Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembiayaan Produk Elektronik Rumah Tangga, Apakah Masih Menjanjikan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Produk elektronik rumah tangga seperti televisi, kulkas, lemari es, dan sebagainya sangat dibutuhkan untuk memudahkan pekerjaan dan kegiatan di rumah. Permintaan akan produk elektronik rumah tangga pun tetap tinggi.

Dalam pembelian produk elektronik rumah tangga, tidak semua masyrakat bisa membelinya dengan tunai. Tidak sedikit masyarakat melakukan pembelian produk elektronik rumah tangga dengan fasilitas pembiayaan dari perusahaan pembiayaan atau multifinance.

Namun demikian, di tengah berbagai kondisi ekonomi yang dihadapi, seperti dicabutnya subsidi bahan bakar minyak (BBM),) kenaikan inflasi, hingga risiko resesi global akibat konflik Rusia-Ukraina, apakah pembiayaan produk elektronik rumah tangga masih menjanjikan?

Menurut Suwandi Wiratno, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) pada masyarakat Indonesia cenderung konsumtif. Ia meyakini prospek pembiayaan produk elektronik masih akan cerah, meskipun ada banyak tantangan.

Namun demikian, dengan kondisi ekonomi masyarakat yang menantang, ia memandang perusahaan pembiayaan akan lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan untuk barang-barang konsumsi seperti produk elektronik.

Ini dilakukan untuk meminimalisir risiko kenaikan rasio pembiayaan macet atau non performing financing (NPF).

Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan menyatakan, prospek pembiayaan produk elektronik bisa terpengaruh oleh kondisi ekonomi. Sebab, menurut dia, kebanyakan nasabah pembiayaan produk elektronik adalah masyarakat menengah ke bawah.

"Kalau dilihat volume (pembiayaan barang-barang elektronik) memang besar, tapi transaksinya tidak besar, cuma Rp 3 juta sampai Rp 4 juta," kata Bambang pada Executive Multifinance Forum yang digelar Infobank dengan tema Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global, Kamis (15/9/2022).

Bambang pun mengakui, perusahaan pembiayaan pun jauh lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan untuk barang-barang elektronik. Ia memberi gambaran, persentase persetujuan pembiayaan barang elektronik hanya 7 sampai 10 persen dari total pengajuan.

Tantangan perusahaan pembiayaan

Suwandi mengatakan, banyak perusahaan multifinance dicabut usahanya karena faktor permodalan. Terlebih, pada Desember 2019 ada peraturan yang menyebutkan bahwa perusahaan multifinance harus memiliki modal minimum Rp 100 miliar.

Setelah bersih-bersih di industri multifinance, diharapkan perusahaan pembiayaan yang tersisa dapat menghadapi tantangan baru pasca pandemi Covid-19 yaitu ancaman inflasi global hingga daya beli yang menurun.

“Selama lima tahun sebanyak 51 multifinance dicabut izin usahanya. Tapi rata-rata perusahaan pembiayaan yang dulu modalnya di bawah Rp 100 miliar belum bisa meng-upgrade dirinya, bahkan harus dicabut izinnya berserta ada pelanggaran-pelanggaran rambu-rambu yang mana perusahan pembiayaan sudah semakin teregulasi,” ujar Suwandi.

Masifnya inflasi akibat kenaikan BBM yang menyebar ke segala sektor saat ini adalah sumber masalah utama pada pertumbuhan bisnis. Ancaman lonjakan inflasi pun berpotensi melemahkan daya beli masyarakat.

“Daya beli masyarakat masih jadi persoalan kami ke depan. Jadi persoalan daya beli ini yang harus disikapi lebih lagi ke depannya, walaupun kita lihat pemerintah sudah cukup proaktif menangani hal ini supaya tidak berdampak besar kepada perekonomian,” ungkap dia.

Pelaku industri multifinance saat ini tengah menyoroti sejumlah hal dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Paling tidak ada dua hal utama yang disorot, yakni soal keharusan pinjam meminjam dalam mata uang rupiah, dan larangan Warga Negara Asing (WNA) menjadi pengurus multifinance.

Dalam kesempatan yang sama, Alexander Tan, CEO Maybank Finance mengharapkan RUU P2SK ini dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan pembiayaan.

“RUU P2SK diharapkan dapat memberikan dampak penguatan perlindungan kepada kami sebagai pelaku di industri jasa keuangan sehingga ada balancing dengan adanya perlindungan terhadap konsumen juga,” terang Alexander.

https://www.kompas.com/homey/read/2022/09/15/201800876/pembiayaan-produk-elektronik-rumah-tangga-apakah-masih-menjanjikan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke