Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar Komunikasi Budaya dari Jungkook BTS

AJANG Piala Dunia (FIFA World Cup) 2022 baru saja dimulai. Salah satu yang membuat gempar perhelatan ini adalah hadirnya penyanyi Jungkook pada Opening Ceremony di Stadion Al Bayt Qatar.

Personel grup vokal asal Korea Selatan Bangtan Sonyeondan atau BTS tersebut berhasil menjadi pengisi soundtrack resmi World Cup berjudul “Dreamers”.

Jungkook membawakan lagu tersebut secara langsung bersama penyanyi lokal Qatar, Fahad Al-Kubaisi. Kolaborasi dua penyanyi berbeda negara tersebut sukses memukau publik dunia.

Kesuksesan Jungkook di panggung piala dunia mendapat perhatian karena pertama kalinya penyanyi Asia tampil membawakan lagu resmi Piala Dunia.

Hal ini tentu tidak lepas dari track record yang sudah dibangunnya bertahun-tahun bersama BTS melalui musik K-Pop. Sebuah keberhasilan dari komunikasi antarbudaya yang telah memikat ribuan hati penggemarnya.

Jungkook tampil tanpa cela dengan pembawaan, kostum, dan ciri khasnya yang selama ini dikenal oleh K-Popers.

Pada pembukaan Piala Dunia tersebut Jungkook menjadi representasi tidak adanya batas budaya antarwarga dunia.

Komunikasi antarbudaya merupakan proses pertukaran “pesan” yang terjadi antara orang-orang yang memiliki kebudayaan berbeda-beda, baik ras, etnik, sosial ekonomi, maupun gabungan dari semua hal tersebut.

Komunikasi antarbudaya terus berkembang, apalagi saat ini orang dapat dengan leluasa berkomunikasi karena adanya perkembangan teknologi.

Peran bahasa sangat penting dalam komunikasi antarbudaya. Namun hal tersebut tidak menjadi hal utama lagi.

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya dapat dilakukan salah satunya melalui pertukaran sistem simbol.

Kini telah terjadi pergeseran dalam hal pemaknaan pesan dari komunikator kepada komunikan.

Dalam hal ini, bahasa bukanlah faktor paling penting dalam komunikasi antarbudaya. Dengan bahasa asli penutur pun dapat memberikan “pesan” yang dapat diterima khalayak.

Komunikasi budaya yang awalnya bertujuan dapat saling memahami perbedaan antarindividu dan meminimalkan konflik akibat kesalahpahaman, kini memiliki dampak yang lebih potensial.

Dengan menggunakan komunikasi budaya yang efektif, sebuah negara bahkan bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

Korea Selatan contohnya, telah memperkenalkan simbol-simbol budayanya melalui sajian musik, fashion, dan konten drama.

Dengan budaya Korean Wave yang berhasil tersebar luas di seluruh dunia, Korea Selatan telah membuktikan bahwa diplomasi dapat dilakukan menggunakan jalur budaya (soft diplomacy).

Diseminasi budaya Korea Selatan yang dilakukan secara massif telah berhasil memberikan keuntungan secara ekonomi bagi negeri ginseng tersebut. BTS diperkirakan telah berkontribusi sekitar 0,5 persen dari keseluruhan ekonomi Korsel.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sudahkah memanfaatkan peluang ini?

Melihat pada gelaran yang baru-baru ini diselenggarakan, yaitu KTT G20 di Bali, tampaknya Indonesia juga mulai “memanfaatkan” komunikasi budaya untuk menarik perhatian dunia.

Welcome dinner pemimpin G20 yang sukses menjadi perbincangan netizen dunia membuktikan bahwa Indonesia mampu mengirimkan “pesan” bahwa negara ini kaya akan nilai-nilai adat, tradisi yang unik, dan sikap ramah tamah.

Di sisi lain Indonesia juga mampu memperlihatkan ‘kemewahan’ yang elegan dan hangat lewat sajian budaya yang meriah.

Tidak hanya itu, Indonesia juga mencoba mengirimkan “pesan” melalui simbol busana bercorak Batik dan Kain Tenun Ikat Bali yang juga sukses dikenakan oleh para pemimpin dunia.

Indonesia perlu terus melebarkan sayap dengan memanfaatkan komunikasi budaya bukan hanya saat menjadi tuan rumah acara internasional.

Masih banyak industri yang dapat "digarap" untuk mengirimkan pesan kepada dunia internasional.

Beberapa alasan mengapa Indonesia harus mulai gencar melakukan komunikasi budaya antara lain:

  • Mobilitas masyarakat dunia yang tinggi. Semakin banyak perjalanan yang dilakukan dari satu negara ke negara lain menjadi peluang ekonomi bagi Indonesia untuk mendatangkan turis asing.
  • Adanya saling ketergantungan dari sisi ekonomi antara satu negara pada negara lain. Kehidupan ekonomi suatu negara sangat bergantung pada kemampuan negara tersebut untuk berkomunikasi dengan negara lain yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Untuk itu, setiap bangsa harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan kultur-kultur yang berbeda.
  • Perkembangan teknologi telah membuat komunikasi antarbudaya semakin mudah, praktis, dan tidak terhindarkan. Misalnya, melalui film-film impor yang secara tidak langsung mengajari kita untuk mengenal adat dan kebiasaan serta riwayat bangsa lain.

Kita tidak kalah "kaya" akan konten budaya yang bisa disebarluaskan melalui musik, film, fashion, kosmetik, dan sebagainya. Dengan berbagai substansi budaya, Indonesia seharusnya tidak akan kehabisan ide untuk menarik perhatian dunia.

*Pranata Humas Ahli Muda Badan Riset dan Inovasi Nasional

https://www.kompas.com/hype/read/2022/11/24/084500466/belajar-komunikasi-budaya-dari-jungkook-bts

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke