Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanda Tidak Sebut Indonesia dalam Permintaan Maaf Perbudakan Masa Kolonial

Kompas.com - 21/12/2022, 17:31 WIB
BBC News Indonesia,
Danur Lambang Pristiandaru

Tim Redaksi

Permintaan maaf itu dirasa perlu dilakukan karena menurut Rutte penindasan dan eksploitasi itu masih berpengaruh hingga saat ini.

Baca juga: Cerita Meses, Makanan dari Coklat Peninggalan Kolonial Belanda

“Kami, yang hidup saat ini, hanya dapat mengakui dan mengutuk perbudakan, dalam istilah yang paling jelas, sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagai sistem kriminal, yang telah membawa penderitaan yang tak terhitung dan besar bagi banyak orang di seluruh dunia, dan yang terus mempengaruhi kehidupan orang-orang di sini dan sekarang,” ujar Rutte.

Pidato Rutte itu menanggapi laporan yang ditugaskan oleh pemerintah pada 2021, yang berjudul Belenggu Masa Lalu.

Laporan itu merekomendasikan Belanda untuk mengakui warisan perbudakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, mempromosikan pandangan yang lebih kritis dan bernuansa soal Zaman Keemasan, serta mengambil langkah-langkah untuk menangani rasialisme dan gagasan institusional yang muncul dalam konteks kolonialisme ini.

Selain di Belanda, permintaan maaf itu juga disampaikan oleh para menteri di tujuh wilayah bekas koloni di Amerika Selatan dan Karibia, antara lain Suriname, Aruba, Bonaire, Curacao, St Eustatius, Saba, dan Sint Maarten.

Baca juga: Penyebab Terjadinya Agresi Militer Belanda II

Dikutip dari AFP, Wakil Perdana Menteri Belanda Sigrid Kaag mengatakan pada kunjungan resmi ke Suriname pekan lalu bahwa akan dimulai proses menuju momen lain yang sangat penting pada 1 Juli tahun depan.

Di tanggal itu, keturunan perbudakan Belanda akan merayakan 150 tahun pembebasan dari perbudakan, dalam perayaan tahunan yang disebut "Keti Koti" (Memutus Rantai) di Suriname.

"Zaman Keemasan" kekaisaran dan budaya Belanda pada abad ke-16 dan ke-17 bisa dicapai setelah Belanda mengirimkan sekitar 600.000 orang Afrika sebagai bagian dari perdagangan budak, sebagian besar ke Amerika Selatan dan Karibia.

Pada puncak kerajaan kolonialnya, Belanda memiliki koloni seperti Suriname, Pulau Curacao di Karibia, Afrika Selatan, dan Indonesia, tempat Perusahaan Hindia Timur Belanda bermarkas pada abad ke-17.

Baca juga: Sejarah Hari Bela Negara, Momentum Agresi Militer Belanda II

Permintaan maaf kekerasan ekstrem

Pada Februari 2022, Rutte menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia dan orang-orang di Belanda yang terdampak kekerasan ekstrem yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia selama periode 1945-1949.

"Saya menyampaikan permintaan maaf yang mendalam kepada masyarakat Indonesia hari ini untuk kekerasan ekstrem yang sistemik dan tersebar luas oleh pihak Belanda di tahun-tahun itu, dan kabinet sebelum-sebelumnya yang secara konsisten memalingkan muka. Saya minta maaf untuk mereka yang harus hidup dengan konsekuensi dari perang kolonial di Indonesia," kata Rutte pada 17 Februari 2022.

Permintaan maaf yang disampaikan Rutte itu bahkan dinilai melebihi permintaan maaf Raja Willem-Alexander pada 2020 lalu, ketika berkunjung ke Jakarta.

Baca juga: Faktor Penyebab Konflik Indonesia dan Belanda Setelah Kemerdekaan

Saat itu, Raja Willem-Alexander meminta maaf atas kekerasan berlebihan yang terjadi di masa revolusi (1946-1949), tapi tetap mempertahankan sikap resmi Pemerintah Belanda pada 1969.

Sikap tersebut adalah mengakui terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang berlebihan, tetapi mengeklaim secara umum militer Belanda telah berlaku sesuai aturan semasa di Indonesia.

Namun, permintaan maaf Rutte dua tahun berikutnya mengakui bahwa pendirian yang terus dipegang oleh kabinet-kabinet Belanda sejak tahun 1969 itu, tidak dapat lagi dipertahankan.

Baca juga: Dampak Monopoli yang Dilakukan Belanda di Maluku

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com