JAKARTA, KOMPAS.com - Seniman Butet Kartaredjasa berbincang hangat dengan pelukis senior Indonesia, Djoko Pekik.
Layaknya sosok seniman nyentrik, Djoko Pekik juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi dibandingkan orang kebanyakan.
Kepekaan tersebut ia gambarkan lewat karya-karya lukisannya yang fenomenal.
Baca juga: Kisah Butet Kartaredjasa Blusukan ke Kawasan Bumi Langit Institute
Bahkan, ada satu lukisannya yang terjual di angka Rp 1 miliar, yakni "Berburu Celeng".
Itu merupakan harga termahal di tahun 1998.
Karya-karyanya kebanyakan sewarna dengan perjalanan hidupnya yang pernah merasakan dinginnya jeruji besi.
Djoko yang terkenal berani dengan pemerintahan Orde Baru tersebut menceritakan filosofi keserakahan di balik lukisan "Berburu Celeng".
Baca juga: Diiringi Permainan Lesung, Butet Kartaredjasa Bicara Kopi dengan Setiawan Subekti
"Celeng itu adalah lambang keserakahan, apa-apa doyan, membabi buta, perusak, kalau jalan enggak bisa lurus , jadi sesuka hatinya sendiri, mentang-mentang raja. Matinya celeng itu hanya digebuki dan diburu orang," ujar Djoko Pekik.
Ia mengatakan, seorang raja atau penguasa yang bersikap dzalim maka akhir hidupnya juga akan terhina seperti celeng.
Djoko menjelaskan, ia melukis "Berburu Celeng" dua bulan sebelum pemerintahan Presiden Soeharto lengser.
Di lukisan tersebut, Djoko menggambarkan rakyat yang begitu gembira setelah berhasil berburu celeng.
Baca juga: Bincang Hangat Butet Kartaredjasa dengan Iskandar Waworuntu, Makanan hingga Krisis Kemuliaan
Rakyat merayakannya dengan berbagai kesenian tradisional, seperti pantomim, jathilan, reog, dan lain-lain.
"Tapi ingat celeng itu kuat sekali. Akhirnya meskipun sudah diburu akhirnya dari celeng satu jadi celeng semua," ujar Djoko.
Djoko menggambarkan sifat keserakahan pada celeng itu kerap terjadi di zaman kini.
"Rombongan KTP (koruptor dana E-KTP) tuh ada berapa celeng yang mesti ditangkap," kata Djoko tertawa.