Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lika-liku Perjalanan Warkop DKI, Lahirkan Komedian Cerdas Hingga Jaga Eksistensi

Kompas.com - 27/11/2020, 08:17 WIB
Cynthia Lova,
Andika Aditia

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komedian Indrodjojo Kusumonegoro atau dikenal Indro Warkop berbagi kisah masa lalunya bersama grup lawak legendaris Warkop DKI saat melahirkan komedi yang colorfull di Indonesia.

Siapa yang tak mengenal Warkop DKI? Grup lawak legendaris yang populer di era 1980-an. Warkop DKI ada tiga personel, yakni Wahjoe Sardono (Dono), Kasino Hadiwibowo (Kasino), dan Indrodjojo Kusumonegoro (Indro).

Dono dan Kasiono telah meninggal dunia. Kini, hanya tersisa Indro yang tetap menjaga eksistensi Warkop DKI hingga saat ini.

Untuk menjadi terkenal, bukan perjalanan yang mudah. Warkop DKI rupanya harus melewati lika-liku perjuangan.  

Baca juga: Kenang Istrinya, Indro Warkop: Aku Merasa Kakiku Hilang

Berikut Kompas.com rangkum kisahnya.

Berawal dari dendam

Indro bercerita, awal mulanya Warkop DKI dikenal aneh karena berkomedi pakai jas dan kerap menyentil kebijakan Pemerintah.

Pasalnya, saat itu Indro Warkop menilai komedi masih dianggap suatu yang monoton. Oleh karenanya, kehadiran Warkop DKI yang berbeda kerap menjadi momok.

Menurut Indro, Warkop memang ingin Indonesia punya komedian yang cerdas dengan berbagai genre komedi dan tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu.

"Dari situ, kami jadi kayak ada punya kedendaman lah, 'kita harus kembangin anak-anak kaya kita (yang cerdas).' Suatu saat kita dipercaya membangun radio namanya Suara Kejayaan," ujar Indro dalam akun Youtube Miing Bagito yang dikutip Kompas.com, Kamis (26/11/2020).

Lahir Komedian di radio

Suatu ketika, Warkop DKI ditawarkan sebuah kanal radio Prambors. Dari Prambors, banyak diciptakan komedi cerdas yang bisa menyentil isu-isu sosial tentang Pemerintah. 

Baca juga: Ketika Indro Warkop Bicara Komedi sebagai Media Kritik

"Dari situ, kayak punya senjata nih, punya media untuk melahirkan komedian-komedian di bawah kita," kata Indro.

"Kita ingin, istilahnya komedi itu di Indonesia, harus colorful, enggak cuma gini aja (berafiliasi ke partai terntentu)," lanjut Indro.

Dari radio, Warkop DKI mencoba berkiprah ke dunia pertelevisian hingga akhirnya mengajak komedian lainnya untuk bergabung. Mulai dari Bagito, Ulfa Dwiyanti, Patrio hingga beberapa komedian lainnya.

Dengan lahirnya komedian baru, ia bersyukur bisa membalaskan dendam mereka untuk melahirkan komedi yang beragam seperti saat ini.

Cara jaga eksistensi masih tetap terkenal

Meski sudah banyak komedian yang lahir dari keberadaan Warkop, ternyata tak membuat nama grup legendaris ini pudar. 

Baca juga: Miing Bagito Sebut Indro Warkop Sudah Hobi Koleksi Motor Harley Davidson sejak SMA

Nama Warkop masih tetap terkenal dan masih diterima anak-anak millenial.

Indro pun mengakui eksistensinya di dunia hiburan tak pernah lepas dari nama Warkop DKI.

Untuk tetap eksis, Indro mengatakan, masih tetap belajar untuk bergabung dengan komedi yang saat ini tengah populer di tengah masyarakat.

"Ini komedi ini kan berkembang banget ya, tidak ada tingkat kelulusan. Jadi saya berpikir sambil saya cari uang atau apa pun sambil saya belajar," ujar Indro.

Pandangan Indro soal komedi saat ini

Diakui Indro memang ada perbedaan antara komedi era 1980-an dibanding saat ini. Komedi saat ini lebih terbuka. 

Baca juga: Tetap Eksis Jadi Komedian, Indro Warkop: Cari Duit, Sambil Belajar

Komedi terbuka yang dimaksud adalah bebas mengkritik. Pasalnya, komedi punya peran yang penting sebagai alat kritik sosial.

"Sekarang enggak ada satir jadi lebih terbuka dan mengkritik malahan sekarang enggak ada akademis justru," ujar Indro

Berbeda dengan zaman Warkop yang kerap menyiapkan konsep akademis sebelum tampil di panggung.

"Karena gini, kalau kita ngomong soal kritik, secara akademis kritik harus dibarengi dengan solusi. Misalnya, 'ah si Deddy pakainya kaos biru,' udah cuma itu doang tidak ada solusinya. Nah itu sebetulnya kritik," kata Indro.  

Baca juga: Indro Warkop dan Desy Ratnasari Dipasangkan dalam Film Keluarga Slamet

"Sekarang lebih ke judgement. Kenapa? Karena memang keadaannya begitu. Anak-anak sekarang karena dia tak tahu proses dahulu, kini semua serba instan dengan adanya internet. Justru karena dulu pemerintah represif, dulu kita musti hati- hati. Kritik kita pikir dulu, apa hak kita sebagai WNI (Warga Negara Indonesia) ini, punya referensi. Kalau sekarang ibaratnya kita pukul pun tidak apa-apa," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com