WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Parlemen Amerika Serikat (AS) ingin membatasi akses Vladimir Putin ke cadangan emas Rusia, setelah berbagai sanksi yang dijatuhkan Barat tidak juga menghentikan serangan Rusia ke Ukraina.
Rancangan Undang-undang (RUU) bipartisan diperkenalkan minggu ini meningkatkan tekanan keuangan lebih sulit bagi Moskwa, sehingga lebih sulit menggunakan emas untuk menopang rubel yang jatuh.
Baca juga: Di Tengah Serangan ke Ukraina, Rusia Gelar Kontes Kecantikan Prajurit Wanita
Sanksi yang ada belum secara langsung menargetkan cadangan emas Bank Sentral Rusia sekitar 130 miliar dollar AS (Rp 1,86 kuadriliun).
"Ini akan memperketat jeratan keuangan," Senator Angus King, seorang independen dari Maine, mengatakan kepada CNN dalam sebuah wawancara telepon sebagaimana dilansir Jumat (11/3/2022).
RUU itu akan menjatuhkan sanksi sekunder pada entitas Amerika mana pun, yang secara sengaja bertransaksi dengan atau mengangkut emas dari kepemilikan bank sentral Rusia. Ini juga akan menghukum entitas Amerika yang menjual emas secara fisik atau elektronik di Rusia.
Anggota parlemen bipartisan AS yang juga mengajukan RUU itu bersama Angus King, yakni Senator Republik Texas John Cornyn, Bill Hagerty dari Partai Republik Tennessee dan Demokrat New Hampshire Maggie Hassan.
"Kami mengusulkan untuk memotong satu jalan lagi dan meningkatkan tekanan keuangan untuk membuat mereka menghentikan kampanye brutal ini di Ukraina," kata King, yang memuji berbagai latar belakang politik yang menjadi sponsor RUU itu.
"Anda belum pernah melihat RUU bipartisan seperti itu."
Cornyn, dalam sebuah pernyataan minggu ini, mengatakan sanksi akan menargetkan pihak-pihak yang "membantu Rusia membiayai perang mereka, dengan membeli atau menjual ‘emas berdarah’ ini."
Baca juga: Rusia Ajukan Tuntutan Baru, Pembicaraan Nuklir Iran Berhenti Tanpa Kesepakatan
Sanksi yang ada telah memberikan pukulan kuat bagi perekonomian Rusia. Bisnis Barat melarikan diri. Pasar saham Moskwa tetap tutup, dan rubel bernilai kurang dari satu sen.
Barat telah membidik langsung peti perang Putin senilai 600 miliar dollar AS (Rp 8,5 kuadriliun) dari cadangan mata uang yang dikumpulkan Bank Sentral Rusia dalam beberapa tahun terakhir, yang akan memungkinkan mereka keluar dari badai sanksi.
"Emas adalah bagian dari dana gelap yang dibangun Putin untuk mengantisipasi sanksi," kata King.
Pada akhir Juni, bank sentral Rusia memiliki emas senilai 127 miliar dollar AS (Rp 1,8 kuadriliun) , mewakili 21,7 persen dari total aset, menurut Bank Sentral Rusia.
Dalam istilah praktis, emas memainkan peran yang lebih besar saat ini, karena Barat telah secara efektif membekukan sebagian besar cadangan mata uang bank sentral Rusia.
Emas itu disimpan di brankas di wilayah Federasi Rusia, menurut laporan baru-baru ini oleh bank sentral Rusia.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Kamis (10/3/2022) memperingatkan pejabat AS dan sekutu di Eropa sedang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia.
"Pada titik ini, kami tidak melihat Rusia mundur dari perang mengerikan yang mereka mulai, invasi tak beralasan ke tanah air Ukraina," kata Yellen dalam acara Washington Post Live.
“Faktanya, kekejaman yang mereka lakukan terhadap warga sipil tampaknya semakin intensif. Jadi, tentu tepat bagi kami untuk bekerja sama dengan sekutu dengan mempertimbangkan sanksi lebih lanjut.”
Pejabat Gedung Putih tidak menanggapi pertanyaan tentang apakah pemerintah mendukung RUU emas bipartisan.
King, anggota Komite Intelijen Senat, berpendapat bahwa Putin telah membuat "serangkaian salah perhitungan" dengan Ukraina, termasuk meremehkan persatuan Barat dan dampak sanksi.
"Kami memberitahu dia bahwa ini (serangan balik) akan datang," kata King. "Saya tidak tahu apakah dia tidak percaya atau tidak dinasihati, tapi saya cukup yakin dia tidak mengantisipasi keganasan sanksi."
King mengatakan Putin "menghancurkan dua negara: Rusia dan Ukraina."
"Dia terpojok. Dia sudah kalah dalam perang ini," kata King. "Bahkan jika dia memenangkan pertempuran jangka pendek dengan merebut Kyiv, tidak mungkin dia bisa menahan Ukraina dan menyerap Ukraina ke Rusia, karena dia menciptakan kebencian terhadap Rusia dan dirinya sendiri yang akan bertahan selama satu generasi."
Di antara konsekuensi ekonomi: Lusinan merek besar Barat menjauhkan diri dari Moskwa. Mulai dari McDonald's, General Electric ke Goldman Sachs dan PayPal menangguhkan beberapa atau semua operasi mereka di Rusia.
King mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Barat yang tidak mundur dari Rusia harus bertanya pada diri mereka sendiri, apakah mereka benar-benar ingin dikaitkan dengan "rezim brutal yang membom rumah sakit."
"Ada risiko reputasi yang signifikan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.