layar hijau (green screen). Ia bercerita, dalam pengambilan gambar, saat ia menjadi Ant-Man, manusia semut, ia harus berakting di layar hijau.

Tanpa adanya properti, Douglas diminta sutradara untuk berimajinasi. Saat itu, Douglas merasa sangat konyol dan seperti orang bodoh. Namun, saat sudah melalui proses editing, setiap adegan terjahit rapi dengan teknologi computer generated imagery (CGI) sehingga tampak begitu realistis.

Tak hanya itu, jika sebelumnya untuk menonton film seseorang harus datang ke bioskop, kini film-film rilisan terbaru dapat ditonton di rumah melalui layanan streaming.

Menurut Douglas, layanan streaming memiliki kualitas yang luar biasa dan dapat menjadi wadah sineas berkarya. Di balik sebuah film pada layanan streaming, terdapat peran dari seorang penulis, produser, editor sinematografi, dan juga aktor. Mereka bekerja sama untuk menghasilkan sebuah karya yang layak ditonton.

Baca juga: Hadirkan Hiburan Musik Berkualitas, Mola TV Ajak Prep Manggung di Acara Mola and Chill Fridays

Layanan steaming, menurut Douglas, dapat menjadi masa depan dunia perfilman. Apalagi selama setahun terakhir ini, layanan streaming sangat bermanfaat bagi masyarakat dunia.

Sebagai informasi, Mola Living Live adalah program bincang-bincang interaktif yang digagas Mola TV. Program ini selalu menghadirkan tokoh kenamaan dunia untuk berbagi pengalaman hidup, di antaranya Mike Tyson, Sharon Stone, Luc Besson, John Travolta, dan Oliver Stone.

Acara tersebut tak hanya berisi bincang-bincang saja, penonton juga dapat berinteraksi secara langsung dengan bintang tamu melalui fitur tanya jawab yang disediakan.

Seluruh tayang program Mola Living Live bisa disaksikan melalui aplikasi Mola TV yang tersedia di App Store dan Play Store atau melalui situs resmi Mola TV dengan klik tautan ini.


Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com