DUA tokoh utama Perang Ukraina saat ini adalah Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Angus Roxburgh (2012) menyebut Putin sebagai “The Strongman.” Banyak orang menyebut Zelensky sebagai “The Brave Man,” berdasarkan apa yang dilakukan.
Kedua sebutan itu, tidak salah. Pemimpin Redaksi situs berita Novoye Vremnya, Yulia McGuffie pada April 2019, kecewa dengan terpilihnya Zelensky sebagai presiden, karena meragukan kemampuannya.
Tetapi, beberapa hari terakhir berubah sikap dan pendapatnya. Ia menyatakan, dalam seminggu terakhir orang-orang Ukraina dengan cepat menyambut dan mengelu-elukan Zelensky.
Seperti dikatakan Lucius Annaeus Seneca (4 SM – 65 M), seorang filsuf Romawi, negarawan, orator, dan penulis cerita-cerita tragedi.
Tokoh intelektual terkemuka Roma ini mengatakan, “Longum iter est per praecepta, breve et efficax exempla”, melalui perintah jalannya panjang, melalui teladan jalannya pendek dan efektik.
Dalam sebuah video (@zelenskyyua/twitter) yang diberi judul “We are here. We are in Kyiv. We are protecting Ukraine,” Zelensky yang menolak dievakuasi keluar dari Ukraina, terlihat dikelilingi para panasihat utamanya masih berada di Kyiv.
“Pertempurannya di sini; saya butuh amunisi, tidak tumpangan (untuk keluar Ukraina),” kata Zelensky.
“Kami semua ada di sini. Tentara kami di sini. Warga negara dan masyarakat ada di sini. Kami mempertahankan kemerdekaan kami, negara kami, dan ini akan terus kami lakukan,” ucap dia.
Hasilnya? Banyak rakyat yang angkat senjata (CNN). Bahkan, mantan presiden Petro Poroshenko (2014-2019) yang dikalahkan Zelensky pada Pemilu 2019 (hanya meraih 24 persen suara) dan ketika itu mengatakan kemenangan Zelensky sebagai awal dari era yang tidak pasti dalam sejarah Ukraina, kini ikut angkat senjata.
SkyNews video, menyiarkan gambar Poroshenko yang mengenakan rompi anti-peluru bergabung dengan pasukan bersenjata mempertahankan Kyiv.
“Kami berada di pusat Kyiv, kami di sini untuk melindungi Ukraina. Kami ingin bebas. Kami ingin demokratis. Dan kami ingin mengembalikan negara kami ke keluarga Eropa. Putin membenci Ukraina, dia membenci Ukraina,” kata Poroshenko (The New York Post, 26/2).
Pada tahun itu, Putin sudah benar-benar seperti yang dikatakan Angus Roxburgh, “The Strongman.”
Ia salah salah satu pemimpin dunia yang paling kuat, berpengaruh, dan sering kontroversial.
Kata Angus Roxburgh, Putih adalah seorang demokrat yang tidak mempercayai demokrasi; orang Barat yang pemahamannya tentang Barat kurang dan terbatas; orang yang percaya pada pasar bebas, tetapi pandangan dunianya terbentuk di masa lalu komunis; seorang beragama yang penuh semangat, dengan sikap dingin dan kejam sebagai mantan perwira KGB terhadap ‘musuhnya’.
Namun, satu hal yang menarik: Zalensky walau saat maju dalam pemilu presiden masih seorang novice dalam dunia politik, tetapi dengan mengusung platform anti-korupsi, keras mengritik Rusia, menyerukan agar Ukraina lebih berintegrasi dengan Barat dan menjalin hubungan lebih erat dengan Uni Eropa, berhasil meraih 73 persen suara.
Karir politik Putin, memang sangat lancar, selepas meninggalkan Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (Komite Keamanan Negara) Uni Soviet yang lebih dikenal sebagai KGB—badan yang bertanggung jawab atas intelijen, kontra intelijen, dan keamanan internal.
Begitu berada di jalur di luar intelijen, dia memecahkan segala macam rekor dalam perjalanannya menuju puncak.