Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Review Film "Oppenheimer": Antara Dosa, Kemajuan Teknologi, dan Peperangan

Zeus menghukumnya atas kejahatan ini dengan mengikatnya pada sebuah batu, sedangkan seekor burung elang besar setiap hari memakan hatinya. Namun, hatinya akan tumbuh kembali untuk kemudian dimakan lagi oleh burung elang itu keesokan harinya.

Promotheus meminjamkan api tersebut kepada seorang manusia bernama J Robert Oppenheimer.

Mitologi Yunani itu menjadi kutipan pembuka dalam film Oppenheimer karya Christopher Nolan.

Buku American Promotheus: The Triumph and Tragedy of J. Robert Oppenheimer karya Kai Bird dan Martin J Serwin memang menjadi sumber inspirasi terbesar Nolan saat menulis naskah skenario film Oppenheimer.

Nolan sadar bahwa film biographical picture (biopik) tentang sosok Bapak Bom Atom Dunia akan terasa membosankan karena penuh dengan istilah fisika.

Apalagi, durasi setelah melewati proses editing mencapai total tiga jam, waktu yang terbilang panjang untuk ukuran sebuah film layar lebar.

Namun, Nolan lagi-lagi membuktikan kejeniusannya sebagai seorang sutradara sekaligus penulis naskah skenario.

Pria berusia 52 tahun itu mampu mengolah naskah yang penuh dengan istilah-istilah fisika dan perdebatan dalam sidang menjadi rangkaian adegan menarik.

Bahkan, Nolan mampu mengikat perhatian penonton selama tiga jam dengan dialog-dialog seru yang diiringi oleh musik dari Ludwig Goransson.

Patut diakui bahwa musik dari Goransson memang luar biasa. Sejak awal film dibuka sampai akhir, Goransson menyajikan ketegangan dan intensitas tinggi dengan musiknya.

Semua musik yang mengusik sejak awal itu lalu dihilangkan dan penuh keheningan saat Trinity, percobaan pertama peledakan bom atom di Los Alamas, dilakukan.

Sungguh sebuah pengalaman sinematik yang unik dan tak terlupakan.

Kejeniusan Christopher Nolan tak berhenti sampai di situ.

Ia sukses memilih para pemain yang pas untuk posisi-posisi penting di film Oppenheimer.

Cillian Murphy sebagai Oppenheimer, Robert Downey Jr sebagai Laksamana Lewis Strauss, Matt Damon sebagai Jenderal Leslie Groves, Emily Blunt sebagai Kitty Oppenheimer, dan Gary Oldman sebagai Presiden Harry S Turman terasa sangat pas dengan porsinya masing-masing.

Nolan menyajikan cerita Oppenheimer dengan dua lini masa.

Sementara itu, lini masa kedua yang digambarkan dengan hitam putih adalah sudut pandang orang lain terhadap Oppenheimer.

Ceritanya sendiri mengulas tentang bagaimana Oppenheimer yang akhirnya menciptakan senjata peledak terbesar yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki pada 1945.

Oppenheimer sebagai fisikawan jenius di bidang fisika kuantum digaet oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk menciptakan sebuah senjata perang mematikan.

Pada masa itu, semua fisikawan di dunia mulai terbuka matanya untuk menciptakan bom atom demi menjaga pertahanan masing-masing.

Amerika, Uni Soviet, dan Jerman berlomba-lomba untuk menciptakan ancaman mematikan bagi dunia.

Lalu, Oppenheimer diminta mengerjakan The Manhattan Project yang berlangsung di Los Alamos, New Mexico.

Perjuangan selama tiga tahun dengan total biaya mencapai 2 juta dollar AS (di tahun tersebut termasuk angka yang fantastis) akhirnya membuahkan hasil.

Kekuatan yang akhirnya digunakan oleh Amerika untuk diarahkan pada Jepang dengan embel-embel "menghentikan Perang Dunia II".

Di balik terciptanya bom atom pertama di dunia, Oppenheimer mendapatkan banyak desakan dan motivasi yang tak banyak diketahui orang.

Hal-hal itu akhirnya dibongkar oleh Nolan lewat penuturan cerita dalam film Oppenheimer.

Penonton juga akan dibawa memasuki penyesalan Oppenheimer karena telah menciptakan dosa besar bernama Little Boy dan Fat Man (dua bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki).

Nolan menyajikan sebuah film biopik yang komprehensif dengan berbagai narasi dan sudut pandang.

Di satu sisi, Oppenheimer merasa berdosa karena telah menciptakan bom atom. Namun, di sisi lain, ia juga merasa bersyukur karena senjata terhebat itu tak jatuh di tangan Nazi dan Jerman.

Di luar semua rasa penyesalannya yang mendalam, Oppenheimer juga lega karena peperangan akhirnya berhenti akibat dari pengeboman Hiroshima dan Nagasaki.

Di antara dosa, kemajuan teknologi, dan berakhirnya peperangan, sosok Oppenheimer hanya menjadi penyalur tangan dari Promotheus dan api Zeus yang dicurinya.

Oppenheimer mungkin bukan film yang bisa dinikmati oleh semua orang, termasuk para penggemar setia karya Nolan.

Namun, film biopik ini memberikan banyak pelajaran bagi penonton terhadap sosok penemu bom atom dunia.

Oppenheimer sudah bisa disaksikan di bioskop Indonesia mulai Rabu, 19 Juli 2023.

https://www.kompas.com/hype/read/2023/07/20/081301366/review-film-oppenheimer-antara-dosa-kemajuan-teknologi-dan-peperangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke